SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Rabu, 20 Februari 2013

Berlomba Mencintai Nabi


Masih ingatkanh sebuah potongan ayat tentang ajakan berlomba di dalam Al-Qur’an? Sependek pengetahuan saya, ayatnya di dalam Surat Al Baqarah yakni “fastabiqul khairat”. Maka berlombalah dalam kebaikan. Berlomba untuk mendapatkan hadiah dari Allah. Hadiahnya hadiah spesial, bisa jadi uang tunai yang disegerakan di dunia atau uang tunai di akhirat. Uang ajaib yang berwujud segala keindahan dan kesempurnaan kelak, itulah surga. Dambaan kita semua.

Tentu kita tidak terlalu lupa bahwa belum lama ini kita sibuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Inti dari pesan agenda mulia itu adalah agar umat mencintai Nabi. Sebaik-baik kecintaan adalah kecintaan kepada Allah. Kecintaan kepada Allah harus dibuktikan dengan kecintaan kepada Nabi yakni dengan mengikuti risalah yang telah dibawa oleh Nabi.

Beberapa waktu lalu saya mendengar pesan Maulid hanya sebatas kecintaan melalui shalawat. Ini memang tidak salah, tidak salah! Tetapi jika kecintaan itu hanya genap di situ saja maka akan berujung pada sebuah kesalahan besar. Mencintai Nabi tidak hanya asal shalawat, tidak hanya ucapan di bibir, ribuan kalimat shalawat yang telantun akan sia-sia jika itu hanya sebatas seremonial bibir, lidah, dan mulut belaka. Saya tidak mengatakan bahwa shalawat tidak perlu, bukan itu maksud saya. Malah dalam sehari, mungkin saya lebih banyak bershalawat dari pada jumlah yang dipikirkan oleh pembaca. Shalawat tetaplah jalan, tetaplah dijadikan amal, tetapi puncak amal tidak hanya sampai di situ.

Kecintaan sejati kepada Nabi adalah dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan Nabi yang masih ‘terbengkalai’. Saya menyebutnya agak ekstrim, terbengkalai. Meskipun banyak yang tidak sepakat dengan hal ini. Terbengkalai maksudnya bukan berarti bahwa saya mengevaluasi pekerjaan Nabi belum beres di atas dunia, tidak demikian. Terbengkalai dalam arti bahwa adanya masalah yang berkesinambungan yang menjadi PR bagi kita semua umat Nabi. Masalah keumatan itu atara lain seperti aqidah umat yang belum lurus, akhlaq umat yang jauh dari tuntunan Islam, ibadah yang tidak disiplin. Jika berdiam diri dengan hal ini, apakah kita layak disebut sebagai orang yang sudah cinta Nabi?

Dakwah adalah pekerjaan kita bersama yang diwariskan Nabi kepada kita. Pekerjaan paling mudah untuk mencintai Nabi adalah dakwah, tidak hanya asal shawalat. Sebab itu amat sangat terlalu “mudah”. Dengan berdakwah, maka secara otomatis kita telah mengikuti kegiatan Nabi semasa hidupnya. Dengan berdakwah berarti kita telah melakukan pekerjaan-pekerjaan Nabi yang ingin dilakukannya seandainya saja umurnya masih panjang, dengan kata lain bahwa dakwah adalah pekerjaan warisan dari Nabi untuk kita semua para umatnya.

Dengan dakwah maka cinta kita kepada Nabi lebih kuat dan lebih berwujud nyata, dakwahnya tak hanya sebatas kata-kata. Dakwah adalah aktif memperbaiki umat, mencegah kemungkaran dan menganjurkan mereka mengerjakan kebaikan dengan ucapan dan keteladanan yang terbaik dari sisi pendakwah (da’i). Siapa yang tidak percaya diri untuk berdakwah dan belum ingin agar dirinya disebut sebagai pendakwah maka itu berarti pula bahwa ia tidak percaya diri mencintai Nabi dan mengikuti Nabi. Sebab itu, tidak ada pilihan lain selain harus berdakwah. Kita harus berdakwah!

Tidak ada komentar:

8 Tulisan Populer Pekan Ini