Malam itu, aku dan kawan-kawan mengikuti 'dua jam launching' tahsin bersama beliau dalam agenda tahsin di masjid Al Jihad kompleks PT. LPPPI Jambi. Hmmm, dua jam pelajaran yang mengapungkan memoriku dengan Ustadz (Alhafizh) Muhammad Amin di Padang, atau Ustadz Qomaruddin, S.IQ, atau juga sahabat-sahabat Qur'anku di Padang, spesial buat Ust. Rahmat Firdaus.
Memori yang lebih dahsyat meluap, ketika 'lidahku dipukul' oleh beliau, seperti halnya Guruku memukulnya tiap waktu pertemuan tahsin dahulu di Padang. Memori yang melintas cepat ketika bacaanku disalahkan, seperti halnya Guruku menyalahkanku dahulu di Padang. Ternyata, dari dahulu sampai kini, bacaanku "itu ka itu se", alias statis tak berkembang, selalu saja tidak fasih! Tidak benar! Lalu batinku berdoa : "ampuni aku ya Allah".
Dua jam bersama Ustadz Zain asal NTB itu tak hanya mengulas masalah tahsin. Ada beberapa kalimat yang keluar dari lisan beliau yang membuat hatiku bergetar : Dimanapun ada mukmin, yakinilah mereka adalah saudara kita. Belum tentu persaudaraan dengan hubungan darah akan lebih kuat dari itu. Tidak perlu ragu untuk merantau sejauh mungkin, dimana-mana kita memiliki ikhwan, mereka adalah saudara mukmin kita yang melebihi saudara karena hubungan darah!
Pertemuan kita malam ini, bukan kebetulan. Ini adalah bagian takdir. Apapun di dunia ini "tidak ada yang kebetulan".
Selanjutnya beliau juga berpesan "secara tidak langsung" kepada mahasiswa di kampus agar menggunakan waktu luang saat masih mahasiswa untuk belajar ilmu Al-Qur'an, temuilah Guru Qur'anmu! Beliau kuliah di STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistika), namun tetap meluangkan waktunya mengikuti pendidikan tahsin Qur'an di luar kampus. Walaupun kuliah di Jakarta yang dianggap sebagai kota glamor, ia tetap menuntut ilmu akhirat. "Jakarta, tidak identik dengan keglamoran.
Dua jam kebersamaan malam itu telah mengembalikan spiritoku, satu kata : LANJUTKAN!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar