SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Minggu, 29 Mei 2016

Rokok & Kotak P3K Bandara Internasional



Terus terang, saya ini adalah orang yang anti rokok. Jika saya anti rokok maka secara otomatis juga kurang senang berdekatan dengan para perokok. Ulama sudah melarang. Pakar kesehatan juga sudah melarang. Trus apa lagi yang harus diyakini selain itu? Hal yang paling saya benci adalah seorang perokok yang merokok di dekat anak-anak. Ini adalah hal tergila di hadapan mata saya dan biasanya bila melihat kondisi ini saya harus buru-buru meninggalkan lokasi itu.

Beberapa hari yang lalu saya makan pecel lele di Kota Jambi. Sedang asyik makan, tiba-tiba datanglah rombongan keluarga membawa anak. Ayah, Ibu, dan Balita. Si Ayah dengan santainya merokok di dekat saya karena mereka duduk persis di sebelah meja saya makan. Saya sesekali memperhatikan keluarga “ndeso” ini dengan perasaan pilu. Maaf, saya sebut mereka ndeso karena Ayah si anak ini merokok persis di hadapan BALITAnya. Saya lalu bertanya dalam hati, kemana otaknya Pak? Bapak mungkin tidak tahu berapa banyak racun di dalam asap rokok yang Bapak kepulkan di udara bebas itu. Lalu paru-paru mungil anakmu dipaksa menampung asap itu.

Ini cerita yang lain lagi. Akhir pekan lalu saya dari Jakarta ke Jambi menggunakan pesawat Citilink menggunakan jasa bandara Soetta, sebuah bandara internasional terbesar di tanah air, bandara kebanggan Republik Indonesia. Sebelum diperintah naik pesawat, saya menunggu di terminal 1C, tepatnya di Gate 3 walaupun kemudian dipaksa mengungsi oleh Citilink di Gate 5. Sambil menunggu boarding, saya merapikan bagian dalam isi tas yang nantinya saya letakkan di bagasi kabin pesawat, tiba-tiba ujung jari saya terluka oleh benda tajam di bagian dalam tas yang tak lain adalah sisi sampul yang keras dari buku block notes, ternyata tajam juga yak. Dan terjadilah pendarahan kecil di bagian bawah kuku saya. Kemudian saya berjalan menuju petugas Citilink (saya tidak tahu apa nama profesi spesifiknya, tapi semacam resepsionis yang duduk di setiap Gate). Saya tanya apakah ada Kotak P3K di sini? Jari saya luka, bolehkah saya minta obat P3K? Sambil tersenyum, resepsionisnya menjawab maaf tidak ada pak.

Saya hanya membatin, bukankah ini bandara internasional, mengapa di tempat seperti ini tidak disediakan kotak P3K? Saya yang sehari-harinya bergelut di dunia K3, merasa heran saja apabila sebuah bandara internasional tidak menyediakan kotak P3K. Resiko yang ada di ruang tunggu itu antara lain: Jatuh terpeleset oleh licinnya lantai, resiko terjepit oleh kursi-kursi tunggu, terjepit tas, terkena pecahan kaca, dan sebagainya. Semuanya berpotensi luka memar hingga berdarah. Suatu hal yang mustahil jika di lokasi tersebut tidak disediakan sarana pertologan pertama pada kecelakaan. Inilah Indonesia, bandara internasional yang belum layak disebut bandara internasional. Ini baru hal “kecil” yang menurut kacamata saya, bandara ini tidak layak disebut bandara internasional.

Tidak ada komentar:

8 Tulisan Populer Pekan Ini