SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Jumat, 21 Desember 2007

SEPI, Liburan ‘Idul Adha

“Ana sedang sedih, stresss, lagi bete, semua pergi, PULKAM! Akhi, tolong ana, Rahmat, Sobat setiaku! Apa kabar akh? Bls, penting”

Sekilas lucu. Akan tetapi bila dirunut kedalaman makna tersiratnya, bisa-bisa menggetarkan batin kita. Atau boleh jadi memancing butir kecil hangat keluar membasahi wajah. Berasal dari sumber mata air perasaan yang terdalam. Kalimat ‘terkutip dua’ di atas adalah bunyi SMS dari ponsel jhd kepada salah seorang sahabat, Rahmat Firdaus. Menyatakan kebingungan yang bermakna, mencurahkan cemas gelisah batin yang membara… ibarat kobaran api yang memerah.

Liburan ‘Idul Adha tahun ini sangat menorehkan duka kecil baik di dada maupun punggung batinku. Pukulan halus menyentuh dinding-dinding kalbuku. Entah apa yang kurasakan, aku pun bingung sendiri. Intinya, sang ‘aku’ merasa kehilangan. Mereka, sahabat2 dakwahku sebagian besar meninggalkan kota Padang untuk berlibur di kampung halaman masing-masing. Mereka merayakan ‘Idul Adha bersama keluarga, jelasnya Ayah dan Ibu mereka, tidak terkecuali sahabat qur’aniku Rahmat Firdaus. Ikhwan mujahid yang unik ini pulang ke Bukit Tinggi merayakan ‘Id bersama ‘apak jo amaknyo’.

Hanya aku, kesendirian menyapa. Padang, Komplek Cendana Lubuk Buaya dan Wisma Iqra’, Pauah, daerah dinamis yang setiap hari kulintasi, terasa sepi. Ia ibarat kota mati. Kota mati dari aroma pejuang sejati. Wah, kayaknya perasaanku sudah terbolak balik sedikit banyaknya oleh kondisi ini. Kehampaan, ditinggalkan sendirian di Padang. Yah, terpaksa komputer di dalam kamar ini menjadi saksi kehampaan ini, kadang juga ONLINE via internet. Sesekali raket badmintonku kusentuh, memandangnya sekilas, sekedar bertanya lanjut : Hey, kapan nih aku bisa bermain badminton lagi bersama sobat2 se wisma? (Bersama Eko, Darul, Ega, Fadil, Aris, dkk). Club badmintonku pun sunyi… Mereka berdiam bersama liburnya masing-masing. Lapangan yang setiap pekannya basah oleh keringat kini menjadi kering berdebu tanpa lembab… Oh, betapa tak tidaknya!

Eh… ada Al Qur’an penawar rinduku, aku rindu pada-Mu ya Allah. Kerinduan pada Allah adalah seutama-utamanya kerinduan. Ia mampu mengalahkan kerinduan horizontal yang menggelegak dalam diri seorang insan… dan teori ini pun hanya berlaku aplikatif terhadap jiwa-jiwa yang tenang… Jiwa-jiwa yang tak terganggu oleh hiruk-pikuk dunia. Tenang bertafakkur memikir alam jiwa dan fisik. Mendengarkan firman-firman Rabbnya yang terbisikkan indah melalui lidah-lidah para qari’ yang fasih. Murattal Al Qur’an, menjadi penawar sepi kali ini…

Terus terang, ada juga rasa rindu horizontal yang lahir dari diriku. Merindukan mujahid-mujahid kampus dengan semangat berapi. Insya Allah, ini bukan kerinduan yang mengandung kedurhakaan. Aku merindui jiwa-jiwa itu karena terikat dalam nama Allah. Itulah ide ceritaku saat ini.

Di balik kesunyian ini, rupanya ada beribu pelajaran yang kudapati. Kesendirian ini menjadi guru terbaik untuk mentarbiyah seorang jhd untuk hidup sendiri tanpa keberadaan ikhwan mujahid di kiri kanannya. Terbayang, seperti yang aku katakan pada akh Rahmat, kesepianku ini ibaratnya aku sedang melanjutkan studi Master Science-ku ke Malaysia atau Genowa, Italy…, tahun depan. Doakan ya sobat, semoga tercapai dengan kemudahan dari Allah.

(Curahan Hati Seorang JHD, Dr. Jul Hasratman Daeli, M.Sc, insya Allah)

Tidak ada komentar:

8 Tulisan Populer Pekan Ini