PENDAHULUAN
Negeri dengan populasi tinggi sebesar Indonesia,
dengan penduduk sekitar 250 juta mutlak membutuhkan perhatian besar terhadap
aspek industri pertanian. Kebutuhan pangan penduduk yang begitu banyak, dengan
keinginan maju yang amat kuat dari segenap rakyat, sangat membutuhkan pola
pengelolaan industri pertanian yang mapan dan masif sebagai pendukung utama
ketahanan pangan. Mengandalkan impor pangan adalah sebuah kemunduran
ekonomi dan kelemahan yang melenakan. Untuk itu optimalisasi industri pertanian
harus dilakukan secara lebih terarah dan berkelanjutan.
Beberapa hal yang mampu
mendukung suksesnya industri pertanian adalah tersedianya alat pertanian yang
memadai, pupuk, dan pestisida. Di antara berbagai macam pencemaran lingkungan,
penggunaan pestisida yang umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia pencemar
menjadi masalah dalam industri ini. Penggunaan pestisida untuk mendukung
kemajuan industri pertanian adalah aspek yang penting dikaji sehubungan dengan
beberapa dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa pestisida kimiawi atau disebut pestisida sintetis, selain
sisi positif berupa terhindarnya tanaman dari gangguan hama atau
penyakit, pestisida juga menjadi ancaman yang sangat serius bagi lingkungan. Bahaya
serius ini dapat mengancam populasi hewan dan juga memiliki dampak yang buruk
bagi kesehatan manusia. Bahan-bahan kimia pestisida menjadi bahaya besar dalam
bentuk yang terakumulasi di dalam tanah dan perairan. Akumulasi ini ibarat bom
waktu terhadap penurunan kualitas lingkungan perarairan dan tanah.
Selain dampak
lingkungan berupa pencemaran air tanah, dampak lain berupa matinya musuh alami
dari hama maupun patogen dan akan menimbulkan resurgensi, yaitu serangan hama
yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Kemudian munculnya serangan hama
sekunder akibat predator hama sekunder telah ikut terbunuh dengan adanya
pestisida yang digunakan. Penggunaan dengan dosis di luar batas juga mampu
menimbulkan resistensi patogen terhadap pestisida tertentu sehingga diperlukan
dosis yang lebih tinggi lagi bahkan formulasi pestisida kimiawi yang lebih
kompleks lagi. Semakin kompleks struktur kimia pestisda maka semakin sulit bagi
alam untuk ‘menjinakkannya’.
Permasalahan aspek dan
dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pestisida kimiawi dipandang sebagai
suatu hal yang perlu diuraikan dalam karya tulis ini. Berdasarkan studi dari
beberapa literatur atau bahan bacaan, penulis akan merumuskan beberapa solusi
yang tepat untuk menanggulangi dampak lingkungan akibat penggunaan pestisida,
setidaknya mampu memberikan altenatif untuk dipikirkan dan dilakukan oleh
pelaku industri pertanian saat ini. Kesadaran terhadap tingginya potensi bahaya
yang ditimbulkannya diharapkan dapat membantu penanggulangan tindakan-tindakan
berlebihan dalam penggunaan zat kimia beracun ini.
ASPEK LINGKUNGAN :
PENGGUNAAN PESTISIDA
Ekstensifikasi industri
pertanian dengan menggunakan aneka teknologi seperti penggunaan pupuk, varietas
unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan
membawa perubahan pada ekosistem yang juga diikuti oleh masalah serangan hewan
pengganggu. Cara yang cukup umum digunakan adalah menggunaka pestisida untuk
melawan jasad pengganggu taaman tersebut sehingga dapat menyelamatkan industri
pertanian dari kehilangan produk hasil panen.
Pestisida tidak hanya
berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian
saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan
kayu dan hasil hutan yang lainnya. Pestisida juga berperan dalam bidang
kesehatan dan rumah tangga yakni untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit
manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan.
Pestisida adalah bahan
kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan dari
hama, penyakit, dan gulma. Tanpa menggunakan pestisida akan terjadi penurunan
produksi industri pertanian.
Pestisida tersusun dan
unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105 unsur. Namun yang sering
digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur. Unsur atau atom yang lebih
sering dipakai adalah C, H, O, N, P, Cl, Fe, Cu, Hg, Pb, dan Zn. Setiap
pestisida mempunyai sifat yang berbeda. Sifat pestisida yang sering ditemukan
adalah daya, toksisitas, rumus empiris, rumus bangun, formulasi, berat molekul
dan titik didih.
Pestisida dikategorikan
berdasarkan jenis organisme yang populasinya akan dikendalikan. Adapun kategori
ini antara lain :
Insektisida, berasal
dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi
untuk membunuh serangga.
Bakterisida, berasal
dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi untuk melawan
bakteri
Nematisida, berasal
dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi
untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar).
Herbisida, berasal dari
kata latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi membunuh gulma
(tumbuhan pengganggu).
Fungisida, berasal dari
kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk
membunuh jamur atau cendawan.
Rodentisida, berasal
dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh
binatang pengerat, seperti tikus.
Molluksisida, berasal
dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi
untuk membunuh siput.
Akarisida, berasal dari
kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering
juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu
Larvisida, berasal dari
kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.
Avisida, berasal dari
kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh
atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung.
Piscisida, berasal dari
kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan.
Ovisida, berasal dari
kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur.
Algisida, berasal dari
kata alge yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk
melawan alga.
Termisida, berasal dari
kata Yunani termes yang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi untuk
membunuh rayap.
Pedukulisida, berasal
dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau
tuma.
Predisida, berasal dari
kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa
(predator).
Silvisida, berasal dari
kata latin silva yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon.
Selain kategori
pestisida berdasarkan akhiran –sida, beberapa pestisida kimiawi lainnya antara
lain : atraktan (zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi
tertarik sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya
dengan perangkap), kemosterilan (zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga
atau hewan bertulang belakang), defoliant (zat yang dipergunakan untuk
menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan
kedelai), desiccant (zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian
tanaman lainnya), disinfektan (zat yang digunakan untuk membasmi atau
menginaktifkan mikroorganisme), zat pengatur tumbuh (zat yang dapat
memperlambat, mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman), repellent (zat
yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya,
contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk),
sterilan tanah (zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik
atau biji gulma), pengawet kayu (biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP),
stiker (zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin
dan hujan), surfaktan dan agen penyebar (zat untuk meratakan pestisida pada
permukaan daun), inhibitor (zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas),
stimulan tanaman (zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan
memastikan terjadinya buah).
Pestisida juga dapat
dibedakan berdasarkan ketahanannya yakni pestisida golongan resisten dan
pestisida kurang resisten. Pestisida resisten adalah pestisida yang
meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan secara signifikan dan sangat sulit
untuk diuraikan secara alami. Sedangkan yang kurang resisten adalah pestisida
yang pengaruhnya terhadap lingkungan lebih kecil bahkan dapat diabaikan.
Pestisida yang resisten
termasuk di antaranya golongan organochlorines. Pestisida ini meninggalkan
residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai
makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin. Pestisida
kelompok organofosfat adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif
sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion,
Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain.
Pestisida sebelum
digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni
biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri
atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi nama. Nama
formulasi pestisida yang sering dijumpai antara lain : formulasi cairan emulsi
(emulsifiable concentrates/emulsible concentrates), formulasi butiran
(granulars), formulasi debu (dust), formulasi tepung (powder), formulasi oli
(oil), dan formulasi fumigansia (fumigant).
Pestisida juga dapat
dikategorikan berdasarkan cara kerjanya dalam mengendalikan sasaran antara lain
:
Pestisida kontak,
berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.
Pestisida fumigan,
berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas
Pestisida sistemik,
berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan. Hama
akan mati kalau mengisap cairan tanaman.
Pestisida lambung,
berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.
DAMPAK LINGKUNGAN
PESTISIDA KIMIAWI
Peningkatan kegiatan
industri pertanian selain meningkatkan produksi pertanian juga menghasilkan
limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat untuk
meningkatkan produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia.
Pestisida Kimiawi dan
Pencemaran Udara
Pestisida berkontribusi
sebagai polutan udara. Pestisida kimiawi yang tersuspensi ke dalam udara yang
akan dibawa oleh angin ke seluruh penjuru mampu menjadi kontaminan yang
berbahaya terhadap lingkungan. Kecepatan angin merupakan salah satu faktor pendukung
pendispersian polutan udaram termasuk pestisida. Pestisida umumnyabersifat
volatil. Hal inilah yang merupakan jalan bagi zat ini untuk terdipsersi
ke dalam udara. Faktor lain yang amat mendukung adalah faktor cuaca seperti
angin, suhu lingkungan, dan kelembaban udara.
Pestisida Kimiawi dan
Pencemaran Air dan Tanah
Beberapa senyawa kimia
penyusun pestisida adalah kontaminan tanah yang persisten dalam arti bahwa
sifat pencemarannya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama bertahan di
dalam tanah. Penggunaan pestisida menurunkan biodiversitas di dalam tanah.
Degradasi dan penyerapan adalah dua faktor yang sangat mempengaruhi sifat
persisten pestisida dalam tanah.
Pestisida bergerak dari
lahan pertanian menuju aliran sungai dan danau yang dibawa oleh hujan atau
penguapan, tertinggal, atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan
tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah.
Penumpahan yang tidak
disengaja atau membuang bahan bahan kimia yang berlebihan pada permukaan air
akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi oleh
pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya, dimana
kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan
diserap oleh partikel-partikel tanah.
Fiksasi nitrogen
dibutuhkan di dalam pertumbuhan tanaman. Insektisida seperti DDT, methyl
parathion, dan pentachlorophenol telah menunjukkan pengaruh terhadap sinyal
kimia rhizobium yang berperan dalam pengikatan nitrogen di dalam tanah. Reduksi
terhadap sinyal tersebut akan mengurangi fiksasi nitrogen sehingga berpengaruh
pada menurunnya hasil panen bila dibandingkan dengan tanah berkualitas tanpa
polutan pestisida, dimana fiksasi nitrogen berlangsung normal.
Pestisida Kimiawi Terhadap Hewan
Pestisida kimiawi memiliki dampak yang
sangat besar terhadap keberadaan biota. Hewan mengalami keracunan akibat adanya
residu pestisida tertinggal pada tanaman yang disemprot dengan pestisida. Hewan
yang berada di sekitar tanaman apabila berinteraksi dengan tanaman tersebut
dari dekat maka akan mengalami keracunan yang tidak dikehendaki. Hal yang cukup
mengkhawatirkan adalah masuknya residu pestisida ke dalam rantai makanan,
contohnya ketika seekor burung memakan serangga yang telah terkena pestisida. Denga
sendirinya burung tersebut akan mengalami keracunan. Beberapa pestisida dapat
mengalami bioakumulasi secara permanen atau sementara pada tubuh organisme. Hal
ini akan mempengaruhi kualitas hidup beberapa hewan yang gagal dalam
mempertahankan dirinya dari keracunan secara bertahap.
Pestisida Kimiawi
Terhadap Manusia
Pestisida masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan yakni dengan menghirup aerosol, debu,
atau uap yang mengandung pestisida. Masuknya pestisida juga dapat melalui
konsumsi bahan makanan dan air yang telah tercemar kimia pestisida, atau dengan
kontak langsung dengan bagian terluar (kulit) yang mengakibatka iritasi serius.
Tingkat bahaya yang
ditimbulkan oleh pestisida bergantung kepada tingkat toksisitas kimiawi
penyusun pestisida tersebut. Umumnya, anak-anak lebih sensistif terhadap
polutan daripada orang dewasa. Bahaya yang diakibatkannya antara lain : iritasi
kulit, kanker, perubahan genetik atau mutasi, bayi lahir cacat, gangguan pada peredaran
darah dan saraf, gangguan pada sistem reproduksi, CAIDS (Chemically
Acquired Deficiency Syndrom), bahkan koma dan atau kematian langsung dapat
terjadi.
Pestisida yang paling
banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah
pestisida golongan organoklorin yang bersifat resisten. Tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain,
karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar