SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Rabu, 29 April 2009

Akhi, Ukhuwah itu Mengenal Batas!

Ukhuwah (persaudaraan) di dalam Islam merupakan salah satu dari sedikit pilar-pilar kekuatan berjama’ah. Kekuatan itu telah terbukti ampuh menyelesaikan berbagai permasalahan umat, terbukti dari masa Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka mencontohkan pada kita bagaimana berlapang dada kepada sesama, mereka meneladankan pada kita bagaimana mengasihi dan menyantuni sesama, tanpa pandang bulu, bahkan perilaku-perilaku mengutamakan saudara (itsar) di atas kepentingan diri pun mereka uraikan detail kepada kita. Agar kita mau mencontohnya.

Fakta di atas adalah kisah nyata dan serius. Bukan pemanis sejarah atau angan-angan masa lalu yang di bawa ke alam saat ini. Bukan dan sama sekali bukan. Keindahan bersaudara adalah wewangian syariat Islam yang abadi. Ukhuwah, sama sekali bukan cerita atau teori belaka. Ia telah terabadikan dalam sejarah perjalanan para pendahulu kita. Akan tetapi dari semua kisah-kisah kesejatian ukhuwah yang terceritakan dalam kitabullah dan sunnah Nabi, ternyata di dalamnya kita akan mendapati ada hikmah yang besar. Hikmah itu yang saya maksudkan berupa hak dan tanggungjawab.

Dalam kesempatan ini, kalau saya boleh berpendapat, ternyata Islam mengajarkan bagaimana ia mengatur hubungan persaudaraan sesama muslim telah sangat jelas. Bila perlakuan istimewa yang berbingkai ukhuwah dari seorang saudara muslim kepada saudaranya yang lain adalah hak, maka tentu saja ada bentuk tanggungjawab yang mendahului atau mengikutinya.

Lihat saja cerita tentang itsarnya para anshar terhadap muhajirin. Tingkatan tertinggi ukhuwah anshar dalam melayani muhajirin adalah hak bagi muhajirin. Sehingga Allah puji para anshar dengan sebutan orang-orang yang beruntung, ‘muflihun’. Meskipun demikian, muhajirin telah mendahului itsar itu sebagai bentuk tanggungjawab ukhuwah yaitu dengan berjihad terlebih dahulu. Mereka menyelamatkan agama Allah dari ancaman kafir quraisy. Mereka pun dipuji Allah dengan gelar ‘shadiqun’. Tanggungjawab sebelum menuntut hak. Tanggungjawab berjihad sebelum menuntut hak berupa pelayanan khusus, adalah cerminan ukhuwah tertinggi.

Jelas bagi kita, ukhuwah dan bagaimana kita mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari ternyata memerlukan pemahaman kita dalam teori tentang ‘hal dan tanggungjawab’. Kadangkala dalam kehidupan kita berinteraksi sesama ikhwan dan akhawat muslim-muslimah, kita terlalu banyak meminta hak tanpa menunaikan tanggungjawab. Kita sering atau pun sedikit lebih sering kesal bila ada saudara kita yang pelayanannya kurang istimewa pada kita. Perasaan ‘makan hati’ seakan memperkuat arus su’uzhan kita kepada saudara kita bahwa ia tidak memiliki akhlaq itsar. Ukhuwahnya standar, ukhuwahnya sangat standar. Akan tetapi bila cerita itu terjadi pada diri kita, seharusnya perlu ada instrospeksi tentang tanggungjawab. Apakah kita seorang mujahid? Apakah kita telah menunaikan tanggungjawab, berjihad, secara istimewa juga????

Kita semua masih ingat bagaimana kisah ukhuwah yang sejati telah dicontohkan oleh para sahabat yang saling itsar dalam hal air minum. Mereka saling mengutamakan saudara mereka sambil berujar dalam kehausan yang sangat, “ah, saudaraku lebih membutuhkan air itu daripada aku”. Dan akhirnya berpindahlah wadah air minum itu ke tangan saudara yang lain, begitu seterusnya hingga ke semua aktor itu menjempaui syahidnya saat itu juga.

Air minum, sederhana sekali menurut kita. Air minum yang mengantarkan mereka ke surga bukan hanya masalah air minum dan perilaku itsar itu, melainkan ada cerita pendahuluan tentang kesejatian akhlaq ukhuwah mereka yakni dengan berjihad. Bukankah peristiwa itu terjadi sesaat setelah berjihad? Atau bukankah TKP dari kisah ukhuwah itu adalah di medan peperangan yang menyisakan luka dan haus bagi mereka? Tentu ya. Hak memperoleh pelayanan ukhuwah yang istimewa mengalir dengan sendirinya tanpa diminta. Namun tak terlupa dengan tanggungjawab yang mendahului, yakni setelah berjihad.

Secara sederhana, sesuai dengan judul di atas, penulis akan mengambil benang merah bahwa ukhuwah itu kadang mengenal batas. Terbaatas apabila tidak ada keseimbangan antara tuntutan hak dan tanggungjawab. Kita tak perlu menntuk hak terlalu banyak apabila tanggungjawab belum tertunaikan dengan baik. Tanggungjawab sebelum menuntut hak memang sangat sulit, tapi perlu pembelajaran yang serius untuk itu. Agar barisan tetap kokoh, agar ukhuwah tetap bermekaran. Tunaikan tanggungjawab, baru hak. Jihad dulu dunk…!
Sebagaimana kaum anshar yang itsar… Sebagaimana Kaum muhajir yang menyelamatkan agama Allah…
Demikian. (JHD)

1 komentar:

IQRA SOLUTIONS mengatakan...

http://iqra-solutions.blogspot.com/

8 Tulisan Populer Pekan Ini