Pulau Bawa adalah pulau yang
terletak di bagian barat Pulau Nias, tepatnya di Kecamatan Sirombu Kabupaten
Nias Barat. Pulau ini merupakan satu di antara delapan pulau kecil yang ada di
kepulauan Nias Barat, orang luar Nias menyebutnya Kepulauan Hinako. Saya memang
tidak dilahirkan di pulau ini, tetapi saya memiliki hubungan yang sangat kuat
dengan pulau ini.
Di Pulau Bawa, kakek saya
Muhammad Syarif Daeli memiliki kebun kelapa yang diwarisinya dari orangtuanya. Kebun
ini memang tidak terlalu luas, namun cukup untuk menjadi sumber penghidupan
keluarga di kala itu. Kakek saya meninggal dunia sekitar Tahun 1960-an (saya
tidak tahu tanggal dan tahun persisnya), saat itu Bapak saya (Ahmad Musa Daeli,
kelahiran Pulau Bawa 1955) masih berumur sekitar 9-10 Tahun. Sepeninggal kakek, Bapak
menjadi yatim. Bapak saya adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Selanjutnya Nenek (Zaleha/Saleha
Waruwu) menjadi “single parent” mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang
berjumlah tiga putri dan satu putra. Nenek hanya mengandalkan hasil kebun
kelapa. Tetap menjanda, tidak menikah lagi. Umumnya orang Nias terutama di
Pulau Bawa / Kepulauan Hinako apabila telah menjanda maka mereka jarang sekali berkehendak
untuk suami lagi kecuali jika ada faktor-faktor yang memang memaksa mereka harus
bersuami lagi.
Perkampungan di Pulau Bawa (gambar dari fokusniasbarat.wordpress.com) |
Dari penuturan Nenek (beliau meninggal
Tahun 2007, terakhir bertemu saya di Tahun 2004) dan juga tuturan Bapak (beliau
meninggal tahun 2011), dahulu di Pulau Bawa atau Kepulauan Hinako secara umum penduduknya
lumayan sejahtera dari hasil berkebun kelapa. Sebagian besar dataran pulau
ditanami dengan pohon kelapa (nyiur). Perkebunan ini dikelola secara
konvensional, beberapa orang pekerja didatangkan dari daratan Nias untuk
bekerja memelihara perkebunan, melakukan pembersihan kebun, hingga pemanenan
buah kepala dan proses pengolahannya lebih lanjut menjadi kopra. Selanjutnya
melalui bantuan pengusaha Cina (toke kehai), hasil kopra tadi dijual ke
Sibolga, daratan Pulau Sumatera, menggunakan kapal-kapal besar yang datang
secara rutin ke Kepulauan Hinako.
Mulai tahun 1980-an, produktivitas perkebunan kelapa mulai
turun karena tidak ada upaya yang serius untuk melakukan penanaman kembali. Ditambah
pula dengan menurunnya harga kopra (diduga) sebagai akibat teknologi pengolahan
minyak sawit sudah semakin populer. Bahkan pada saat itu ada bermunculan periset
kimia pangan yang kemungkinan dibiayai risetnya oleh industri kelapa sawit saudah
mulai mengarahkan opini publik bahwa minyak kelapa sawit lebih sehat dari pada
minyak kelapa (nyiur). Kemudian hasil riset ini dibantah kembali pada tahun
2000-an dengan diperkenalkannya “VCO” atau virgin coconut oil oleh para periset
kimia pangan atau para pakar biokimia. VCO jauh lebih sehat daripada minyak
sawit. Nah lho!?
Delapan pulau di Nias Barat (sumber peta dari internet) |