Ini adalah lanjutan dari postingan sebelumnya.
Bagi yang belum membaca cerita awalnya, silakan klik di tautan ini: LebaranSeru Keliling Lampung, Alhamdulillah (Part 1).
Hari Kelima di Lampung (Jumat, 8 Juli 2016)
Selamat Pagi Kota Agung, begitulah saya menyapa
kota ini. Kota ini punya andil dalam kehidupan saya karena di sinilah pertama
kalinya saya bertemu calon mertua. Kota ini telah menjadi titik awal yang
sangat menentukan dalam perjuangan hidup saya, tentunya selain Kota Padang,
Sumatera Barat. Saya ulangi kembali bahwa Kota Agung Tanggamus adalah tempat
Papa mengabdi kepada negeri ini sejak tahun 1997, jadi bukan sebagai kampung
halaman sebagaimana halnya keberadaan Kotabumi Lampung Utara dan Krui Pesisir
Barat Lampung bagi kami.
Hawa sejuk udara pagi di kaki gunung Tanggamus,
diiringi kicauan burung nan merdu, diusik oleh gemericik bunyi keran air PDAM
yang sejak tadi malam ditunggu, sang surya berangsur keluar dari
persembunyiannya. Begitu indahnya pagi ini, terutama bagi kami berdua, saya dan
istri. Setelah hari mulai agak terang, kami keluar rumah berjalan menuju kompleks
perkantoran Pemerintah Daerah Tanggamus. Berjejerlah kantor-kantor dinas di
kiri dan kanan jalan, semuanya berada di balik Kantor Bupati Tanggamus dan DPRD
Kab. Tanggamus. Dari arah belakang kantor Bupati, tampak sang gunung yang
dinamai Gunung Tanggamus berdiri kokoh menancapkan diri menguatkan bumi. Panorama
inilah yang membuat kami berdua tergoda untuk melakukan swapotret, kadang
saling mengambil foto secara bergantian. Pokoknya serulah, cekrek-cekrekan.
Apapun latar belakang fotomu jika itu dilakukan bersama pasangan tercinta maka
semuanya akan tampak indah, percayalah!
Setelah puas berswapotret di komplek
perkantoran ini, kami langsung menuju tepi pantai, namanya Pantai Piabung, Kota
Agung, Tanggamus. Meski tak seindah Pantai di Krui Pesisir Barat Lampung,
pantai ini bolehlah untuk sekadar disebut sebagai tempat untuk menyegarkan
suasana jiwa. Bila dikunjungi bersama istri maka nilai indahnya akan berlipat
ganda. Kembali dari pantai, kami singgah di kedai yang menjual bakso ikan,
makan di sana. Tak lupa juga untuk membungkus, buat oleh-oleh untuk yang
tinggal di rumah. Alhamdulillah.
Hari kelima ini adalah hari Jumat, bagi yang sehat
jiwanya pasti tahu kalau hari ini pria muslim wajib menunaikan Shalat Jumat.
Saya dan Papa menggunakan sepeda motor ke sebuah masjid yang berjarak kurang
dari 1 kilometer dari rumah. Berbeda dengan Jambi, di sini sang imam shalat
berjamaah hanya memakai celana panjang saja sebagai pakaian bawahannya, tidak mengenakan
sarung, tidak memakai gamis atau berjubah. Weleh weleh, saya ini kayaknya sudah
agak cocok jadi pengamat fashion.
Ba’da Ashar, kami menuju Kota Bandar Lampung.
Ini adalah pertanda bahwa petualangan lebaran seru kami bersama keluarga sudah hampir
tiba di akhir kisahnya. Perjalanan dari Kota Agung ke Kota Bandar Lampung agak
sedikit lama dari biasanya karena padatnya jumlah kendaraan di jalur tersebut
mengakibatkan lalu lintas macet.
Ketika waktu Maghrib tiba, kami menyinggahi
sebuah masjid di tepi jalan raya Kabupaten Pringsewu. Lokasi masjid ini bisa dibilang
sangat strategis karena berada tepat dipinggir jalan lintas sehingga banyak
musafir yang menyinggahinya untuk shalat. Kalau tidak salah, kata istri saya,
lokasinya di sebelah kiri jalan sebelum tugu Pringsewu. Hal yang memalukan dari
masjid ini yaitu ada dua orang ibu-ibu, saya sebut saja di sini sebagai tukang
palak masjid dengan kedok mukena. Mereka ini adalah ibu-ibu muslimah mengenakan
mukena seakan-akan hendak menunaikan shalat atau baru selesai menunaikan shalat,
padahal kami mengamati mereka tidak ada seorang pun yang shalat. Ah, boleh jadi
shalatnya nanti ya, husnuzhan saja. Mereka ini terlihat hanya duduk saja di
luar masjid di sekitar tempat berwudhu, menunggui setiap jamaah yang keluar dari
toilet dan meminta dengan paksa sumbangan (entah berapa, mungkin ada tarifnya
seperti pada toilet-toilet umum). Jika alasannya untuk dana kebersihan maka sebuah masjid yang dikelola dengan baik harus sudah memikirkan fasilitasnya secara lengkap. Jangan bikin masjid tapi hanya berisi susunan sajadah dan TOA masjid, pikirkan juga fasilitas toilet dan wudhunya. Hendaknya kepada
Pemerintah Kabupaten Pringsewu dapat menertibkan perbuatan memalukan berupa pungutan paksa di masjid-masjid
seperti ini, terutama di jalur-jalur yang dilintasi oleh umum atau pendatang.
Selepas Maghrib, kami kembali melanjutkan
perjalanan. Alhamdulillah, setelah beberapa jam bermacet-macet, kami akhirnya
tiba di rumah di Bandar Lampung, namun sebelumnya menyinggahi rumah Pak Tut
(Ibnu Hasan), adik laki-lakinya yang paling kecil (istilahnya paling buntut) di
keluarga Papa. Tampaknya saya harus belajar Bahasa Lampung lebih serius lagi, selama
dalam petualangan lebaran di negeri Lampung, ini adalah kesekian kalinya saya
menemani suatu pembicaraan yang tidak saya pahami. Hehe.
Hari Keenam di Lampung (Sabtu, 9 Juli 2016)
Pagi ini saya dan istri bercengkerama di dalam
kamar, membuka satu persatu album foto akad nikah dan walimatul ‘ursi, serta video
hasil editing dari Event Organizer pernikahan kami. Setelah menikah lebih dari
tiga bulan, barulah kali ini memiliki kesempatan untuk membuka album. Kami
asyik mengamati satu per satu wajah-wajah ceria di dalam foto dan tayangan
video, ramai orang berdatangan baik dari keluarga besar maupun sahabat-sahabat
kami serta sahabat-sahabat dari orangtua kami. Terima kasih kepada jajaran
struktur DPW PKS Provinsi Lampung,
terutama Ust. H. Ahmad Mufti Salim yang telah berkenan hadir dan berfoto
bersama kami tatkala menjadi pengantin di pelaminan. Ini memberikan semangat
dan kekuatan penuh arti bagi perjuangan keluarga dakwah kami ke depannya.
Tidak kalah berkesan, ternyata ada foto yang
berisi karangan bunga ucapan selamat berbahagia dari tokoh-tokoh penting
beberapa daerah di Provinsi Lampung (Tanggamus, Lampung Utara, dan Pesisir
Barat). Ucapan terima kasih dari saya kepada Bapak Bupati Tanggamus Hi. BambangKurniawan, S.T., Bapak Wakil Bupati Tanggamus Hi. Samsul Hadi, S.Pd.I., Bapak
Sekda Tanggamus Hi. Mukhlis Basri, S.T., M.Sc., Bapak Mantan Penjabat
(Pjs.) Bupati Pesisir Barat Drs. Qudrotul Ikhwan, M.M., dan Bapak Bupati Lampung Utara
Hi. Agung Ilmu Mangkunegara, S.STP., M.H. yang telah mengirimkan ucapan selamat
atas pernikahan kami. Ini sekaligus memberikan kesan agar acara kami sedikit
lebih istimewa karena kehadiran pejabat. Saya, Jul Hasratman Daeli bin Ahmad
Musa Daeli bin Muhammad Syarif, selama ini tidak pernah membayangkan adanya ucapan selamat berupa karangan bunga dan tidak
pernah menjadikannya sebagai suatu impian di
resepsi pernikahan saya, apalagi itu berasal dari bapak-bapak pejabat yang
terhormat. Saya doakan agar bapak-bapak sukses dan tidak korupsi. Berkoalisilah
dengan PKS dalam berpolitik jika ingin negeri ini lebih baik, insyaallah.
Alhamdulillah, cerita ini saya tutup dengan istighfar,
astaghfirullahal’azhim. Semoga apa yang saya tulis memberikan inspirasi bagi
para pembaca. Sore hari keenam ini adalah sore hari terakhir kami di Lampung pada
Tahun 1437H, kami harus kembali ke Jambi dan Padang menunaikan amanah. Jika
Allah masih menghendaki, kami akan kembali lagi dengan cerita baru di sini
Insyaallah.
Catatan:
Foto-foto dokumentasi bisa dilihat di INSTAGRAM @julmusaahmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar