SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Minggu, 17 Juli 2016

Pulau Bawa Dahulu Kala

Pulau Bawa adalah pulau yang terletak di bagian barat Pulau Nias, tepatnya di Kecamatan Sirombu Kabupaten Nias Barat. Pulau ini merupakan satu di antara delapan pulau kecil yang ada di kepulauan Nias Barat, orang luar Nias menyebutnya Kepulauan Hinako. Saya memang tidak dilahirkan di pulau ini, tetapi saya memiliki hubungan yang sangat kuat dengan pulau ini.

Di Pulau Bawa, kakek saya Muhammad Syarif Daeli memiliki kebun kelapa yang diwarisinya dari orangtuanya. Kebun ini memang tidak terlalu luas, namun cukup untuk menjadi sumber penghidupan keluarga di kala itu. Kakek saya meninggal dunia sekitar Tahun 1960-an (saya tidak tahu tanggal dan tahun persisnya), saat itu Bapak saya (Ahmad Musa Daeli, kelahiran Pulau Bawa 1955) masih berumur sekitar 9-10 Tahun. Sepeninggal kakek, Bapak menjadi yatim. Bapak saya adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Selanjutnya Nenek (Zaleha/Saleha Waruwu) menjadi “single parent” mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berjumlah tiga putri dan satu putra. Nenek hanya mengandalkan hasil kebun kelapa. Tetap menjanda, tidak menikah lagi. Umumnya orang Nias terutama di Pulau Bawa / Kepulauan Hinako apabila telah menjanda maka mereka jarang sekali berkehendak untuk suami lagi kecuali jika ada faktor-faktor yang memang memaksa mereka harus bersuami lagi.

Perkampungan di Pulau Bawa (gambar dari fokusniasbarat.wordpress.com)
Dari penuturan Nenek (beliau meninggal Tahun 2007, terakhir bertemu saya di Tahun 2004) dan juga tuturan Bapak (beliau meninggal tahun 2011), dahulu di Pulau Bawa atau Kepulauan Hinako secara umum penduduknya lumayan sejahtera dari hasil berkebun kelapa. Sebagian besar dataran pulau ditanami dengan pohon kelapa (nyiur). Perkebunan ini dikelola secara konvensional, beberapa orang pekerja didatangkan dari daratan Nias untuk bekerja memelihara perkebunan, melakukan pembersihan kebun, hingga pemanenan buah kepala dan proses pengolahannya lebih lanjut menjadi kopra. Selanjutnya melalui bantuan pengusaha Cina (toke kehai), hasil kopra tadi dijual ke Sibolga, daratan Pulau Sumatera, menggunakan kapal-kapal besar yang datang secara rutin ke Kepulauan Hinako.

Mulai tahun 1980-an, produktivitas perkebunan kelapa mulai turun karena tidak ada upaya yang serius untuk melakukan penanaman kembali. Ditambah pula dengan menurunnya harga kopra (diduga) sebagai akibat teknologi pengolahan minyak sawit sudah semakin populer. Bahkan pada saat itu ada bermunculan periset kimia pangan yang kemungkinan dibiayai risetnya oleh industri kelapa sawit saudah mulai mengarahkan opini publik bahwa minyak kelapa sawit lebih sehat dari pada minyak kelapa (nyiur). Kemudian hasil riset ini dibantah kembali pada tahun 2000-an dengan diperkenalkannya “VCO” atau virgin coconut oil oleh para periset kimia pangan atau para pakar biokimia. VCO jauh lebih sehat daripada minyak sawit. Nah lho!?

Delapan pulau di Nias Barat (sumber peta dari internet)
 

8 Tulisan Populer Pekan Ini