Kemarin ini saya mengunjungi sebuah pesantren tradisional di kecamatan
tempat saya tinggal ini. Lokasinya tidak jauh dari lokasi pabrik yang tiap hari
ramai dengan deru mesin, pabrik yang berteknologi tinggi dalam memproduksi
bahan kertas tulis dan kertas tisu. Pesantren tradisional ini bernama Pesantren
Al-Ikhsan (seharusnya tertulis Al-Ihsan, namun kebanyakan orang menulis huruf “H
tipis” dengan huruf “KH”). Pesantren tradisional yang masih menganut cara-cara
beragama ala tradisional. Seperti halnya kemarin ini, mereka memperingati Nisfu
Sya’ban dengan bermaksud meminta pengampunan dari Allah SWT. Nisfu Sya’ban
diyakini sebagai hari penutupan buku amal dan malam itu adalah malam yang
spesial untuk melakukan ibadah-ibadah khusus.
Nisfu Sya’ban ini adalah termasuk “cara beribadah” yang terbilang baru
dan aneh bagi hidup saya, mengapa? Karena sejak kecil saya telah bersekolah di
Madrasah, kemudian belajar ke SD, SMP (SLTP), SMU ( SMA), tidak satupun guru
agama saya mengajarkan tata cara beribadah di malam Nisfu Sya’ban ini. Jadi,
saya termasuk orang muslim yang terheran-heran dengan tata cara ibadahnya.
Intinya pada malam itu ada pembacaan Surat Yasin sebanyak 3 kali. Saya
memperhatikan bacaan Yasinnya, mereka membacanya dengan kecepatan penuh, saya
mengira itu bukan bacaan Al Quran yang benar lagi, dan mungkin malaikatpun
bingung mendengarnya, entah itu bacaan Surat Yasin atau suatu bacaan mantra
cepat yang mirip Surat Yasin. Setelah bacaan Surat Yasin, mereka melanjutkannya
dengan Shalat Sunnat 2 Rakaat dalam jumlah yang banyak, lagi-lagi dikerjakan
dengan ekspres karena mengejar kuantitas rakaatnya.
Di sini saya bukan bermaksud untuk mendiskreditkan tata cara ibadah
yang seperti itu. Hanya sekadar menyampaikan pesan bahwa meskipun kita tidak
sepakat dengan hal itu, bukan berarti bahwa kita dengan mudah memberi vonis
bahwa saudara-saudara kita itu sesat, apalagi sudah berani menyebut mereka
sebagai ahli bid’ah yang pantas masuk neraka. Na’udzu billah, vonis yang semacam
itu sudah keterlaluan. Saya mengikuti prosesi Nisfu Sya’ban (Baca Yasin) di
malam itu hingga selesai. Kemudian diakhiri dengan kegiatan makan malam bersama
dengan pimpinan pesantren, para guru dan santrinya.
Saudaraku, kita hidup di atas bumi telah diberikan tuntunan beragama
yakni Islam. Sudah sama kita ketahui bahwa tujuan beragama adalah bukan untuk
saling memperdebatkan teks-teksnya, melainkan untuk mempertajam keyakinan kita
hanya kepada Allah, bertauhid kepada-Nya dan mengimani Nabi Muhammad sebagai
tauladan terbaik hingga akhir zaman. Sekali lagi, tujuan beragama bukanlah
untuk saling berdebat. Lakukan yang terbaik sesuai dengan keyakinan kita
masing-masing, jaga persatuan antara sesama pemeluk agama Islam, agar ia tidak
mudah diacak-acak oleh musuh agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar