Tidak ada kamus. Tidak ada bahan yang akan ditulis. Terpaksa bermain dengan kata-kata. Mencoba melatih kamus batin seperti menggerakkan otot jiwa. Melemaskan perasaan dengan warming-up
Bila diri telah berniat untuk menjadi lebih baik, tentu ini adalah tekad yang paling menantang. Tantangan tak selamanya memberi harapan baik. Ups, jangan cemas. Mungkin tidak juga. Allah ma’ana. Demikian juga riwayat gerak jiwa via jari. Kadang encer, selancar cairan encer mengalir keluar botol. Kadang kental, sekental oli yang terstandarisasi secara ketat. Ah, diri tak perlu gelisah. Dengan kamus yang sudah ada, mungkin sudah cukup produktif mengurai kata-kata…
Mengapa tidak ada kamus? Penyebab utama karena tidak dibeli. Setidaknya dipinjam. Meminjam atau membeli, sama saja. Keduanya berarti mampu memiliki bahan. Itu yang penting. Kamus yang ini bukan kamus sebagaimana biasa. Ini kamus jiwa via jari. Ide tulisan. Ide tulisan akan lahir jika banyak membaca. Banyak membaca (Iqra’) itu kuncinya. Jika tidak maka ‘allama bil qalam… tidak muncul… Iqra dulu. Baca dulu. Baca, baca, baca… Sekali lagi ini kuncinya. Kunci memiliki kamus, entah dipinjam, dibeli, atau bagaimana…. Terserah, yang penting ada kamus.
Tidak ada kamus. Mungkin sudah ada, tapi tidak terlalu ‘perfect’. Saat ini sedang buntu. Entah kamus jenis apa yang dicari. Saat ini kurang dinamis alias statis. Terlalu sibuk atau mengasingkan diri, itu penyebabnya. Air keruh pasti kurang OKE, kalah jauh disbanding air mengalir. Mungkin ini sebabnya : Tidak ada kamus.
“Kamus Kaderisasi”, begitu diri melukiskannya. Itu dulu! Sekarang tidak ada lagi. Mungkin ada sedikit, sisa-sisa tahun lalu namun semakin merosot terasakan oleh diri... Semakin sangat sedikit. Tadi kamus tidak ada. Tidak ada kamus .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar