Setelah beberapa lama mengikuti perkuliahan pascasarjana magister di Universitas Jambi, saya diingatkan kembali tentang skripsi sarjana kimia yang pernah saya tulis pada tahun 2009 yakni tentang induksi enzim polifenol oksidase pada tanaman. Saya meneliti tentang pengaruh terinduksinya enzim sebagai respon fisiologis pertahanan akibat adanya perlakuan bakteri.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa setiap tanaman memberikan respon ketahanan untuk setiap ancaman yang dihadapinya. Seperti halnya tubuh manusia juga memiliki sistem resistensi alami terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Demikian juga tanaman memiliki pola ketahanan tubuh untuk melindunginya secara alami dari gangguan bakteri yang masuk.
Untuk setiap perlakukan bakteri pada tanaman, mekanisme resistensinya berjalan. Pada kisaran waktu tertentu, tubuh tanaman akan memancing keluar senyawa kimia tertentu. Sebenarnya, menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, sangat banyak jenis senyawa kimia di dalam tanaman yang mampu menghambat perkembangan jamur dan bakteri sehingga tanaman itu sendiri dapat tahan terhadap penyakit. Senyawa tersebut ialah golonga metabolit sekunder terutama senyawa fenolik, glikosida, dan alkaloid.
Metabolit sekunder tanaman yang terdapat dalam sel dan bersifat anti mikroba dibebaskan dari sel setelah terjadinya kerusakan struktur sel akibat luka atau infeksi dan keadaan ini diaktifkan oleh adanya enzim glikosidase, polifenol oksidase, atau peroksidase. Kehadirian enzim seperti polifenol oksidase secara alami berperan dalam percepatan pembentukan senyawa kimia antimikroba tersebut.
Enzim polifenol oksidase (PPO) adalah enzim oksidoreduktase yang mengandung tembaga (Cu) yang umumnya dikenal berperan dalam proses melanisasi pada hewan dan pencoklatan pada tanaman. Enzim PPO tersebar luas di alam, mempunyai berat molekul 128.000 dalam keadaan murni, tidak berwarna, dan stabil pada pH netral. Pertama kali diidentifikasi pada tahun 1975 dari jamur. Konsentrasi enzim yang tinggi ditemukan pada jamur, umbi kentang, apel, pisang, alpukat, daun teh, biji kopi, dan daun tembakau. Selain pada tanaman, enzim PPO juga ditemukan pada bakteri dan mamalia.
Pada tanaman, enzim PPO terdapat dalam plastida dan kloroplas, juga ditemukan terlarut dalam sitoplasma pada tanaman yang tua dan sebagai fraksi terlarut dari homogenat beberapa sayur.
Enzim polifenol oksidase atau PPO (Polyphenol Oxidase) telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti bahwa enzim tersebut di dalam tanaman berperan terhadap sistem ketahanan dan penyembuhan jaringan yang terluka. Literatur yang membahas tentang peranan enzim PPO dalam reaksi kekebalan tanaman terus menerus dikembangkan oleh para peneliti hingga saat ini, termasuk kajian skripsi yang saya tulis bahwa enzim PPO dapat terinduksi setelah diperlakukan dengan bakteri penyakit darah (blood disease bacterium) pada tanaman pisang kultivar kepok. Mekanisme ketahanan terinduksi dapat dipelajari pada siklus waktu tertentu yang mendukung teori-teori sebelumnya tentang resistensi tanaman.
Beberapa peneliti sebelumnya juga telah melaporkan aktivitas enzim PPO dari berbagai tanaman sebagaimana disajikan dalam hasil publikasi yang dilakukan oleh Dziki dkk., aktivitas enzim PPO telah dipelajari pada berbagai tanaman antara lain : pada apel (Malus sp.), pir (Pyrus sp.), buncis (Vicia faba L.), kentang (Solanum tumerosum L.), daun selada (Lectuca sativa L.), pisang (Musa cavendishii L.), dan kopi (Coffea arabica L.).
Ilmuwan bernama Mr. Thipyapong, pernah melaporkan peranan enzim PPO di dalam ketahanan tanaman tomat dan juga penelitian Mr. Ho pada tanaman anggrek. Thipyapong juga menguraikan secara mendalam dalam publikasinya pada tahun 2007 bahwa enzim PPO sangat erat hubungannya dalam mekanisme resistensi tanaman terhadap patogen (mikroorganisme merugikan). Peningkatan aktivitas PPO dalam jaringan tanaman yang terserang penyakit sejalan dengan bertambah luasnya serangan, makin parah serangan maka jumlah sel yang terangsang menghasilkan PPO akan semakin banyak. Dalam hal ini, peristiwa teransangnya sel yang mengakibatkan hadirnya PPO inilah yang disebut induksi enzim. (Meskipun pada saat ujian sarjana berlangsung, saya sedikit kewalahan dalam menjawab pertanyaan dosen penguji di ruang sidang terkait makna induksi ini).
Lebih lanjut diperoleh kesimpulan bahwa ternyata peningkatan aktivitas PPO merupakan salah satu mekanisme resistensi setelah terjadinya infeksi atau pelukaan terhadap tanaman. Enzim PPO disebut juga polifenolase atau fenolase yang bertanggungjawab untuk terjadinya reaksi pencoklatan. Pigmen coklat yang dihasilkan akan membentuk pertahanan terhadap patogen. Keadaan ini secara sederhana dapat dibuktikan bila buah apel yang telah dikupas atau mendapat perlakuan pelukaan, maka dalam tempo satu hingga dua jam di udara terbuka akan mencoklat, ini menunjukkan bahwa enzim PPO hadir dalam proses pencoklatan. Keadaan tersebut dapat dijelaskan dimana enzim PPO bekerja pada jaringan yang luka atau rusak pada tanaman. Ini terjadi akibat adanya polimerasi spontan dan cross-linking o-quinon. Apabila difenol menjadi o-quinon, atau sering disebut sebagai aktivitas katekolase (oksidoreduktase oksigen difenol, EC 1.10.3.1). Senyawa quinon adalah senyawa yang memiliki molekul elektrofilik reaktif, dapat berpolimerisasi, dan berperan dalam pembentukan pigmen coklat dan hitam. Enzim PPO dalam tanaman tingkat tinggi memiliki peran secara fisiologis yaitu dalam pembentukan pigmen, penghalangan molekul oksigen pada kloroplas, serta pemblokiran radikal bebas dalam jaringan fotosintesis.
Dilihat dari strukturnya, PPO (dalam hal ini katekol oksidase) memiliki enam ligan berupa histidin dan salah satu dari ligan tersebut berikatan secara kovalen dengan sistein. Menurut Siegbahn (2004), mekanisme reaksi PPO dalam pembentukan quinon dimulai dengan reduksi Cu dengan adanya hidroksida. Hidroksida memisahkan proton dari substrat katekol yang pertama. Satu atom oksigen akan terikat langsung pada logam membentuk grup oxo, sementara atom oksigen lain menerima dua proton membentuk molekul air. Pada keadaan ini, Katekol oksidase berubah dari oksigenase menjadi oksidase. Hal ini dijelaskan bahwa proton hidroksil dipisahkan dari substrat oleh anion radikal superoksida. Setelah pergantian produk quinon dengan substrat katekol yang baru, ikatan O–O dari peroksida terputus. Ini menyebabkan adanya transfer proton dari satu grup hidroksil katekol. Keadaan ini dinamakan keadaan transisi yang diikuti oleh pemisahan atom H dari substrat, meninggalkan kompleks Cu dengan quinon. Setelah penyerahan elektron pada atom logam, produk quinon segera terbentuk.
Selain berperan dalam mekanisme resistensi, dalam kimia analitik enzim PPO digunakan untuk membantu menganalisis senyawa-senyawa kimia obat seperti parasetamol dan askorbat, dimana senyawa-senyawa ini akan menjadi senyawa bentuk teroksidasi setelah diperlakukan dengan enzim. Senyawa baru yang terbentuk akan bersifat menghantarkan listrik dan ini dapat diukur melalui metode elektroanalisis. Senyawa hasil oksidasi oleh PPO inilah yang selanjutnya mewakili konsentrasi sebenarnya dalam larutan senyawa obat tadi melalui perhitungan proporsional secara stoikiometri.
Ditulis oleh alumnus S1 Kimia Universitas Andalas, saat ini sedang menempuh studi S2 Pendidikan IPA-Kimia Universitas Jambi.
1 komentar:
Knp pustakanya tdk dicantumkan? Akan lebih baik jika sumber rujukannya ada..
Posting Komentar