Ketika masih kuliah atau bersekolah dahulu, kita seringkali mengerjakan tugas yang diberikan oleh pengajar dalam bentuk kelompok. Masing-masing individu bahu membahu untuk mengerjakan tugas. Konsep yang sering digunakan adalah kerja sama atau gotong royong. Berlandaskan pada suatu pepatah negeri ini yang menyatakan ringan sama dijinjing berat sama dipikul.
Dalam keadaan sedang mengerjakan tugas, katakan
saja ada 5 (lima) orang di dalam kelompok. Satu orang berperan sebagai ketua
kelompok, ada juga yang menjadi tukang tulis, ada yang tukang sumbang ide dan
sebagainya. Meskipun pada praktiknya ada yang membeo dan tidak bekerja sama
sekali. Seseorang yang seperti ini hanya ingin berkelompok dengan asas manfaat,
yang penting namanya ditulis di dalam laporan tugas kelompok. Disamping itu
pada saat yang sama, ada juga yang kontra dengan individu beo, seseorang ini
menyumbang ide dan proaktif melakukan kritik bila saja ada kesalahan-kesalahan
yang dilakukan oleh anggota kelompok, bahkan termasuk apabila ketua kelompok
menjawabnya salah. Biasanya yang aktif mengkritik adalah anggota yang cerdas
dan memiliki akal sehat, semangat yang tinggi, kekuatan dan keberanian yang
mumpuni.
Kisah di atas adalah hakikat penting dari sebuah
koalisi. Di dalam koalisi yang dibangun, tentu tidak harus bermakna sebagai
proses membeo terhadap ide sang ketua kelompok. Ada kalanya perlu dihadirkan kritik
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang apabila dibiarkan maka dapat
berdampak negatif bagi kinerja barisan koalisi. Ini yang sangat sulit diterima
dan dipahami oleh sebagian orang. Koalisi yang sehat sama sekali bukan bermakna
sebagai kesediaan untuk mengikuti, menerima, dan menjalankan apapun kemauan
satu golongan tertentu di dalam koalisi. Koalisi adalah kerja sama dalam
hal-hal yang telah disepakati agar semakin kesepakatan itu membuahkan hasil
berupa kesuksesan bersama.
Salam cerdas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar