Hari
ini, tepat di pagi ini, kita hadir di Masjid Ar Rahman, masjid yang kita cintai
ini, untuk menunaikan Shalat Idul Fitri, setelah menyelesaikan proses pendidikan
kita, tarbiyah kita, yakni pendidikan yang kita tempuh selama 29 hari atau satu
bulan penuh di dalam Ramadhan 1439 H. Marilah kita berdoa kepada Allah, semoga sekolah
Ramadan yang baru saja berlalu ini, melahirkan kita menjadi pribadi yang baru
dan berbeda.
“Sekolah
Ramadhan”, entah sudah belasan atau sudah puluhan kali kita pernah melewati
pendidikan di sekolah ini. Dan kali ini kita harus pastikan bahwa sekolah
Ramadhan kali ini harus menjadikan diri kita sebagai pribadi yang benar-benar baru
dan benar-benar berbeda!
Kita
jangan sampai salah memaknai Idul Fitri. Jangan sampai perasaan gembira ini lantaran
kita telah bubar dari puasa, bubar shalat berjamaah, bubar shalat sunnatnya, bahkan
bubar pula ketaatannya.
Jangan
pula kegembiraan di hari ini dimaknai sebagai kegembiraan karena makan makanan
yang banyak, memuaskan nafsu balas dendam karena baru saja terlepas dari
belenggu puasa.
Apalagi
jika hari ini dimaknai sebagai momentum untuk saling menunjukkan baju baru,
kue-kue lebaran bervariasi, cat tembok rumah warna-warni, atau sebagai sarana
hura-hura, berpesta kembang api layaknya di malam tahun baru sebagaimana
orang-orang jahiliyah merayakannya. Na’udzu billahi min dzalik.
Kita
seharusnya bergembira karena “idulfitri” itu maknanya “KEMBALI KE FITRAH”. Ingat
hadits dari Nabi Muhammad SAW tentang shiyam dan qiyam di bulan Ramadhan.
Apabila diiringi dengan imanan dan ihtisaban maka segala dosa yang pernah diperbuat
akan diampuni. Kembali ke nol. Proses ini yang mewujudkan pribadi yang baru dan
berbeda dari sebelumnya, pribadi yang memiliki “QALBUN SALIM”, hati yang
bersih, selamat, damai yaitu hati yang telah kembali ke fitrahnya. Ingat bahwa
yang diterima di sisi Allah hanyalah orang-orang yang membawa Qalbun Salim.
Semoga
sekolah Ramadan kali ini benar-benar melahirkan kita kembali menjadi manusia
baru, orientasi hidupnya hanya semata meraih ridha Allah, jelas tertancap dalam
sanubari kita, sebagaimana janji kita yang disebut dalam Al Quran: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Hari
ini kita hadir di sini, bersimpuh bersama, di hadapan Allah SWT. Dengan
keikhlasan yang penuh, MARI KITA BERIKRAR UNTUK MENJADI PRIBADI BARU DAN
BERBEDA!
Kita
ingin menjadi alumni yang berbeda dari sekolah-sekolah Ramadhan sebelumnya.
Nilai-nilai
Ramadhan harus kita lestarikan ke dalam bulan-bulan setelahnya.
Ikrar Pertama Alumni sekolah Ramadhan (1)
Kita berikrar untuk menjaga hubungan kita dengan
Allah
(HABLUMMINALLAH)
Di
bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa, walaupun di sekeliling sepi, tak
mungkin kita meneguk air. Setetes air kita jaga jangan sampai masuk ke dalam
tenggorokan kita. Mengapa? Karena kita sadar bahwa Allah melihat kita dan kita
tidak ingin merusak ibadah kita, karena itu sama dengan merusak kesucian jiwa
kita. Kita menyadari betul hal ini ketika sedang berpuasa. Kita yakin bahwa Allah
selalu bersama dengan kita dan selalu pengawasannya tiap saat.
RAMADHAN
MENGAJARKAN KITA BERHATI-HATI
Kita
menyadari adanya pengawasan Allah atas diri kita hingga pada tingkat yang
sekecil-kecilnya. Inilah sikap seorang muslim yang paling tinggi, yakni kehatian-hatian
dalam gerak perilaku sehari-hari, perasaan takut kepada Allah. Ciri ketaqwaan
adalah selalu menghadirkan perasaan diawasi oleh Allah.
Hubungan
dengan Allah seperti ini hendaknya kita wujudkan dalam kehidupan kita secara
keseluruhan. (ittaqillaha haitsuma kunta). Bertaqwalah engkau dimana saja
engkau berada! Intinya, Ramadhan menjadikan
kita menjadi MUSLIM KAFFAH. Kita membawa ruh masjid ke luar masjid: ke
pasar pasar, ke jalan-jalan, ke pabrik-pabrik, ke mana saja kita berada, tempat
kerja, termasuk ke kantor-kantor pemerintahan dan seterusnya.
Ikrar Kedua Alumni sekolah Ramadhan (2)
Kita berikrar untuk membangun hubungan dengan sesama
manusia
(HABLUMMINANNAS)
Momentum Ramadhan telah membuat kita lebih peduli,
mudah berbagi dan berempati. Kita sekarang sudah tahu bagaimana rasanya LAPAR
dan DAHAGA itu. Sehingga tahu persis bagaimana rasanya menjadi seorang yang
fakir dan miskin. Lalu di akhir Ramadhan, kita diwajibkan menunaikan zakat
fitrah. Zakat yang menyempurnakan puasa kita. Intinya,
Ramadhan telah menjadikan kita menjadi pribadi yang peduli.
Dan
kepedulian ini harusnya lestari dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak
tersekat oleh batas-batas geografis saja. Kepedulian kita sesama muslim tidak
boleh disekat oleh batas kota, provinsi, dan batas negara. Tidakkah kita
mengetahui bagaimana umat kita tercabik-cabik di mana-mana?
Masih
soal kepedulian terhadap sesama. Mari sekilas mengingat saudara-saudara kita di
Palestina. Tahukah kita sudah berapa banyak warga Palestina yang setiap hari
berguguran? Tahukah
kita bahwa 95% air di Gaza Palestina tidak layak dikonsumsi manusia! Dan 97%
air laut di Gaza Palestina itu berpolutan! Warga Gaza Palestina hanya dapat
menikmati aliran listrik paling lama 4 jam dalam sehari! (Kita 15 menit saja
listrik padam, serasa sudah kiamat). 70% dari warga Gaza Palestina adalah
pengungsi dan setengah dari jumlahnya adalah balita dan anak-anak!
Saya
bahkan tidak tahu, apakah kita yang hadir di dalam ruangan masjid ini, punya
hak untuk tertawa lepas dan bergembira ria di hari ini!??
Ikrar Ketiga Alumni sekolah Ramadhan (3)
Kita berikar untuk selalu bersatu, karena kebersamaan
itu indah dan berkah!
Puasa
Ramadhan membuktikan bahwa kebersamaan (berjamaah) adalah penuh berkah dan
menjadikan sesuatu yang berat menjadi sangat ringan. Bukankah berpuasa,
bertarawih, itu sebenarnya berat? Namun karena dilakukan secara beramai-ramai
maka menjadi terasa sangat ringan. Bahkan indah sekali!
Kita
umat Islam ini adalah umat yang satu. Andaikan semangat kebersamaan ini
benar-benar kita wujudkan maka kita pasti menjadi umat yang paling baik, kuat
dan hebat! Tak mungkin tertandingi. Tapi sebaliknya, ketika kita tidak bersatu
padu, bercerai berai, karena faktor beda suku, beda mazhab, beda bahasa, beda
ormas, bermusuhan karena beda dukungan politik, maka ini adalah musibah bagi
diri dan agama kita!
CONTOHNYA?
Kita
umat Islam meskipun sangat besar tapi nyaris tak memiliki kekuatan apa-apa. Apa
yang bisa kita lakukan saat saudara-saudara kita di Palestina dibantai oleh
kaum Yahudi dari negara kecil itu? Kita hanya bisa kaget-kaget saja. Padahal
kaum Yahudi sudah bertahun-tahun berbuat biadab seperti itu dan menguasai
Masjidil Aqsha.
Termasuk
di negeri tercinta kita sendiri. Jumlah kita sangat besar, tetapi nyaris tak
berdaya. Boleh dikatakan semua kekuatan lepas dari tangan kita, terutama
kekuatan ekonomi yang sudah dikuasai oleh ASENG dan ASING. Bahkan, di negara
yang mayoritas Islam ini, muslim sering masuk dalam tuduhan-tuduhan yang
menyudutkan. Hingga label-label radikal, fundamentalis, teroris, dan sebagainya
selalu dialamatkan kepada kita kaum muslimin. Mengapa? Karena kita lemah, tak
bersatu padu. Mudah diacak-acak!
Ramadhan
hendaknya segera menyadarkan kita semua untuk berjamaah secara benar. Yaitu
berjamaah atas dasar Islam. Kita boleh saja memiliki suku berbeda, bahasa
berbeda, ormas dan mazhab berbeda, tapi kita semua haruslah berjamaah dan
bersatu padu di bawah ikatan Islam.
Bukankah
selama Ramadhan kita kompak berpuasa dan beribadah? Marilah kita buang
fanatisme sempit yang membuat umat Islam bercerai berai. Mari kita masuk dalam ikatan
Islam yang utuh dan satu. Nabi bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim “Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara.”
BAGAIMANA
CARA MEMULAI DAN MELATIH KEBERSAMAAN?
Ayo
ke MASJID. Mari kita makmurkan masjid. Kita jadikan masjid sebagai pusat
pengembangan umat. Pusat pemberdayaan umat. Pusat pendidikan. Generasi muda
harus kita didik dengan aqidah yang lurus, keimanan yang kokoh kepada Allah,
ini bekal untuk mengarungi kehidupan yang serba sulit di masa yang akan datang.
Pengurus Masjid harus menjadi “orangtua kedua” bagi adik-adik kita generasi
muda di lingkungan kita. Saya melihat di sekitar Masjid Ar Rahman BKP ini
banyak pemuda-pemuda Islam, mari kita ajak ke masjid. Kita berlatih dan belajar
bersama.
Ikrar
Keempat Alumni Sekolah Ramadhan (4)
Kita
berikrar bahwa dunia ini bukanlah tempat abadi kita.
Bumi
ini hanya tempat singgah saja, dan kita akan segera berlalu meninggalkannya! Lihatlah,
Ramadhan yang begitu cepat berlalu di hadapan kita. Baru saja kita tarawih di
malam pertama Ramadhan, kemudian hari ini kita menunaikan shalat ied. Baru saja
kita meneguk segelas air ketika sahur, tidak berapa lama kemudian kita meneguk
air kembali ketika berbuka. WAKTU CEPAT BERLALU.
Kalau
pada hari ini ada di antara kita yang sedang sakit, itu tak mengapa. Kalau ada
yang hartanya berkurang, tak mengapa. Kalau ada yang matanya mulai rabun, pendengaran
berkurang, gigi-gigi mulai hilang, tak mengapa. Tak perlu bersedih. Karena pada
dasarnya memang badan ini semuanya PADA AKHIRNYA takkan bergerak sama sekali. Saat
itu tak perlu khawatir. Di mana pun kita meninggal dunia, maka tubuh ini pasti
ada yang mengurusnya.
Ada
yang memandikannya, ada yang mengafaninya, ada yang menshalatinya dan ada yang
menguburnya. Itulah urusan dan nasib tubuh kita. Yang cantik, yang kaya, yang
sehat sama. Akhirnya bercampur dengan tanah dan jadi makanan binatang-binatang
di dalamnya.
APAKAH
URUSAN SELESAI SAMPAI DI SITU?
Tidak.
Yang mati hanya jasad atau tubuh kita saja.
Tapi
ruh kita, jiwa kita masih ada!
Di
situlah babak kehidupan yang sejati dimulai. Tak ada sandiwara dan tak ada basa basi. Tiada
lagi kepalsuan dan senda gurau. SERIUS.
Yang
dipanggil bukan lagi jasmani ini. Tapi JIWA yang berada di dalam tubuh ini. Yang
baik mendapatkan kebaikannya dan yang buruk mendapatkan keburukannya. Semoga
kita semua ini nanti dipanggil oleh Allah dengan panggilan: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Kesimpulan:
Kita
harus menjadi pribadi yang baru dan berbeda, sebagai alumni sekolah Ramadhan
tahun ini: HARUS BEDA. Kita berikrar untuk melestarikan 4 hal:
1.
Kita berikrar untuk menjaga hubungan
dengan Allah. Merasa diawasi oleh Allah, bagaimanapun keadaan, dimana saja kita
berada.
2.
Kita berikrar untuk menjaga hubungan
dengan sesama manusia. Meningkatkan kepedulian atas derita orang-orang yang
berkekurangan, lemah dan tertindas.
3.
Kita ikrar untuk senantiasa
berjamaah! Kebersamaan dan persatuan itu indah dan berkah, membawa kekuatan dan
kedamaian. Masjid adalah pilar utamanya.
4.
Kita mmenyadari bahwa waktu akan
terus berlalu, sangat cepat berlalu sebagaimana Ramadhan yang telah pergi di
sore kemarin. Seriuslah berbekal.
Semoga
Allah memberikan kepada kita kekuatan untuk beramal lebih baik pada bulan-bulan
akan datang. Ramadhan pasti datang lagi dan kita belum pasti bertemu lagi
dengannya.
(Ringkasan Khutbah Idul Fitri
1439 H di Masjid Ar Rahman Perum Bukit Kemiling Permai Kota Bandar Lampung pada
tanggal 15 Juni 2018, khutbah saya susun ulang dari berbagai sumber di internet).