SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Sabtu, 06 Desember 2008

Puisi dari Penasehat Akademik

Sahabat, sudah agak lama rasanya, ana tidak curhat ria di media ini. Kesibukan hari-hari telah menjauhkan ana dari aktivitas internetan. Saat ini, sengaja ana posting semua tulisan yang tertunda dalam satu kali posting, sepertinya tak apalah ya… (egp, emang gue pikiran, em es em… emang siapa mikirin). Ha ha ha…

Satu lagi, kesibukan dakwah (rapat, pelatihan, aktivitas ‘mengisi dan diisi’, de el el), terasa amat menjumudkan perasaan kita. Nah, itu terjadi bila kondisi iman kita menurun. Tapi tak mengapa, yang penting kita masih beriman meski masih sedikit atau sedang menurun. Berdoa sajalah pada-Nya semoga di saat-sebelum kita meninggal, kita dianugerahi nikmat iman yang melimpah. Amin..


ADK, begitulah singkatan bagi seorang Aktivis Dakwah Kampus. Siapapun dia, pastilah ia telah menjalani berbagai doktrin mulai dari yang paling lunak hingga tertajam dari pembina-pembina atau seniornya, bahwa ADK adalah komunitas dinamis, meminjam istilah tokoh pergerakan Islam abad ini, Hasan Al Banna : “Nahnu Qaumun ‘Amaliyyun (kita adalah kaum yang senantiasa beramal). Akan tetapi ada suatu problema serius yang boleh jadi sedikit mendistorasi ungkapan Al Banna tadi. Pemuda, mahasiswa yang bertitel ADK tadi seringkali melupakan ‘amaliyyun-nya dalam aktivitas akademik. Indeks Prestasi acak-acakan, kehadiran kuliah kunang-kunang, praktikum tak rajin dan segala macam yang lainnya. Akademiknya tak sedinamis aktivitas dakwahnya. Hmmm, ironis, walaupun tak terlalu… Pesimis? Oh tidak, kita akan terus berubah. Mengishlah diri atas segala kelemahan kita adalah suatu hal yang pasti. Kita yakin tentang itu!

Ana teringat dengan salah seorang ikhwan, sebut saja namanya Mardoni atau Fulan, ataupun Buyung, atau juga Mawar. Pada kesempatan ini, ana gunakan saja nama samaran Mardoni. Beliau seorang ADK, ikhwan yang semangat. Hari-harinya terlewatkan di balik hijab (baca : rapat). Detik-detiknya tidak dapat dipisahkan dengan dinamisme seorang da’i, seakan dinamis itu telah menjadi suatu aliran khusus dalam batinnya. Bagi Mardoni, berhenti berdakwah adalah KEMATIAN baginya.




Suatu hari, sekembalinya Mardoni dari kampus, sambil membawa secarik kertas yang bertuliskan puisi indah. Rupanya sang PA (Penasehat Akademik) menyuguhkan puisi penyemangat hidup kepada Mardoni di atas kertas. Wah, betapa agungnya pengabdian sang PA terhadap tugas yang diembannya menjadi seorang penasehat akademis… Andai saja, ana juga punya PA mengirim puisi penyemangat, jangankan secara langsung karena sibuknya, via email aja ana sangat bersyukur. Mardoni, sungguh beruntung antum, punya PA yang pengertian dan perhatian… (Begitu kalbuku berucap).

Inilah puisi dari PA Mardoni :

Sepenggal Nasehat….
Mardoni!
Bangun dari mimpi-mimpimu,!
Dari kesibukan yang melenakan hari-hari mu!
Atau pergaulanmu yang tak berujung!
Hidup hari ini juga belum tentu seindah hari nanti.
Posisimu hari nanti terletak pada pandainya kau melakoni hari ini.
Hiasi harapanmu dengan semangat dan do’a-do’amu
Tanpa kau Tanya atau kau minta.
Do’a orang tuamu pasti ada di belakanganmu
Konsentrasi dan dahulukan apa yang paling perlu menurut tujuanmu.
Karena “keperluan” Sendiri juga punya kepentingan yang berbeda.
Sangat perlu, Perlu, ½ Perlu, ¼ Perlu dan juga tidak perlu!

Tertanda,
Penasehat Akademik

Dr. phil. nat. Nurmiati (kali ini, nama tak dirahasiakan)

Puisi dikirim dosen untuk mahasiswanya, sepertinya amat jarang terjadi dalam dunia kampus yang semakin kejam hari ini. Betapa tidak, di zaman kelam ini dosen kebanyakan sibuk dengan sejuta alasan untuk menyempatkan waktu memperhatikan perkembangan mahasiswanya secara seksama. Banyak saja alasan. Tapi tidak dengan kisah Mardoni. PA-nya begitu baik dalam membimbingnya, sampai-sampai tertulis puisi khusus untuk Mardoni.

Setelah ana membaca secara lebih dalam (eh ci ile…. kayak pengamat sastra aje ni..). Puisi di atas memiliki makna yang rumit. Sekilas bila dibaca, tampak goresan negatif, terlihat pengamatan pesimistik dari sang penulis puisi, dosen PA Mardoni. Namun ketika dicermati ulang, hingga berulangkali, tampak keseriusan optimistik bahwa Mardoni bisa berubah. Ana sendiri ketika membaca puisi itu memiliki tafsiran jenaka. Walaupun tak lucu-lucu ‘banget’, beginilah tafsirannya…

Sepenggal Nasehat….
Inilah judul puisi tersebut. Judulnya dimulai dengan kata berimbuhan se- yang artinya ‘bagian’, yang menyatakan bahwa ini hanya salah satu di antara sekian banyak nasehat yang ditujukan kepada Mardoni. Ada kata ‘penggal’, ups, ini bukan bermaksud memenggal kepala Mardoni…

Mardoni!
Dosen PA mencoba mengetuk hati Mardoni dengan memanggil namanya dalam puisi tersebut. Dalam ilmu kajian tentang kejiwaan, respon seorang manusia bila namanya dipanggil hampir 100 % optimal. Nama…, banyak orang menganggap bahwa itu tak penting hingga muncul ungkapan ‘apalah arti sebuah nama’, namun bagi Islam, nama adalah doa dan pengharapan. Secara kejiwaan, nama merupakan bagian dari cita rasa jiwa sang pemilik nama tersebut. Puisi ini mencantumkan nama, sehingga pendekatannya sangat maksimal dalam menyampaikan nasehat.

Bangun dari mimpi-mimpimu!
Mardoni, bangunlah nak. Begitulah sang ibu dengan cintanya yang begitu dalam kepada anaknya yang sedang tidur, atau sedang bermimpi. Dosen PA Mardoni melihat IP yang menurun, lantas menerjemahkannya sebagai bentuk ketiduran, kemalasan Mardoni, yang dilanjutkan sebagai predikasi ‘sedang mimpi’. Tapi sepertinya dosen PA Mardoni mngetahui bahwa Mardoni itu sedang bermimpi indah. Ia sedang bermimpi tentang Islam dan Dakwahnya. Ia sedang bermimpi akan adanya suatu masa dimana Islam menjadi guru bagi dunia. Mardoni sedang bermimpi tentang kemenangan Islam atas segala penjuru bumi dan angkasa. Palestina Menang atas Israel laknatullah ‘alaih. Itu mimpi Mardoni. Jadi, ana sendiri mendukung Mardoni agar terus bermimpi, mimpi yang harus nyata di tangan kita. Sebagai follow-up dari mimpi, (Tapi kok IPK harus terzalimi ya???)

Dari kesibukan yang melenakan hari-hari mu!
Kesibukan Mardoni. Ia adalah aktivis dakwah di kampusnya. Sepertinya Dosen PA Mardoni sangat tahu tentang Mardoni, tentang segala aktivitas anak bimbingannya yang satu ini. Mardoni terlena, boleh jadi ia sedang terlena dengan kesibukan yang segudang itu. Kesibukan yang kelak memuliakannya di akhirat.

Atau pergaulanmu yang tak berujung!
Benar, pergaulan Mardoni memang tak berujung. Mardoni bergaul bersama Islam dan Perjuangan Dakwah dan JIHAD. Memang, harusnya tak berujung. JIHAD, adalah perjuangan yang tak mengenal adanya halte, tempat pemberhentian. Ia tak kenal henti makanya tak berujung! Pergaulan Mardoni adalah pergaulan yang tak berujung… Sangat benar dan tepat!!

Hidup hari ini juga belum tentu seindah hari nanti.
Posisimu hari nanti terletak pada pandainya kau melakoni hari ini.

Dosen PA menyampaikan kalimat opstimistik lagi. Ana menilai bahwa kalimat itu adalah kalimat surgawi. Kalimat yang menyatakan bahwa dengan berdakwah dan berjihad di dunia (hari ini) akan membuahkan keindahan surga di akhirat kelak (hari nanti). “Mardoni, tetaplah meneguhkan kakimu di jalan dakwah, jangan ragu anakku, engkau akan berbahagia kelak…”. Posisimu akan mantap di jannahNya.

Hiasi harapanmu dengan semangat dan do’a-do’amu
Tetap semangat. Semangat, identik dengan iman, dan iman itu sendiri bersaudara kandung dengan kualitas ruhiyah. Kualitas ruhiyah itu sendiri tak bisa dipisahkan dengan doa atau permohonan karena keduanya berwujud pada interaksi yang kuat dengan sang ilahi. Mari menghiasi segala harapan, nama lain dari sebuah mimpi agung. Kita hiasi… Hiasi dengan kedekatan yang maksimal dengan Rabb.

Tanpa kau Tanya atau kau minta.
Do’a orang tuamu pasti ada di belakanganmu
Ingatlah Mardoni, orangtuamu sangat mengharapkan kesuksesanmu dalam berdakwah. Jangan pernah cemas bila ortumu tidak mendukungmu dalam berdakwah… Dakwah, terus melaju!!!

Konsentrasi dan dahulukan apa yang paling perlu menurut tujuanmu.
Karena “keperluan” Sendiri juga punya kepentingan yang berbeda.
Sangat perlu, Perlu, ½ Perlu, ¼ Perlu dan juga tidak perlu!
Pada 3 kalimat puisi yang terakhir ini, dosen PA Mardoni menyuruh Mardoni untuk membaca buku Fiqh Prioritas setebal 320 halaman, karangan Dr. Yusuf Al Qaradhawiy (Ketua Persatuan Ulama Dunia). InsyaAllah itu perlu bagi Mardoni, segera!

Sahabat sekalian, setelah ana cermati ulang, ternyata tafsiran di atas tidak semuanya benar sesuai dengan kehendak dosen PA Mardoni. Betulkah??? Lihat saja nanti perubahan yang terjadi pada diri Mardoni. Btw, siapakah Mardoni itu? Yang jelas, ia adalah aktivis dakwah di kalangan mahasiswa. Patut diteladani…

1 komentar:

Julio Eiffelt mengatakan...

assalamu'alaikum yaa khi..,

ana sepertinya "tersesat" di blg ini. ana mau cari blog doni, loh kok sampe di blog ini. ndak papa deh.., sangat menginspirasi..
ana liat akh firdaus jg. apalagi stelah 'itikaf dg akh firdaus
makin terispirasi..,
ana jg sdh lm jg tdk liah akh jul.
kemana ya?

moga kita tetap saling memberikan yang trebaik kpd org yang disekitar kt dalam kondisi apapun.
Wass.

8 Tulisan Populer Pekan Ini