Berdasarkan definisi dari ICM (International Confederation of
Midwives) yang dikeluarkan pada Juni 2011, seorang bidan (midwife) adalah
seseorang yang telah menyelesaikan (lulus) program pendidikan kebidanan yang
diakui secara resmi oleh negaranya serta berdasarkan kompetensi praktik
kebidanan dasar yang dikeluarkan ICM dan kerangka kerja dari standar global ICM
untuk pendidikan kebidanan, telah memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan
untuk didaftarkan (register) dan/atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik kebidanan, dan menggunakan gelar/hak sebutan sebagai “bidan”,
serta mampu menunjukkan kompetensinya di dalam praktik kebidanan. Definisi ini
tetap berlaku hingga ditinjau kembali oleh ICM pada Tahun 2017.
Persepsi modern tentang profesi bidan memberikan penekanan
bahwa di dalam melakukan praktiknya, bidan profesional berperan dalam:
a. memantau aspek fisik, psikologi dan sosial dari seorang
perempuan yang hamil, bersalin, dan juga periode setelah melahirkan
(post-partum)
b. bertindak sebagai seorang pendidik dan konselor kesehatan
ibu dan anak, serta bagi keluarga dan komunitas. Bidan memberikan edukasi,
konseling, perawatan kehamilan, dengan terlibat membantu secara penuh hingga
periode setelah melahirkan.
c. melakukan minimisasi tindakan medis, sehingga lebih
mengarahkan seluruh upaya sesuai
kompetensinya agar persalinan berjalan secara normal / alami.
d. melakukan identifikasi secara dini dan merujuk klien yang
membutuhkan pertolongan dokter SpOG.
Saya bukan seorang yang membabi buta bahwa sesuatu dinamakan
“modern” apabila sesuatu itu berasal dari “barat”. Namun harus diakui bahwa di
dalam segi pelayanan kesehatan dan cara-cara mengelola serta merawat kesehatan,
dunia barat kita akui memang lebih bagus dari pada kita. Itulah sebabnya
persepsi modern dalam dunia kesehatan selalu mengacu kepada persepsi di dunia
barat. Model kebidanan modern yang dianut oleh barat atau negara-negara
maju seperti AS dan Inggris, didasarkan
pada keyakinan bahwa kehamilan dan persalinan adalah proses kehidupan yang
alami dari seorang manusia yang berstatus ibu atau calon ibu. Jadi, kalangan
yang memiliki persepsi modern memiliki alasan yang pasti mengapa mereka
menggunakan pelayanan kesehatan dari bidan yakni adanya keinginan untuk sedapat
mungkin memperoleh pengalaman melahirkan secara alami.
Mungkin masih banyak masyarakat kita, terutama orang-orang awam
yang tidak memiliki wawasan di bidang kesehatan, memandang bahwa kehamilan
adalah suatu proses yang tidak normal
sehingga ketika mengetahui salah seorang anggota keluarganya hamil maka yang
pertama terpikir baginya adalah bagaimana tindakan medis yang mesti dilakukan atau
ditangani dengan segera oleh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan
(Dokter SpOG).
Bidan memiliki kompetensi yang baik untuk memimpin persalinan secara
normal, karena mereka dilatih untuk itu, termasuk mendeteksi kelainan dalam
kehamilan dan persalinan. Jika bidan menemukan kelainan atau menghadapi
kegawatdaruratan, maka sebagai bidan yang profesional ia harus merujuk kliennya
ke dokter SpOG. Bidan yang memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi, pada
keadaan tertentu yang tidak memungkinkan klien dapat dirujuk, tidak sedikit di
antara bidan dapat mengarahkan persalinan yang semula diduga berisiko menjadi
persalinan yang normal. Jempol!
Dengan demikian, perbedaan kompetensi antara bidan dan dokter SpOG
sangat jelas. Dokter SpOG memiliki kewenangan dalam memimpin persalinan yang
berisiko atau bila ditemukan kelainan, sehingga dengannya diperlukan tindakan
medis. Saya tegaskan bahwa berdasarkan persepsi modern, dokter SpOG berbeda
kompetensinya dengan seorang bidan. Bidan tidak ditempatkan di bawah dokter
melainkan sebagai mitra kerja bagi dokter SpOG.
Obrolan dengan beberapa orang rekan yang keluarganya pernah menggunakan
pelayanan dokter SpOG. Malah ada saja oknum dokter SpOG yang memiliki
“kecenderungan” memudahkan keadaan dan atau dengan maksud meningkatkan
pemasukan keuangan di rumah sakit tempat ia berpraktik. Saya ulangi, ini oknum
saja ya. Meskipun suatu persalinan sebenarnya dapat memungkinkan berjalan
secara normal, dimana bidan pun dapat memimpin jalannya persalinan, akan tetapi
karena “kecenderungan” tertentu, oknum dokter SpOG akan lebih memilih tindakan
bedah sesar atau Sectio Caesaria. Ya, bersalin normal tentu saja lebih murah
dan kecil pemasukannya bila dibandingkan dengan bersalin dengan tindakan medis.
Namun kembali saya tegaskan bahwa ini adalah oknum dokter yang bermain dengan
profesinya meski sangat sulit untuk mengetahui dan membuktikannya di lapangan
karena ia sudah bersiap dengan pembelaannya di hadapan persidangan.
Di dalam suatu diskusi di dunia maya, saya menemukan suatu pernyataan
bahwa pelayanan dokter SpOG jauh lebih baik dan aman sehingga ibu hamil lebih
direkomendasikan ketimbang pelayanan bidan. Persepsi seperti ini saya kira boleh-boleh
saja jika kita menggunakan persepsi di zaman lampau. Hal ini didukung oleh
beberapa faktor antara lain:
Pertama, gaya hidup masyarakat di negeri kita terutama kalangan menengah
ke bawah masih sangat jauh dari standar hidup sehat, sehingga mengakibatkan
proses kehamilan dan persalinan menjadi sangat rentan risiko.
Kedua, kurangnya kompetensi seorang bidan dalam menjalankan praktiknya.
Harus kita sadari dan akui bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat
kurang memadai apabila dibandingkan dengan barat atau negara-negara maju. Saya
pernah membaca referensi tentang kurikulum pendidikan kebidanan di Amerika
Serikat. Bidan di Amerika Serikat memang betul-betul dipersiapkan secara
profesional bahkan dapat sejajar dengan profesi-profesi dokter SpOG di
Indonesia.
Saat ini Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sebagai wadah berhimpunnya profesi
bidan di Indonesia sangat mendukung upaya-upaya mempromosikan gaya hidup sehat
pada saat kehamilan serta mendorong peningkatan pendidikan kebidanan yang
berkualitas di Indonesia sehingga profesi bidan berdasarkan persepsi modern
dapat terwujud lebih cepat.
Cuhart Penulis:
Saya memang belum pernah hamil, tetapi sejak beberapa bulan terakhir
saya sering berselancar di dunia maya untuk membaca berbagai referensi tentang
kehamilan, termasuk ilmu kebidanan dan profesi bidan. Referensi tentang ilmu
kebidanan berbahasa Indonesia jika menggunakan internet sangat terbatas
sehingga memaksa kita harus membaca referensi yang berbahasa asing. Beberapa
sumber berbahasa Inggris tentang kehamilan, sudah saya baca. Alhasil, saya
sedikit tercerahkan mengenai konsep-konsep kebidanan meski masih seperti
pecahan gelas berserakan di lantai, terus terang saja pemahaman saya tentang
kebidanan masih belum berkumpul menjadi satu pemahaman yang utuh. Maklum, saya
hanya seorang yang sedang belajar mengamati perkembangan ilmu kebidanan dan
profesi bidan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar