SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Jumat, 16 Maret 2012

AGAR KAMI MEMPUNYAI ALASAN (Ringkasan Nasihat Ketua DSW Provinsi Jambi)

Segala puji dan syukur hanya kepada Allah ‘azza wa jalla yang telah memberikan kita hidup, menguji kita dengan kehidupan dan kematian, dan memuliakan kita dengan Al Qur’an hingga akhir zaman. Shalawat beserta salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para shahabatnya, serta orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga yaum addin.

Sahabat pembaca, kali ini saya akan menuliskan beberapa hal yang cukup serius. Alhamdulillah, Jumat 16 Maret 2012 diberi kesempatan oleh Allah untuk bertemu dengan Ustadz Abdul Rozaq, Lc di dalam majlis pekanan. Ini yang pertama dan akan berkelanjutan, insyaAllah. Bagi saya pribadi, murabbi yang datang dan mengunjungi kelompok saya kali ini amat spesial karena di samping kesibukan beliau sebagai Ketua Dewan Syari’ah Wilayah sebuah provinsi, dari sebuah partai dakwah, beliau menyempatkan hadir berdiskusi di rimba akasia Jambi. Sebuah daerah ‘terdalam’ berjarak sekitar 135 kilometer dari kota Jambi. Beliau datang menggunakan kendaraan dinas markas dakwah provinsi, juga membawa dua orang mutarabbi (binaan) dari kota Jambi. Pekanan yang amat spesial ini dimulai dari jam 20.30 dan berakhir menjelang 23.30. Berikut ringkasan materinya, hanya beberapa hal yang sempat saya catat di dalam buku catatan.

+++++

Ringkasan Nasihat Ustadz Abdul Rozaq, Lc., Ketua Dewan Syariah Wilayah Provinsi Jambi

Mengapa kita berdakwah? Allah memberikan tuntunan di dalam surat Al A’raf ayat 164:

“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab oleh Allah dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertaqwa.”

Hanya ada dua penyebab kita berdakwah sekaligus menjadi motivasi dan tujuan kita untuk berdakwah, pertama agar kita memiliki alasan pembelaan di hadapan Allah kelak (ma’dziratan ilaa rabbikum). Nanti Allah akan bertanya, ketika berbagai penyimpangan, kemaksiatan, larangan-Ku dilakukan di muka bumi, coba sebutkan apa saja yang kamu telah lakukan! Kelak dengan mudah amal kita yang akan menjawab, “wahai Allah, saya sudah berbuat ini dan itu, saya sudah berdakwah kepada mereka, saya telah mengajak mereka ke jalan-Mu, dan sebagainya dan seterusnya”. Inilah ungkapan-ungkapan pembelaan kita, ini nantinya akan menjadi alasan bagi kita agar kita dapat terlepas dengan tanggung jawab itu di hadapan Allah. 

Penyebab kedua sekaligus menjadi tujuan adalah agar mereka yang kita dakwahi menjadi orang yang bertaqwa (la’allahum yattaqun). Bukankah taqwa itu adalah posisi yang mulia di hadapan Allah? Kita berdakwah agar semua manusia menjadi mulia di hadapan Allah. Allah tidak menghendaki agar kita bertaqwa secara pribadi, tetapi ketaqwaan ini harus kolektif, massal, dan berlaku dalam seluruh aspek kehidupan. Itulah alasan mengapa kita berdakwah, itulah alasan mengapa kita tidak pernah berniat untuk berhenti berdakwah, meski sibuk, meski capek, meski lelah, meski kita serba terbatas dan penuh kekurangan.

Lihatlah pohon akasia. Ia tidak pernah berhenti untuk memberikan manfaat terutama bagi kita karyawan perusahaan pulp dan kertas. Dari pohon itu kita dapat makan, pohon itu memberi kita anak dan istri, pohon itu menyejahterakan kita. Itu hanya pohon, suatu tumbuhan, ia memberikan manfaat. Ia rela dirinya ditumbuhkan dan setelah itu ditebang lagi, dihancurkan di dalam mesin pabrik dan akhirnya dijual sebagai kertas penuh manfaat. Apatah lagi kita sebagai manusia, bukan hanya manusia biasa malah sudah menjadi seorang MUSLIM. Memberi manfaat dengan kalimat dakwah adalah kewajiban dan keniscayaan. Kita punya kewajiban untuk menyampaikan kebenaran agama ini kepada orang lain. Kewajiban ini tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, harus berkelanjutan, harus lama, panjang waktunya, tidak sesaat.

Ingatlah ketika Rasulullah SAW berdakwah, selama lima tahun berdakwah siang dan malam, beliau hanya mendapati 40 orang laki-laki dan dua orang perempuan yang masuk Islam, padahal beliau telah berjuang keras selama lima tahun (hehe, kalau sekarang masa lima tahu itu satu kali pemilu-red).

Tentang semangat untuk berjuang di jalan dakwah, kita tentu pernah mendengar Abu Thalhah, seorang yang sudah tua renta, dalam umur yang hampir satu abad ternyata masih punya semangat untuk berjihad kala itu. Pada saat ada perintah untuk berjihad ke Roma pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Abu Thalhah tua meminta pertimbangan kepada anak-anaknya mengenai niatnya untuk mendaftar sebagai salah seorang pasukan perang. Anak-anaknya pun memberikan masukan, “wahai Ayah, engkau sudah sangat tua, biarlah kami saja yang ikut untuk berperang ke Roma, engkau karena sudah tua pasti memiliki keringanan”. Apa jawab Abu Thalhah, “tidak anakku! Ayah akan tetap berangkat, apakah kalian dapat menjamin dengan usia tua ini, Ayah pasti masuk surga???”. Anak –anak Abu Thalhah pun terdiam mendengar pertanyaan sang Ayah luar biasa itu. Mereka sadar bahwa usia yang tua renta, amal yang sudah banyak karena umur yang banyak, tidak lantas menjamin sang Ayah masuk surga. Abu Thalhah pun berangkat ke medan perang!

Alhasil, peperangan kali itu dimenangkan oleh Islam. Tentara pulang dengan kebahagiaan atas kemenangan tersebut. Tetapi di saat perjalanan pulang, Abu Thalhah meninggal, selama delapan hari delapan malam jasad Abu Thalhah di atas perahu, para saudaranya tidak tega bila ia dikuburkan di dalam lautan. Hingga pada hari ke sembilan mereka menemukan daratan, jenazahnya pun dikuburkan. Satu yang istimewa, jasadnya tidak berbau, tidak berubah sedikit pun meski sudah sembilan hari. Setelah jasad sang syahid dikuburkan, pasukan jihad itu kembali ke negerinya dan ditanya oleh anak-anak Abu Thalhah, dimanakah Ayah kami? Para mujahidin menjawab, Ayahmu telah syahid dan kami tidak mengetahui daratan tempat kami menguburkannya.
Subhanallah, kisah itulah yang seharusnya memotivasi kita untuk selalu berjuang. Sebagai informasi lanjut, bahwasanya Abu Thalhah adalah salah satu sahabat yang kuburannya tidak diketahui hingga kini. Selain Abu Thalhah, ada satu lagi orang yang istimewa, kuburannya juga tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang yakni kuburan Fathimah, anak Rasulullah SAW, isteri dari Ali bin Abi Thalib.

Ikhwah fillah, kita semua mempunyai kewajiban untuk mensyiarkan dakwah ini ke segala penjuru negeri. Perlu diketahui bahwa dakwah ini bukan milik para syaikh, para guru, tetapi dakwah ini adalah milik kita semua, milik siapapun yang mengakui bahwa dirinya adalah MUSLIM.

Dengan berdakwah, hidup kita akan semakin berkah. Tetumbuhan pun berdzikir kepada Allah setiap kali kita lewat di sampingnya. Bagaimana tidak, jika makhluk mulia, penerus para Nabi dan rasul lewat, tentu si tumbuhan akan berdecak kagum dengan aura kita seraya berdzikir kepada Allah.

Sebuah kalimat, “Sampaikanlah dari padaku meskipun hanya satu ayat”, suatu matan hadits yang semua di sini insyaAllah sudah hafal. Jangan pernah lupa dengan pesan Rasul itu. Jadilah da’i bagaimanapun keadaan kita. Setiap manusia memiliki keterbatasan dan juga kelebihan, “rabbana maa khalaqta hadza bathilan”, Allah tidak pernah menciptakan apapun keadaan kita itu dengan sia-sia. Selalu ada hikmahnya, selalu ada sisi positifnya.
Kita berdakwah, hakikatnya adalah kita sedang berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pada saat yang sama kita juga sedang berupaya untuk mendekatkan orang lain pada Allah. Dakwah adalah keseluruhan upaya agar semakin dekat dengan Allah.

Di dalam Al Ahzab ayat 23, “Di antara orang-orang yang beriman itu, ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah…”, kita senantiasa berjanji kepada Allah, sungguh wahai Allah, hidupku, shalatku, ibadahku hanya kepada-Mu semata. Ini janji kita dan jangan pernah lupa dengan janji itu. “… Dan mereka ada yang gugur…”,  ada juga sebagian para aktivis yang gugur disebabkan oleh karena mereka tidak memiliki ketahanan yang kuat, “di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu…”, sebagian ada pula yang terus berujar : tunggulah, saya akan berdakwah nanti, saya harus memperbaiki dulu diri saya sendiri barulah nanti setelah saya baik, maka saya akan berdawah. Suatu jawaban yang tidak dapat diterima, manusia itu tidak ada yang sempurna, maka janganlah menunggu-nunggu terus waktu yang tepat untuk berdakwah. Detik ini dan seterusnya kita harus berdakwah, tidak ada lagi alasan untuk menunggu waktu yang tepat. Menunggu harus jadi ustadz dulu baru berdakwah.

Bidayah ath thariqu bi khuthwah.
Selangkah demi selangkah kita harus melalui perjalanan ini. Perjalanan ini sangat panjang, dan ingatlah semakin jauh kita berjalan maka akan semakin banyak yang terlihat, semakin banyak yang kita lihat merintangi perjalanan ini. Ada ujian yang akan datang di tengah perjalanan, tetaplah kuat dan jangan berbalik arah. Allah mengajak kita untuk selalu bertekad dan berkomitmen, “Qul hadzihi sabili…” katakanlah ini adalah jalanku (Yusuf : 108). 

Di dalam hal kita menyampaikan kebenaran dakwah, Allah di dalam Al Qur’an memberi tuntunan kepada kita. Dakwah harus disampaikan dengan argumen yag jelas, bukan dengan kekerasan. Dakwah mesti disampaikan beserta bukti yang nyata, bukan dengan paksaan. Dakwah harus disampaikan dengan lisan yang baik, bukan gertakan. Mari fungsikan akal dan tegakkan dalil untuk membantah dan menghadapi segala tuduhan yang ditujukan kepada dakwah ini. Di dalam menyampaikan kalimat dakwah, gunakan dua metode: buatlah mereka senang (targhib) dan padukan juga dengan suatu hal yang mampu membuat mereka takut (tarhib). Tampakkanlah keteladanan yang baik dan sampaikanlah contoh-contoh dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Wahai ikhwah, dakwah ini juga memiliki konsekuensi. Lihat surat Al An’am ayat 34, para Rasul saja banyak didustakan oleh umatnya, apalagi dengan kita yang bukan Rasul, bukan Nabi, bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa. Akan tetapi ketahuilah dengan sedalam-dalamnya perenungan, tidak mungkin Allah tidak menolong hamba-Nya yang bersungguh-sungguh di jalan ini. Tidak mungkin Allah tidak menolongmu, tidak mungkin Allah tidak menolong kita apabila kita senantiasa bersungguh-sungguh, bermujahadah, totalitas di dalam memperjuangkan dakwah ini. Biarkan saja mereka menunjukkan reaksi perlawanan, biarkan saja mereka mendustai kebenaran ini. Tetaplah yakin bahwa Allah adalah penolong yang dekat dan maha baik.

Melakukan dakwah bukanlah pekerjaan yang ringan. Hanya manusia yang terpilih yang mampu melakukannya dengan sempurna. Kita sadar, Allah memilih kita di antara sekian banyak manusia bumi untuk menjadi wakil-Nya saat ini, untuk menegakkan agama-Nya di negeri ini. Berbagai kesulitan mungkin saja dan pasti hadir di dalam perjalanan dakwah, maka tetaplah berangkat memenuhi panggilan dakwah, walaupun keadaan ringan atau berat, tetaplah berangkat! (Ingat At Taubah ayat 41).

Konsekuensi lain ketika kita berdakwah adalah banyaknya rayuan yang datang. Berbagai godaan kenikmatan duniawi bisa saja muncul di tengah perjalanan, waspadalah! Banyak orang yang berhenti di tengah jalan, berbelok arah, hanya karena terperangkap di dalam jebakan itu. Waspadai juga orang-orang yang disebutkan oleh Allah di dalam At Taubah ayat 42, mungkin saja mereka sedang bersama kita hari ini, detik ini di dalam lingkaran ini. Ada orang-orang yang mau ikut berdakwah lantaran mereka melihat dakwah dari sudut pandang duniawi semata, mereka bergabung dengan jama’ah dakwah karena mereka melihat adanya keuntungan yang mudah diperoleh di sini. Mereka juga melihat bahwa perjalanan ini tidak begitu jauh sehingga mereka akan tiba di tempat yang mereka tuju dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Waspadalah dengan tabiat-tabiat orang seperti itu.

Kita juga tidak pernah mengenal istilah “PENGAMAT DAKWAH” di dalam kamus dakwah, yang ada hanyalah aktivis dakwah. Mereka yang senantiasa bekerja dan bekerja untuk dakwah ini. Semua kita di sini harus bekerja untuk kemenangan dakwah, harus berdakwah apapun profesi kita. Dakwah sambil kuliah. Dakwah sambil menjadi karyawan. Dakwah sambil menjadi guru. Dakwah sambil menjadi pengusaha. Dakwah sambil jualan sayur. Dakwah sambil melakukan profesi kita.

Wahai ikhwah, berbekallah!
Berbekallah untuk menunaikan amal dakwah. Siapkan diri dengan bekal terbaik yakni Al Qur’an. Jadilah penghafal Al Qur’an. Banyak ikhwah yang merasa kesulitan untuk melakukan anjuran berbekal ini. Padahal Allah memberikan jaminan dalam surat Thaha ayat 2, sungguh Al Qur’an ini kami turunkan bukan untuk membuat kamu susah! Wahai saudaraku, bagaimana mungkin surga itu dekat bila kita masih jauh dari Al Qur’an???

Bagaimana mungkin juga kita berkata bahwa “saya mencintai Allah” sementara kita tidak mengerjakan sunnah Nabi? Lihat Ali Imran ayat 31. Jika engkau mencintai Allah maka ikutilah aku (Muhammad SAW). Pelajari dan amalkanlah sunnah Nabi. Berbuatlah sebagaimana layaknya shalafush shalih.

Berbekallah dengan pemahaman tentang karakter dakwah. Dakwah ini jalannya panjang (ath tariqun thawilah). Dakwah ini banyak rintangannya (katsratul u’qubat). Dakwah ini sedikit orang yang bersamanya (qillatur rijal). Berbekallah dengan kesabaran yang tak berbatas. Sabar itu tidak ada batasnya sebab ganjarannya tidak pula berbatas. Berbekallah dengan pemahaman yang baik tentang unsur-unsur di dalam dakwah: siasatud da’wah, idaratud da’wah, dan fiqhud da’wah. Pahami dan jadilah da’i yang berkepribadian melalui sepuluh muwashshafat yang sebelumnya telah kita pelajari. Semoga Allah mempertemukan kita kelak di surga-Nya. Amin.

+++++

Dalam sesi terakhir (sesi tanya jawab) liqo’at tadi malam dengan Ustadz Abdul Rozaq, Lc (Ketua DSW Provinsi Jambi), seorang ikhwah bertanya tentang bagaimana memahami perbedaan Rabthul ‘am dan Dakwah Fardiyah, kira-kira apa bedanya? Beliau menjawab, perlu diketahui bahwa rabthul ‘am sebenarnya bukan istilah baru. Rabthul ‘am sudah lama dikenal dalam kamus dakwah sejak dahulu, tetapi baru akhir-akhir ini dimunculkan kembali sebagai bentuk upaya menegaskan lagi keterlibatan para aktivis dakwah dalam melakukan pergerakan dakwah. Untuk membedakan dua istilah yang ditanyakan itu, perlu pengetahuan tentang pengertian Rabthul ‘am. Rabthul ‘am adalah jalinan hubungan (ikatan) secara umum yang dibangun oleh aktivis dakwah, dari segi metodologinya, pelaksanaan Rabthul ‘am dapat ditempuh dengan dua metode: ada metode dakwah secara fardiy dan ada metode jama’iy.

Setelah acara liqo’at ditutup, rupanya masih saja ada beberapa orang rekan liqo’ berdiskusi dengan beliau. Akh Arsyi (seorang Alhafizh, Sarjana Kehutanan lulusan UGM) di kelompok saya, menyempatkan juga untuk bertanya jadwal muraja’ah dan takrir Al Qur’an dari sang Ustadz. Beliau sering mengkhususkan waktu Ahad pagi di kota Jambi untuk ‘melayani’ ikhwah yang menyetor atau mengecek hafalannya. Acara diadakan di sebuah masjid komplek perguruan Nurul ‘Ilmi Jambi.

Tidak ada komentar:

8 Tulisan Populer Pekan Ini