Kita bercerita tentang kebiasaan. Di masjid ini sudah sekian lama, tepatnya mungkin sejak ia didirikan, shalat shubuhnya selalu menggunakan Qunut pada rakaat kedua. Untuk pagi ini, tepatnya pagi Ahad Ramadhan kelima 1431 H, sang Imam ternyata lupa membaca doa ajaib itu dan langsung sujud. Lalu apa yang saya saksikan? Makmum tak ada satupun yang bergerak untuk sujud kecuali satu atau dua orang yang juga “lupa” seperti sang Imam! Akhirnya sang Imam kembali berdiri, mungkin sang Imam baru sadar, atau mungkin ingin beradaptasi saja dengan kehendak para makmum yang tidak turut perintahnya
Ini baru sepotong kisah dari umat ini. Tentang suatu kebiasaan yang dibiasakan tanpa ada kesadaran menelusuri tentang bagaimana hakikat kebiasaan itu. Apakah ia kebiasaan yang memang telah diwajibkan atau bukan. Sebagai da’i yang mengetahui sedikit tentang dalil beribadah, tentu kita tidak tinggal diam untuk menggerakkan hati para makmum untuk mengaji kembali.
Langkah pertama untuk mengembalikan kesadaran itu adalah dengan ilmu. Ilmu adalah kuncinya, seorang da’i harus berilmu dan harus mampu memiliki ilmu untuk membujuk umat agar berusaha secara pribadi memperoleh ilmu pula. Ilmu membujuk memang tidak mudah, membujuk manusia agar mau menuntut ilmu, duduk bersama dalam majlis bukanlah hal yang mudah. Perlu keteguhan dari seorang da’i, sebab pekerjaan itu bukanlah pekerjaan mudah, walaupun tidak sesulit yang dibayangkan. Dengan duduk bersama, hal-hal yang menyangkut ibadah semisal perkara ibadah yang dianggap umat “seperti ada kewajiban”, lambat atau cepat, umat akan menyadarinya bahwa tidak ada kewajiban untuk membaca Qunut pada rakaat terakhir! Apalagi jika sang Imam lupa, jangan sama sekali ada anggapan shalat shubuh tidak sah, shalat shubuh tidak afdhal, shalat shubuh perlu diulang, atau sang Imam “dipaksa” oleh Makmus saat itu juga agar kembali berdiri untuk melantunkan Qunut.
JHD – Rimba Akasia Jambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar