Bulan Ramadhan selain menjadi bulan berpuasa,
bulan ini kadang dimanfaatkan sebagai bulan penuh ceramah. Kapan saja ada
ceramah, sebelum berbuka ada ceramah, sebelum sahur ada ceramah, sebelum
tarawih ada ceramah, sebelum i’tikaf ada ceramah, sebelum dan sebelum semuanya
ada ceramah. Di mana-mana ada ceramah, ada di tivi ada di surau, mushalla,
masjid, apalagi pesantren pasti tambah padat jadwalnya.
Setiap orang yang bisa ceramah biasanya
dipanggil dengan sebutan ustadz. Terlepas dari ilmunya memadai atau tidak. Di
masjid kami sebelum pelaksanaan tarawih juga ada ceramah dari beberapa ustadz.
Ada ustadz sungguhan dan ada juga ustadz kurang sungguhan (kayak saya, hehe).
Semua ustadz berasal dari sumber ilmu yang sama, mereka dididik melalui
pendidikan keislaman baik formal maupun non-formal yang semuanya merujuk kepada
sumber hukum Islam, Al Quran dan Sunnah.
Tempo hari ada "ustadz" diundang berceramah di masjid kami, Masjid Al
Jihad. Ia memberikan ceramah dengan topik tafsir Surat Al Baqarah ayat 120. Ayat ini kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa kita adalah: "Orangorang yahudi dan juga orang-orang nasrani tidak akan
pernah senang kepadamu hingga engkau mengikuti millah (agama) mereka".
Ustadz kita yang satu ini menafsirkan jauh dari tafsir Al Quran yang sebenarnya.
Malah ia menyarankan agar ayat ini jangan sampai menimbulkan suuzhan kepada
orang-orang kafir. Saya berpikir dan bertanya dalam hati, dia ini pakai kitab
tafsir apa ya, saya sudah coba mengecek tafsir Ibnu Katsir dan juga tafsir fi
zhilal dari Sayyid Quthb, ternyata apa yang ustadz ini ceramahkan sangat jauh dari penafsiran menggunakan kitab tafsir yang umum dijadikan rujukan para ahli tafsir. Ia meringankan derajat “peringatan” dari Allah melalui
ayat tersebut. Padahal Allah memberikan peringatan serius bahwasanya orang
kafir tidak akan ridha terhadap kita apabila kita berpegang teguh dengan tauhid
dengan sungguh-sungguh dan bahkan keinginan mereka adalah kita mengikuti
keyakinan mereka.
Ada lagi ustadz yang lain, ia bercerita tentang
seorang ulama yang mampu bercakap-cakap secara langsung dengan Allah.
Menggunakan riwayat abal-abal dan sangat penuh kedustaan luar biasa. Hebat
banget ya, seorang ulama bisa berbicara langsung dengan Allah. Nabi dan Rasul saja tidak semua diberikan
kesempatan berbicara dengan Allah, hanya sebagian saja.
Ada juga ustadz lain yang berceramah tentang
kehebatan para waliyullah, orang-orang shalih yang disayangi oleh Allah. Para
wali Allah ini apabila berwudhu maka wudhunya tidak pernah batal. Ada wali
Allah yang wudhunya tidak pernah batal hingga berbulan-bulan, bahkan tidak
pernah batal selama bertahun-tahun. Hahaha, semakin mengerikan isi ceramahnya.
Ada lagi ustadz yang berceramah dengan
menceritakan kisah orang-orang shalih dahulu. Mereka ini kalau hendak ke
mana-mana, tinggal berdzikir dan kemudian terbang menuju tempat yang mereka
ingin kunjungi. Waduh, semakin parah. Sudah hampir menyaingi pintu kemana saja
ala doraemon.
Tidak hanya lucu, ustadz-ustadz ini membuat
beberapa jamaah terheran-heran, tertawa terbahak-bahak. Pernah juga ada ustadz
yang mengatakan bahwa dahulu para sahabat berebut air kencing dan kotoran
Rasulullah, berebut nanah dan darah beliau, ada juga yang juga berebut
keringatnya karena keberkahan tubuh Rasulullah. Mereka meminum semua itu dan
akhirnya mereka semua menjadi tangguh dan tidak pernah berpenyakit. Itulah di
antara keberkahan sang Nabi, begitu si ustadz menyimpulkan dan sebagian jamaah
masjid pun ada yang mengangguk-angguk percaya.
Ada satu lagi ustadz yang setiap kali
berceramah di masjid kami, termasuk ketika diundang menjadi khatib Jumat, isi
ceramahnya berisi sindiran-sindiran kepada orang yang berbeda mazhab dengannya.
Ustadz ini hobi menebar kebencian dan permusuhan antar kaum muslimin. Pernah juga
dalam beberapa kali kesempatan ceramah, ia menyindir teman seprofesinya sebagai
ustadz, menuduh ustadz lain meminta-minta uang dan mencari makan dari kaum
muslimin, sedangkan dirinya sendiri tidak, dirinya paling ikhlas karena tidak
pernah memungut dana dari kaum muslimin.
Ustadz-ustadz yang nyeleneh yang saya ceritakan
ini, baiknya diapakan ya? Astaghfirullah, bagaimana mungkin Islam bisa bangkit
kalau para "ustadz kita” berceramah dengan ragam keanehan, kedustaan, dan
permusuhan seperti di atas. Ini sekadar renungan dan sengaja saya tidak
menyebutkan nama-nama ustadznya satu persatu di sini sebagai bagian dari adab
saya terhadap mereka. Walaupun demikian, saya katakan bahwa ceramah-ceramah
berisi dusta sudah sangat layak kita jauhkan dari masjid kita. Semoga Allah
memberikan kita pertolongan-Nya serta menunjukkan jalan untuk lebih dekat
kepada-Nya. Berharap agar di penghujung
Ramadhan ini, taubat kita diterima Allah, dosa kita dan dosa para "ustadz
kita" diampuni-Nya.
Mengakhiri tulisan ini, saya lantas bertanya: “semua
ustadz ini dari mana ya sumber ilmunya?, ustadz darimana?”
2 komentar:
Great post pak ustadz....
Terima kasih sudah komentar di sini.
Duh, Kalau saya juga "Ustadz dari mana ?"
Posting Komentar