Sahabat,
Ini bukan yang pertama dari rangkaian cerita kebahagiaanku, mungkin yang keberatus atau beribu kalinya. Tapi ini ampuh berbekas, pertama seumur hidupku.
Sahabatku, Rahmat. Ini bukanlah rahmat yang senantiasa mengalir dari langit. Menuntun jalan-jalan hidup kita, atau rahmat seperti inti karakter bicara kita dalam mukaddimah-mukaddimah taujih ‘saatan’ kita. Ini spesial, lain dari yang lain, Rahmat yang sejak dulu. Sejak dulu beriring berpikir di taman-taman remaja, sukses bersama fisik dan jiwaku.
Tapi yang ini, Rahmat Imawan (Sekarang berstatus mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam STAIN Padang Sidimpuan, Sumatera Utara), seorang sahabat yang diyakini kelak menjadi generasi penguat tali-tali keimanan, diri, keluarga dan umat… Allahu Akbar!
Adalah ia, sahabatku sejak aku SMA, yang dahulu bernama SMU. Tepatnya SMU Negeri 3 Plus Gunungsitoli. Memang, dari nama uniknya pasti tertebak ada yang beda. Memang benar! Ada yang beda. Untuk menjadi siswa sekolah itu, setiap calon siswa harus mengikuti beragam tes. Dimulai dari tes potensi akademik, tes kesehatan mata, kesamaptaan, dll. Dan aku pun melewatinya dengan gemilang, termasuk saudara seaqidahku, Rahmat!
Masih dalam tempo yang tak beda, aku resapi keceriaan ini. Ia muncul penuh, sepenuh… Ketika sebelumnya seorang sahabat lamaku, beragama Nasrani kutemui meski dari kejauhan, Anselmus Patirane (Mahasiswa Fakultas Hukum Unpad, Bandung ). Sosok sahabat hebat yang menemani perjuanganku di dalam menuntut ilmu ‘Al Injlisiyah’ di Stephain College English Centre Gunungsitoli. Sahabat, semoga cita kita tercapai…
Senyum dalam kesendirian. Kupikir tak mengapa, bukan menurunkan aura iman atau menaikkan derajat kegilaanku. Meski dunia dekatku memandang aneh namun ia adalah ungkapan wajah kalbuku dari dalam. Bukan wajah dusta yang terbalut duka. Ini ceria unikku setelah hampir 4 tahun tak bersua, betul! Mungkinkah ini ibarat "mutiara yang hilang dulu, kini jumpa lagi..."
(Bilik ‘Cendana’ - Padang , Maret 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar