SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Sabtu, 24 Maret 2012

Obrolan Filosofis, Nyiur Indonesia


Berbanggalah menjadi muslim Indonesia dan kebanggaan ini memang sebuah keharusan dan wajar! Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia harus kita syukuri. Indonesia adalah kekuatan Islam masa depan. Maka dari itu berbenahlah dari sekarang, berbenahlah wahai para pemuda Indonesia. Allahuakbar!

Pada kesempatan ini saya akan menuliskan suatu hal yang bersifat filosofis tentang nyiur, nama lain dari pohon kelapa. Nyiur hijau, masih ingatkah dengan lagu itu? Mungkin saja ada yang sudah tidak hafal lagi. Mungkin saja terakhir kalinya menyanyikannya sewaktu duduk di sekolah dasar. Oh ini bukan soal syair lagu itu. Hanya sekadar mengenang sesaat karena secara kebetulan saya sedang ingin membahas tentang filosofi nyiur.

Apa yang saya tulis ini sederhana saja. Jujur, ini adalah tentang apa yang baru saja saya dengar dari seorang pengajar senior di Pascasarjana Universitas Jambi, Prof. Dr. Sjarkawi. Beliau adalah pakar dalam bidang teknologi pembelajaran di kampus saya. Ucapan-ucapan beliau seringkali sarat filsafat. Siang hari Ahad tanggal 24 Maret 2012 adalah pertama kali saya diajar oleh beliau dalam mata kuliah “Prinsip-prinsip Pembelajaran Sains”. Dengan gaya khas ucapannya yang “gak jelas” membuat satu persatu materi kuliah masuk secara luar biasa. Beliau melakukan pendekatan khusus di dalam mengajarkan suatu konsep. Sungguh unik dan buktikan sendiri dari dekat jika kurang yakin. Caranya? Cukup mudah, daftarlah diri Anda menjadi mahasiswa yang berkaitan dengan bidang teknologi pendidikan di Universitas Jambi.

Baiklah saya akan memulai filosofisnya nyiur Indonesia. Saya menyebut “nyiur Indonesia” karena kata nyiur adalah kata yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Perhatikanlah si nyiur, perhatikanlah dengan seksama tanaman itu. Tanaman yang penuh manfaat, mulai dari akar hingga ujung daun. Begitulah seharusnya manusia. Sebaik-baik manusia adalah yang penuh manfaat bagi manusia yang lain. Kali ini mari kita fokuskan saja pada buahnya, buah nyiur alias buah kelapa.

Buah nyiur itu memiliki kulit yang berlapis. Saya kurang tahu pasti nama-nama lapisan itu. Mulai dari kulit terluar yang berwarna hijau, atau kuning, atau coklat. Kemudian ada bagian kulit serabut yang mengantarai kulit terluar dengan batok buah nyiur. Selanjutnya daging buah nyiur bersama airnya. Daging buah inilah yang biasanya diolah oleh manusia untuk menghasilkan minyak. Pengolahannya dilakukan dengan cara tradisional dan juga ada cara terbaru menggunakan teknologi modern. Saya harus mengakui bahwa ‘keberhasilan’ saya menjadi seorang sarjana kimia dan kemudian mampu melanjutkan ke jenjang pascasarjana pendidikan IPA bidang kimia adalah salah satunya berkat jasa nyiur ini. Tentang ini tidak perlu dijelaskan di sini. InsyaAllah lain kesempatan.

Pengolahan yang paling umum dikenal adalah cara tradisional. Kelapa diparut kemudian diambil santannya. Santannya dididihkan hingga menghasilkan suatu campuran yang terdiri atas dua jenis yakni minyak dan ampasnya. Ampasnya lumayan enak, saya pernah makan. Lalu bagaimana dengan minyak? Saya tidak perlu menjelaskan kegunaannya. Kita semua tahu bahwa ia banyak digunakan dalam proses pengolahan makanan yaitu untuk menggoreng. Selain itu apa lagi? Nah inilah yang akan menjadi inti pembicaraan saya dalam tulisan ini. Simak saja kelanjutannya di bawah ini.

Minyak makan (begitulah orang menyebut istilah minyak dari nyiur), bila ia dimasukkan dalam sebuah wadah kemudian diberi sumbu, apa namanya? Ini namanya lampu berbahan bakar minyak tapi bukan BBM yang sedang dipersoalkan oleh semua manusia bumi saat ini. Ketika diberi api maka sang “lampu nyiur” pun akan menerangi sekitarnya, dan itulah CAHAYA! Di dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan cahaya dengan sebutan NUR, lebih lengkapnya an-nur.

Setelah menyimak dan merenungi cerita saya tadi, apa kesimpulannya? Terserah bagaimana Anda menyimpulkannya. Inilah yang saya sebut dengan filosofi “NYIUR” tadi yang menghasilkan “NUR”. Nyiur dan Nur, Nur dan Nyiur. Karena ini Indonesia maka kita sebutlah ia dengan sebutan Nur Indonesia. Alhamdulillah, tulisan ini selesai juga.

*) Ditulis oleh Jul H.D., mahasiswa Pascasarjana Universitas Jambi, program studi Pendidikan IPA, konsentrasi Pendidikan Kimia.

Tidak ada komentar:

8 Tulisan Populer Pekan Ini