Bisa jadi, kader dakwah dikenal dari tampilan fisik yang begitu bersahaja, pandangan mata penuh kewaspadaan, dan suara yang begitu mempesona untuk disimak karena berisi pesan-pesan kebaikan. Ya, hampir setiap sudut bumi hari ini telah dijamah oleh santri-santri tertarbiyah dengan atau tanpa pendidikan pesantren formal sama sekali. Pesantren mereka adalah lorong waktu, dan kuliah-kuliah keislaman mereka berjalan sesuai waktu dengan penerapan evaluasi secara bertahap dan berkesinambungan, umumnya tiap pekan.
Subhanallah, kader dakwah dari hari ke hari semakin menunjukkan perwujudannya di tengah masyarakat. Mereka memainkan posisi-posisi penting di tengah-tengah kehidupan, baik itu di bidang ekonomi, sosial politik, budaya, sains dan teknologi, industri, instansi, atau berbagai lembaga swadaya masyarakat, apatah lagi kalau hanya ‘sekadar’ syiar-syiar di lingkungan masjid, semua kader dakwah menjadi penggerak utama, minimal berpartisispasi aktif di dalamnya. Alhamdulillah, wajib disyukuri.
Keunggulan kader dakwah dibangun dari bagaimana mereka dididik, ditempa, dan diberdayakan oleh para pembina mereka. Ada karakter-karakter yang menjadi panutan dari mereka, kader dakwah. Bukan hanya tertulis sebagai teori belaka, tetapi penerapan langsung di lapangan adalah kepastian. Sebagai contoh adalah karakter “SALIMUL AQIDAH, aqidah yang salim (bersih)” yang menjadi aspek utama pembentukan karakter kader dakwah. Aqidah yang bersih adalah keharusan bagi setiap diri muslim. Di sini tercipta ikatan yang amat sangat kuat terhadap Allah (swt) yang tidak hanya ikatan antara yang diciptakan dengan penciptanya, tetapi juga ikatan antara yang mencinta dan yang dicintai, yang menyembah dan disembah, yang merindu dengan yang dirindu, yang memuja dengan yang dipuja, yang menyenangi dengan yang disenangi, yang mengagungkan dan diagungkan. Ini adalah perwujudan Allah sebagai ilah yang ahad (satu-satunya yang disembah).
Dengan salimul aqidah atau dengan kata lain kebersihan aqidah seseorang, satu saja yang disembahnya, satu saja yang dicintanya dan yang melandasi cintanya adalah Allah, Allah, Allah, Allah, dan hanya sesuai kehendak dan kemauan Allah ssaja, tidak dengan yang lain, TITIK! Innashshalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil ‘alamin (sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam” (Alquran Surat 6 : 162).
Kita membuktikan bahwa kader dakwah memiliki keunggulan di tengah-tengah masyarakat dari segi aqidah. Ia tidak percaya kepada ramalan, perdukunan, kepada jimat, tidak menduakan cintanya kepada Allah, memenuhi hak-hak Allah atas dirinya, dan selalu bersikap waspada dan sangat hati-hati dalam setiap sikap dan perbuatannya, jangan-jangan Allah tidak lagi ridha dan cinta kepadanya. Khusus kepada para pemuda, salimul aqidah juga tercermin dari sikapnya berinteraksi antar sesamanya, kehati-hatian menjaga tatapan dan pandangan, ketakutan bermaksiat, ketidakberanian berada di luar batasan Allah. Jiwa muda yang sedang 'berkobar' harus selalu tunduk kepada aturan Allah agar aqidahnya tidak terkotori. Inilah salimul aqidah, kebersihan aqidah yang hakiki.
Mengakhiri tulisan ini, saya mengutip sebuah nasihat dari KH. Rahmat Abdullah kepada salah seorang binaannya, sebelum beliau meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. “akhi, berda’wah itu mirip dengan pekerjaan seorang petani. Biji yang ditanam tidak cukup hanya dibenamkan ke tanah lalu ditinggalkan. Kemudian kita berharap akan kembali pada suatu hari untuk memetik hasilnya. Mustahil itu! Mustahil! Tanaman itu harus disiram setiap hari, dijaga, dipelihara, dipagari, bahkan kalau tunas-tunasnya mulai tumbuh, kita harus menungguinya, sebab burung-burung juga berminat pada pucuk-pucuk segar itu.”
Kader dakwah dibina setiap saat oleh para pembina yang juga dibina oleh pembinanya, demikian seterusnya, agar kader dakwah selalu berada dalam jalan kebenaran, agar tidak meleset aqidahnya. Dengan ini, jelas bahwa pada kader dakwah menerapkan pesan Allah yakni “watawashaw bilhaqqi, saling menasihati dalam kebenaran”. Tulisan sederhana ini tidak lain hanya untuk mengingatkan kita tentang satu karakter (salimul aqidah) yang harus dimiliki oleh kader dakwah, kemudian harus dijaga, dirawat, diingatkan terus, diperhatikan, agar kita semakin kokoh berdiri di tengah-tengah zaman, agar kita semakin kuat untuk menjalankan tugas kita yakni penyeru kebaikan dan pencegah kemungkaran.
*Ditulis oleh Muslim Abdurrahman (Pemilik blog ini / Alumnus Forum Studi Islam FMIPA Universitas Andalas Padang), seorang hamba yang sedang belajar berdakwah di tengah-tengah keberagaman masyarakat pasca meninggalkan wilayah ‘dakwah kampus’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar