Pada setiap selesainya umat Islam menunaikan
shalatnya, kalimat apa yang pertama kali terdengar? Ya betul, kalimat yang
pertama kali mereka ucapkan setelah shalat selesai adalah: “Astaghfirullah”.
Itu kalimat istighfar, kalimat mohon ampun kepada sang pemilik ampunan.
Setiap amal di dalam Islam diakhirkan
dengan istighfar sebagai permulaan bagi amal-amal berikutnya. Allah selalu
memberikan kita kesempatan untuk introspeksi diri pada setiap berakhirnya amal,
apakah amal yang baru saja dilakukan telah sempurna atau memang ada yang perlu dibenahi untuk amal-amal berikutnya. Mungkin amal-amal yang baru saja dilakukan
masih mengandung cacat, sadar atau pun tidak, mungkin tak sempurna karena sifat
dasar manusia itu sendiri yang tak sempurna. Itulah sebabnya kita beristighfar
pada akhir sebuah amal. Penyempurna!
Al-Qur’an surat An Nashr secara jelas
mengisyaratkan kepada kita tentang urgensi istighfar pada setiap selesainya
amal. Di dalam surat tersebut, tampak bagi kita bahwa bukan hanya amal yang
berupa ibadah shalat saja yang perlu istighfar. Amal yang melibatkan banyak orang berupa perjuangan dakwah,
mengajak manusia ke jalan Allah perlu juga diakhiri dengan istighfar. Apabila
telah datang pertolongan dengan kemenangan dan terlihat umat manusia
berbondong-bondong menuju agama Allah, istighfar diperlukan di sana, “fastaghfirhu,
innahu kana tawwaban”. Mohonlah ampunan pada-Nya, sebab hanya Dia lah yang
menerima taubat.
Istighfar adalah kalimat kunci taubat. Ketika
taubat telah diikrarkan maka istighfar adalah pembukanya. Persoalan apakah
istighfar diucapkan dengan suara nyaring atau suara rendah atau tersembunyi itu
dapat menyesuaikan keadaaan. Taubat pada dasarnya merupakan hubungan Allah dan hamba-Nya, tetapi
ada kalanya perlu persaksian dari manusia jika amal itu berkaitan erat dan
secara langsung berhubungan dengan manusia.
Lihatlah bagaimana proses panjang
istighfar dari seorang Ka’ab bin Malik, prosesnya secara jelas ditampakkan di
hadapan umat ketika itu. Ka’ab bin Malik melalui proses taubatnya (baca:
istighfar) dalam sepengetahuan publik. Adalah Nabi sebagai orang yang menginstruksikan
dan pertama kali melakukan publikasi atas istighfar panjang yang dilakukan Ka’ab hingga
kemudian Allah menerima taubatnya. Jelas bagi kita bahwa istighfar adalah
urusan Allah untuk menerimanya, baik dengan terlibatnya massa ataupun tidak. Sekali lagi, baik dengan terlibatnya massa ataupun tidak.
Perlu dicatat, tidak semua jenis istighfar berasal dari adanya kesalahan yang dilakukan sebagaimana halnya Ka’ab. Istighfar di akhir shalat adalah
jenis lain, bukan karena kesalahan tetapi itu sebagai penyempurna. Istighfar
pada intinya sebagai sarana yang disediakan Allah bagi kita untuk menyempurnakan
amal, baik yang lalu maupun untuk akan datang. Semoga pertolongan dan
kemenangan itu semakin dekat (insyaAllah), maka bersiaplah, beristighfarlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar