Pernahkah kita melihat para koruptor yang dahulunya adalah pejabat. Rumah dinasnya berbendera sepanjang hari, tertib tanpa alfa. Nasionalisme Indonesianya seakan tampak dari kedisiplinan rumah tangganya dalam menaikkan dan menurunkan (baca : memamerkan) bendera merah putih di halaman rumah dinasnya. Pada akhirnya, belang sang pejabat pun ketahuan. Kita lihat dengan dana rakyat yang diselewengkannya.
Kami berpikir dari kedalaman pengamatan, meski tak setajam yang terkira. Seakan ada pola yang sama melihat keadaan ‘nasionalisme’ para koruptor yang mengibarkan bendera Indonesia setiap saat. Pemaknaan yang sederhana bahwa pengibaran itu untuk Indonesia yang mereka ‘cintai’, kemudian seakan ada haluan pergerakan yang sama antara aktivis Palestina (sebut saja, mereka adalah para aktivis dakwah) yang senantiasa mengibarkan bendera Palestina di setiap tempat dan kesempatan. Konon, itu adalah lambang kecintaan atas negeri suci dan diberkahi. Namun di balik itu, mereka korupsi atas cinta. Mereka menjadi generasi yang jauh dari kecintaan yang hakiki. Menghafal Juz 30 saja, barisan pasukan peperangannya sudah tampak kocar kacir, beberapa telah berbelok dan berputar arah dengan segudang alasan kepahlawanan semu.
Tentang Palestina yang kita cintai, bila kau memang cinta maka buktikan dengan semangatmu berqur’an, tak sekadar berbendera! Bila tidak, maka itu tak beda dengan ‘bendera’ para koruptor.
Ramadhan 1431 H, dari Catatan “Ketika Enzimolog Bicara”
2 komentar:
kesan berjuang kerana emosi= perjuangan hanya separuh jalan kerana emosi mnusi sntiasa berubah2.
kesan brjuang dgn iman & ilmu : peralann itu bakal jauh sejauhnya sehingga kita tak pasti kta masih hdup ketika tanah itu digenggam tetapi yg pa...stinya ia takkan terhenti.
iman & ilmu bakal melahirkan strategi n kekuatan strategi itu brgntg pada ilmu n iman tadi.
Yap, betul sangat Tan.
Terima kasih sudah singgah baca, hehe :)
Posting Komentar