Suatu waktu ada seseorang yang merasa terganggu
dan mengucapkan: “Jangan ikut campur urusan orang lain, itu masalah
pribadinya”. Mungkin sebagian besar dari kita menganggap bahwa kalimat larangan
tersebut adalah sebuah kebenaran. Eh, tunggu dulu. Kita akan bahas soal “jangan
ikut campur” dalam tulisan singkat ini.
Mencampuri urusan pribadi orang lain bukanlah
hal yang terlarang di dalam Islam, malah dianjurkan apabila cara dan tujuannya
baik. Kita yang telah memahami betapa urgensinya dakwah di dalam kehidupan maka
selayaknya juga mengetahui bahwa pada hakikatnya dakwah itu adalah suatu “seni”
mencampuri urusan pribadi orang lain. Tidak tanggung-tanggung, dakwah malah
mencampuri dua dimensi kehidupan, dunia dan akhirat. Seorang yang telah
berkomitmen menjadi da’i (pendakwah) maka ia juga harus melatih dirinya untuk
menjadi ‘tukang ikut campur’ urusan pribadi orang lain. Semakin banyak urusan
pribadi orang lain diikut-campuri oleh sang da’i maka semakin mantap pula level
keda’ian dirinya.
Dalam hal mencampuri urusan pribadi orang lain,
Islam menganjurkan dan menuntun kita agar dilakukan beramai-ramai, sehingga
disebutlah kumpulan keramaian itu sebagai sebuah jama’ah dakwah. Jama’ah yang
aktif bergerak dan turut ikut campur dengan urusan-urusan orang lain, dunia dan
akhirat. Jika orang hanya peduli dengan urusan pribadinya sendiri dan tidak mau
ikut campur denga urusan orang lain maka yakinilah, keberuntungan akan jauh
dari dirinya.
Sekali lagi ditegaskan bahwa ikut campur urusan
pribadi orang lain sudah seharusnya menjadi hobi bagi siapapun kita yang
berkomitmen tinggi menjadikan diri sebagai prajurit dakwah di jalan Allah.
Ajakan untuk ikut mencampuri urusan pribadi orang lain ini bukan saya sendiri
yang bilang, melainkan Allah yang memerintahkannya. Jika orang lain sedang
susah, maka ikut campurlah, bantu dan ringankan kesusahannya. Jika orang lain
sedang bahagia, maka ikut campurlah, bantu ingatkan agar ia bersyukur. Jika
orang lain sedang dirundung musibah, maka ikut campurlah, hibur dan berilah
nasihat bahwa sabar itu indah lezat. Jika orang lain sedang berbuat maksiat,
maka ikut campurlah, ya, jangan sampai tidak ikut campur. Nasihatilah orang
lain, para pembuat maksiat, agar mereka sadar dan kembali ke jalan Allah. Tentu
saja nasihat dengan pelajaran yang baik di mata Allah.
Ikut campur urusan orang lain tidak ada
pengecualian. Semua urusan orang lain wajib diikut capuri oleh sang da’i. Yang
menjadi garis batas adalah dalam hal niat dan tata caranya. Apapun itu, tidak
ada pengecualian. Contoh yang lebih nyata, seseorang berdua-duaan dengan yang
bukan mahram, itu urusan pribadinya, maka da’i harus ikut campur.
Islam adalah agama sempurna, agama yang
mencampuri segala sesuatunya. Tidak ada urusan di dunia dan akhirat yang tidak
dicampuri oleh Islam, baik pribadi maupun kolektif. Seorang da’i sebagai
prajurit islam itu sendiri harus memahami dan menerjemahkan perannya, salah
satunya ya itu tadi: sebagai ‘tukang ikut campur’ urusan pribadi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar