Mengapa? Inilah yang akan kita diskusikan selanjutnya dalam coretan kecil ini.
Ada kesempatan dan ada niat. Teringat kata bang Napi, kejahatan bukan hanya karena ada niat tapi karena ada kesempatan. Kesempatan itu adalah waktu. Kalau saja para penjahat di muka bumi kehabisan waktu tatkala ia berniat untuk jahat, tentulah bumi sangat nyaman dan aman hingga saat ini. Selayaknya bukan hanya para “pembaik” yang berterimakasih kepada waktu akan tetapi para penjahat harus berbuat hal serupa : TERIMAKASIH WAHAI WAKTU.
Tentang bernilainya waktu, alangkah banyaknya firman Allah yang selalu menghubungkan setiap maksud-Nya dengan waktu. Cukup sudah penjelasan tentang ini. Terlalu banyak kita baca dan kita diskusikan. Tetapi menarik dan jelasnya, seringnya Allah bersumpah dalam Al-Qur’an atas sebutan waktu, ternyata menunjukkan sifat dasar manusia yang memang sering mengabaikan waktu. Inilah manusia (baca : sebagian manusia) yang sering disindir sebagai manusia yang merugi. Kecuali orang beriman. Heheh… InsyaAllah.
Akan tetapi ada juga orang beriman yang secara tak sengaja bermain dengan waktu. Padahal ia amat tahu bahwa waktu adalah hal yang dimuliakan. Ia tahu bahwa waktu hidupnya di atas dunia adalah ‘limited’. Ia juga tahu bahwa tanpa waktu, ia tak ada peluang untuk beribadah. Ia juga tahu bahwa waktu itu amat berharga. Tentang kelalaian itu, sepertinya lumrah akan tetapi kita harus selalu ‘back to way’. Ketika hampir lupa atau sedikit lupa maka baiknya kita ingat lagi. Ketika melenceng dan sedikit agak berpindah komitmen, baiknya kita luruskan lagi.
Seperti yang saya ulang-ulang dalam tulisan sebelumnya tentang perlunya kita bersahabat dengan Al-Qur’an setiap waktu. Hanya ada satu cara bagi kita untuk lebih memuliakan waktu yakni dengan mencoba untuk menambah hafalan Qur’an. Yakinlah, dengan tantangan seperti ini, kita lebih tenang dalam bergumul dengan waktu.
Buktikan saja!
(Dari Mess Biru PT LPPPI Tebing Tinggi Tanjab Barat - Jambi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar