Alhamdulillah saya diberikan kesempatan oleh
Allah untuk menikmati lebaran seru di tahun ini. Ini adalah lebaran yang
berbeda dari beberapa tahun ke belakang. Berlebaran dengan istri tercinta dan keluarga
besar kami di Lampung, memberikan kesan dan kenangan istimewa di tahun ini.
Alhamdulillah.
Lebaran ini bertema “Keliling Lampung”
karena ini adalah pertama kalinya saya dan istri setelah menikah melakukan perjalanan ke
kampung mertua (Papa dan Mama), sekaligus silaturrahim kepada kakek, nenek,
paman, bibi, sanak saudara kami di seantero Lampung. Tidak lupa juga melakukan
ziarah ke makam kakek kami (Almarhum Hasbullah bin Ahmad Bakri). Cerita yang
saya tulis ini tidak utuh menggambarkan seluruh kebahagiaan saya dan istri,
karena hanya beberapa potongan cerita yang layak dikonsumsi publik saja yang dapat
saya tuliskan, selebihnya biarlah menjadi kenangan di dalam ingatan kami
masing-masing.
Hari Pertama di Lampung (Senin, 4 Juli 2016)
Kota Bandar Lampung, ini adalah kota yang
pertama kali kami datangi dalam rangka Mudik Lebaran tahun ini. Menemui kota
ini di saat orang sedang bersahur. Alhamdulillah, perjalanan dari Kota Jambi
lancar tiada hambatan apapun. Siang harinya kami berjalan ke arah pusat kota
Bandar Lampung, orang di sini menyebutnya Tanjung Karang, nama kotanya di masa
silam sebelum ‘merger’ dengan Teluk Betung sehingga akhirnya membentuk nama
kota “Bandar Lampung”. Di pusat kota, kami berbelanja ala kadarnya karena kami
mengendarai sepeda motor, bahkan jika dilihat dari jumlah banyaknya belanjaan kami,
mungkin sudah melewati berat yang diizinkan untuk sepeda motor. Untung saja
tidak ada DLLAJR yang melakukan razia batas angkut maksimum, hehe.
Perjalanan pulang ke rumah melewati jalan yang
berbeda dengan perjalanan pada saat kami berangkat menuju pusat kota. Jalan ini
lebih sepi, jalanannya naik turun melewati perbukitan kecil. Entahlah saya
tidak tahu dimana, pokoknya semua urusan rute perjalanan di “kota asing” ini
telah saya serahkan sepenuhnya kepada navigatornya, istri saya yang tercinta,
Rully Fatriani. Mudah-mudahan suatu saat saya akan menjadi
sang master yang dapat menguasai dengan sempurna setiap jengkal jalan raya dan denah
lokasi di kota ini. Bismillah. Insyaallah. Menurut rencana, insyaallah ini
adalah kota dimana kami berdua akan menikmati masa tua.
Sesampainya di rumah, istri saya langsung
bersiap untuk menyiapkan takjil. Sebenarnya ada harapan agar Papa dan Mama bisa
datang lebih awal sebelum waktu berbuka tiba. Papa, Mama beserta adik (Dian
Rizkilia) sedang dalam perjalanan dari Kota Agung (Kabupaten Tanggamus) menuju Kota
Bandar Lampung. Istri saya bilang di saat kami masih di pasar “Do, kita tak
usah beli makanan, mama biasanya juga udah masak, insyaallah bawa makanan”.
Sudah hampir maghrib pertanda waktu ifthar akan
tiba. Yang ditunggu-tunggu pun tidak kunjung datang, terpaksalah kami berbuka
dengan kesabaran, hehe. Beruntung istri saya dan adik (Debbi Angelica) dengan
cepat membuat es buah dan mi goreng ala chef Rully sebagai takjil dadakan karena
skenario menunggu masakan Mama tidak membuahkan hasil. Mama baru tiba di rumah
setelah Maghrib. Rencana memang tidak terlalu berubah drastis, Mama membawa
makanan yang lumayan cukup untuk menggembirakan hati (baca: perut) anak-anaknya
seusai Maghrib ini. Waduh, ini perlu dipertanyakan kembali nih, jadi yang ditunggu
adalah masakannya ya, bukan Mamanya?! Hmmm.
Malam ini adalah malam untuk bertarawih yang
terakhir kalinya di tahun 1437H. Setelah makan malam, saya dan Papa menuju
Masjid Ar-Rahman yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah. Tarawih malam
ini dipimpin oleh salah seorang imam yang menurut saya hafalan Al-Qurannya
lumayan banyak dari juz 28 dan juz 30, namun bacaan Al-Qurannya agaknya perlu
pembenahan lebih lanjut. Semoga Allah memudahkan beliau belajar Al-Quran. Amin.
Hari Kedua di Lampung (Selasa, 5 Juli 2016)
Hari ini adalah hari terakhir puasa. Menurut
informasi dari Kementerian Agama RI, besok insyaalah kaum muslim se-Indonesia
akan berlebaran Idul Fitri. Ingat, ini idul fitri bukan idul adha. Bagi siapapun
yang punya daging dan lemak berlebih di tubuh, tak perlulah kiranya cemas dan
khawatir akan disembelih, hehe.
Di siang hari ini kami akan melakukan safar
menuju Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Ini adalah kampung dari Papa, artinya
ini adalah kampung istri saya dan sekaligus secara tidak langsung adalah
kampung saya juga, boleh tak? Ya sudah kalau tak boleh, tak ape. Saya ulangi
kembali bahwa ini adalah kampung istri saya, kampungnya bu dosen yang juga merangkap
sebagai bu bidan dan sekaligus Ibu bagi Rumah Tangga saya, lebih kerennya
Manajer Rumah Tangga idaman saya, meskipun rumahnya dan juga tangganya masih
belum ada. Sabar ya sayang, perlu lebih banyak istighfar dan shalawat untuk
mendapatkannya. Insyaalah. Nah, kok jadi mirip curhat?!
Oke, kita lanjutkan cerita seru ini. Perjalanan
dari Kota Bandar Lampung ke Kotabumi ini adalah perjalanan yang tidak terlalu
lama, bahkan terbilang cepat, karena ternyata Papa punya kemampuan menyetir
yang sangat baik pada kecepatan yang mantap. Penumpang mobil adalah Mama, Saya,
Istri, dan Adik-Adik (Debbi, Uci dan Lia), semuanya berjumlah 7 orang. Alhamdulillah,
kami sampai dengan selamat di rumah Papa di Kotabumi, tepatnya di Kelurahan
Kota Alam, Kecamatan Kotabumi Selatan, Kabupaten Lampung Utara.
Sore harinya saya dan istri ke pasar untuk
membeli air minum kemasan dan membeli makanan, tambahan sekadarnya untuk
berbuka, kali ini kami menggunakan sepeda motor yang dipinjamkan Pak Cik Abu
Sofyan, adik Papa. Alhamdulillah, senangnya hati di sore ini berjalan-jalan di
Kotabumi bersama istri tersayang. Dan malampun hampir tiba, Maghrib berlabuh,
kami menyelesaikan shaum Ramadhan di tahun ini. Alhamdulillah.
Hari Ketiga di Lampung (Rabu, 6 Juli 2016)
Allahu Akbar wa Lillahil Hamd, Allah maha besar
dan hanya baginya segala pujian. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H,
taqabalallahu minna wa minkum, semoga Allah menerima amal ibadah kita.
Hari ini hari raya. Kami menunaikan shalat id
di masjid yang juga tidak jauh dari rumah. Nama masjidnya adalah Masjid Nurul
Wathon. Siang ini kami bersilaturrahim di Rumah Tua, di rumah ini kami
mengunjungi Mamah Tan Indra Bulan, isteri dari Papah Tan. Papah Tan adalah kakak
tertua Papa. Berkumpullah kami di rumah ini di siang hari nan berbahagia. Di
rumah yang lumayan besar ini juga ada “Nan” Welly Achmad beserta istri dan
anak-anaknya. Nan Welly adalah abang tertua di keluarga besar, sekaligus sebagai
penerus utama jalur keturunan kakek (Sidi). Beliau ini yang menjadi salah
seorang saksi pada saat prosesi akad nikah saya beberapa waktu yang lalu di
Bandar Lampung. Lihat video akad nikah saya di You Tube, beliau duduk tepat di
sebelah kanan saya di ujung meja. Di rumah ini juga ada Abang Fredi dan Cici
Wita, adik-adik Nan Welly yang sedang berlebaran bersama Mamah Tan.
Selanjutnya kami ke Rumah Pak Cik Yan (Adik
laki-laki Papa) dan Muda Yus (Adik perempuan Papa). Di rumah Muda Yus, di sini
ada nenek kami, Ibu kandung Papa (biasa dipanggil Nyunya di dalam keluarga).
Nyunya adalah salah satu nama panggilan untuk menyebut nenek. Di setiap titik
pemberhentian silaturrahim, makan dan minum sudah menjadi hiasannya. Alamak,
perut sudah full banget ini lho. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan si perut. Insyaallah.
Setelah shalat Zhuhur kami menuju Kota Krui,
ibukota Kabupaten Pesisir Barat. Krui adalah kampung dari Mama dan sekaligus
juga kampung Nyunya, nenek kami dari Papa. Perjalanan kami akan melewati Kota
Liwa, ibukota Kabupaten Lampung Barat. Ini adalah perjalanan yang lumayan
panjang. Saya juga ikut menyetir namun kurang dari separuh perjalanan,
tanda-tanda kurang fokus sudah ada. Maklum masih supir baru karena ini lintasan
yang baru bagi saya. Apalgi lintasannya banyak berbelok melintasi perbukitan.
Dari Kotabumi ke Krui, kami berhenti istirahat
sebanyak dua kali, pertama berhenti di Masjid (entah apa nama masjidnya, tapi
pokoknya ini masjid keren) dan kedua berhenti untuk makan sate di Liwa, Lampung
Barat. Pemberhentian pertama di suatu masjid nan indah di Lampung Barat, masjid ini begitu ramai disinggahi. Fasilitasnya memadai, sungguh membanggakan negeri Lampung khususnya Lampung Barat. Di sini kami cekre-cekrek, dibantu oleh pada bidadari Ali Imron's (Debbi, Uci, dan Lia). Tidak lupa menyempatkan foto berdua bersama istri serta foto keluarga (minus Papa yang lagi istirahat di samping masjid). Pemberhentian kedua di warung sate dan mie ayam. Penjualnya patut diacungi jempol dalam mencari nafkah, walaupun momen lebaran mereka tetap semangat membuka warung. Semoga Allah memberkahi rezeki mereka. Jangan tinggalkan shalat fardhu ya!
Alhamdulillah, tepat di waktu Maghrib kami tiba
di Kota Krui, Pesisir Barat Lampung. Malam ini kami menemui Datuk (panggilan untuk kakek dari Mama) dan
Andung (panggilan untuk Nenek dari Mama). Malam ini rombongan mudik dibagi
dua tim, sebagian menginap di rumah datuk dan sebagiannya di rumah Bik Cik
(adik Mama) yang tidak jauh dari rumah datuk. Saya dan istri menginap di rumah
Bik Cik.
Hari Keempat di Lampung (Kamis, 7 Juli 2016)
Selamat Pagi Krui. Begitulah ucapan saya kepada
kota berpantai indah ini. Kota ini terletak di pantai barat Pulau Sumatera.
Kalau ditarik garis pantai barat dari arah utara ke arah selatan Pulau Sumatera
maka kita akan menyinggahi banyak kota pesisir seperti Sibloga, Pariaman,
Padang, Painan, Bengkulu, Manna, Bintuhan, dan Krui. Potensi wisata bahari
sangat besar dan dapat mendatangkan pendapatan yang besar bagi masyarakat
daerah itu apabila pemerintah memberikan perhatian serius dalam penataannya.
Pagi ini saya diajak suami Bik Cik (dipanggil
Awan) berkeliling Krui, melihat Labuhan Jukung Krui yang tampaknya sudah mulai
diperhatikan oleh pemerintah setempat. Di pasar, kami membeli serabi asli krui,
tanpa pemanis. Pelanggannya sangat banyak sehingga harus mengantri lama, bahkan
hingga satu jam untuk mendapatkan kue ini, tidak terkecuali kami yang juga
harus menunggu lama.
Sesampainya di rumah langsung menikmati serabi.
Kemudian saya menuju belakang rumah Bik Cik, di sana ada kambing etawa dan
kolam lele. Nah, di sinilah saya memancing ikan lele sebanyak tiga ekor.
Alhamdulillah. Maka jadilah sarapan pagi dengan menu lele goreng kesukaan dan
sekaligus hasil tangkapan sendiri. Hmmm maknyus.
Menjelang Zhuhur kami menuju rumah Datuk (Paman
Mama) untuk bersilaturrahim di sana. Keluarga besar datuk sepertinya sudah
lengkap di dalam rumahnya, minus Ncik Nelly. Setelah berbincang agak berapa
lama, panggilan shalat Zhuhur berkumandang dari masjid yang tidak jauh dari
rumah datuk. Masjid ini dibangun oleh salah seorang Jenderal TNI kelahiran Krui
namun beliau berdarah Jawa. Semoga Allah melimpahkan kebaikan baginya.
Perjalanan berikutnya adalah menuju Kota Agung,
Kabupaten Tanggamus, daerah dimana Papa berdinas selama hampir dua puluh tahun
terakhir. Sebelum di Tanggamus, Papa berdinas di Kotabumi di Lampung Utara.
Saya kembali diamanahkan menjadi pilot sedangkan Papa jadi kopilotnya.
Perjalanan dari Krui ke Kota Agung hanya berjarak 150 km saja. Menjelang waktu
Ashar, kami singgah istirahat di sebuah masjid yang terletak di sebelah kanan
jalan sunyi sepi lintas Krui-Kota Agung. Masjid ini juga dibangun oleh seorang
Jenderal Polisi, semoga Allah memberikan keberkahan baginya. Di titik ini pula
pergantian supir kembali terjadi. Alhamdulillah tiba di Kota Agung dengan
selamat sebelum waktu Maghrib.
Hari Kelima dan Keenam di Lampung
Cerita hari kelima dan keenam di Lampung, insyaalah
akan dilanjutkan pada postingan berikutnya: Lebaran Seru Keliling Lampung, Alhamdulillah (Part 2)
Catatan:
Foto-foto dokumentasi bisa dilihat di INSTAGRAM @julmusaahmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar