SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Jumat, 25 Januari 2008

SURAT CINTA UNTUK MAMA

Surat ini ditulis di Padang, 20 Desember 2006. Postingannya baru hari ini. Banyak pertimbangan yang dilakukan penulis untuk mampu menerbitkan tulisan ini. Akhirnya, setelah dipikir-pikir, jadi juga.

Medan Kalbu, 20 Desember 2006

Menjenguk Mama di hari tua, melalui kertas bernoda biru. Mama, ananda mohon maaf. Menulis dengan tinta sederhana, bukan tinta emas.
Mama, ibundaku yang baik. Hari-hariku telah terlewati dengan segala suka dan duka. Aku ingin Mama tahu dan memahami. Demi cinta yang tulus antara ananda dan Mama, ibundaku yang baik.
Mama, ini mungkin surat cinta ananda yang pertama dan sekaligus mungkin yang terakhir kalinya. Karena ananda tidak pernah tahu apakah Sang Khalik masih berkenan memberi nafas panjang pada ananda atau tidak.
Mama, ananda ingin bertanya saat ini. Sudi kiranya Mama membalasnya dengan beberapa untai jawaban singkat. Benarkah ananda anak yang shalih? Merasa berhasilkah Mama mendidik ananda? Ataukah ananda adalah sebaliknya, telah menjadi anak durhaka?
Duhai Mama, semua kalimat tertulis di atas bukanlah suatu yang nyata di hadapan ananda, karena dunia juga tahu bahwa Mama tidaklah mungkin menerima surat ini. Mama telah lama menjauh dari dunia, hidup dan kehidupan, Mama telah lebih sepuluh tahun tidak menjadi ibu untukku sebagaimana profesi para ibu saat ini. Mama menjauh dari dunia ananda, bukan karena dunia itu sendiri, bukan, melainkan Mama memenuhi panggilan Allah ‘azza wa jalla.
Mama, adakah kebahagiaan untukmu di sana Ma? Beritahu ananda, saat ini ananda hanya mampu mengirim sebait do’a permohonan kepada Allah ‘azza wa jalla, semoga Mama berbahagia karenanya.
(Allaahummaghfirliy, wa liwalidayya, warhamhumaa kamaa rabbayaaniy saghiiran)
Biarpun dunia telah berbeda, ananda mencoba membuka tabir segala tabir, agar dunia tahu bahwa ada ungkapan kalimat cinta suci yang terpendam di medan kalbu ananda. Walaupun Mama tak lagi mampu membacanya.
Inilah surat ananda… Mama, ibundaku yang baik. Ananda mencintaimu, cinta yang tulus. Tetapi tidak melebihi cintaku pada-Nya. Mama, ibundaku yang baik. Ananda rindu padamu, tapi tidak melebihi rinduku pada-Nya.
Mama, ada satu kekhawatiran di kalbu ananda, satu histeris kalbu menderu, satu kegelisahan menderai. Mama, di setiap do’a yang ananda ucapkan di setiap kesempatan beribadah kepada-Nya. Di setiap dzikir dan do'a pada-Nya yang tak terlewatkan, semuanya menyertakan nama Mama, seraya memanggil Allah ‘azza wa jalla : Ya Allah, bahagiakan ibundaku, pertemukanlah kami kelak bersama Rasul-Mu di hari yang tiada pertolongan selain-Mu , di hari yang tiada rahmat dan kasih sayang selain dari-Mu.”
Mama, kegelisahan itu memunculkan takut, menguatkan ‘khauf’ kepada-Nya. Bila saja Allah ‘azza wa jalla tidak mengabulkannya. Mama, maafkan ananda bila do’a-do’a itu tertolak lantaran maksiat yang ananda perbuat. “Ya Allah, ampuni hamba ya Allah, ampunan hanya dari-Mu, bahkan permohonan ampunan ini pun tak mampu hamba mohonkan tanpa bantuan-Mu.”
Mama, ananda merasa iri kepada mereka yang masih sempat melihat wajah ibundanya. Ketika pulang kuliah dari kampus. Atau ketika liburan mereka pulang kampung melihat ibundanya, ketika mereka dimanja, ketika segelas teh hangat disuguhkan ibunda kepada mereka, wujud rindu dan kasih sayang yang mendalam. Ketika lebaran, mereka liburan. Mereka melewatkan hari-hari bersama bundanya, senyum berbalas, ada cinta yang nyata di sana
Aduhai Mama, ananda tak mampu lagi mendapatkan semua itu. Ananda hanya mengandalkan untaian do’a dari mulut diri hamba yang tak pernah luput dari maksiat. Mama, betapa inginnya ananda di saat mama mengetahui bahwa di usia menjelang dua puluh tahun ini, ananda ingin berbakti pada Mama, ada tekad yang mendalam hadir mengiringi cinta ananda. Ananda hanya bisa diam, merenung dan berdo’a, ketika sahabat-sahabatku yang lain masih sempat berbakti pada bundanya, sedangkan mereka lalai. Ketika mereka masih sempat membuat ibundanya bahagia di dunia, namun mereka lalai, selalai-lalainya.
Maafkan ananda wahai Ibunda, Mamaku yang baik. Engkau telah jauh di alam sana. Kutahu bahwa sekarang ini pasti Allah ‘azza wa jalla sangat mengetahui keadaanmu, “Cukupkanlah ya Allah, cukupkanlah bakti hamba dengan seuntai do’a kecil ini, Rabbighfirliy wa liwalidayya, warhamhumaa kamaa rabbayaaniy saghiiran, allahumma aamiin.”

(Ananda di Medan Kalbu, hamba-Nya yang lemah)

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Artikel-artikel di blog ini bagus-bagus. Coba lebih dipopulerkan lagi di Lintasberita.com akan lebih berguna buat pembaca di seluruh tanah air. Dan kami juga telah memiliki plugin untuk Blogspot dengan installasi mudah. Salam!

http://www.lintasberita.com/Lokal/SURAT_CINTA_UNTUK_MAMA/

faizah mengatakan...

subhanallah artikelnya menyadarkan lagi diri saya sendiri akan kesempatan yang masih diberikan oleh Rabb untuk berbakti kepada orang tua..jazakumullah khair akhi, tulisannya bagus..terus menulis

wassalam
Faizah Fulyani

IceCreamLover mengatakan...

subhanallah ...bagus banget artikelnya.. jadi mewek sendiri bacanya krna inget mama.. :P

JHD Musa (jehademusa) mengatakan...

Dear all, terima kasih atas kunjungannya di blog saya ini. Semoga Allah mencatat kita sebagai anak yang shalih, amin.

8 Tulisan Populer Pekan Ini