Masih ingatkanh sebuah potongan ayat tentang
ajakan berlomba di dalam Al-Qur’an? Sependek pengetahuan saya, ayatnya di dalam
Surat Al Baqarah yakni “fastabiqul khairat”. Maka berlombalah dalam kebaikan.
Berlomba untuk mendapatkan hadiah dari Allah. Hadiahnya hadiah spesial, bisa
jadi uang tunai yang disegerakan di dunia atau uang tunai di akhirat. Uang
ajaib yang berwujud segala keindahan dan kesempurnaan kelak, itulah surga.
Dambaan kita semua.
Tentu kita tidak terlalu lupa bahwa belum lama
ini kita sibuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Inti dari pesan agenda
mulia itu adalah agar umat mencintai Nabi. Sebaik-baik kecintaan adalah
kecintaan kepada Allah. Kecintaan kepada Allah harus dibuktikan dengan
kecintaan kepada Nabi yakni dengan mengikuti risalah yang telah dibawa oleh
Nabi.
Beberapa waktu lalu saya mendengar pesan Maulid
hanya sebatas kecintaan melalui shalawat. Ini memang tidak salah, tidak salah!
Tetapi jika kecintaan itu hanya genap di situ saja maka akan berujung pada
sebuah kesalahan besar. Mencintai Nabi tidak hanya asal shalawat, tidak hanya
ucapan di bibir, ribuan kalimat shalawat yang telantun akan sia-sia jika itu
hanya sebatas seremonial bibir, lidah, dan mulut belaka. Saya tidak mengatakan bahwa
shalawat tidak perlu, bukan itu maksud saya. Malah dalam sehari, mungkin saya
lebih banyak bershalawat dari pada jumlah yang dipikirkan oleh pembaca.
Shalawat tetaplah jalan, tetaplah dijadikan amal, tetapi puncak amal tidak hanya
sampai di situ.
Kecintaan sejati kepada Nabi adalah dengan
melakukan pekerjaan-pekerjaan Nabi yang masih ‘terbengkalai’. Saya menyebutnya
agak ekstrim, terbengkalai. Meskipun banyak yang tidak sepakat dengan hal ini.
Terbengkalai maksudnya bukan berarti bahwa saya mengevaluasi pekerjaan Nabi
belum beres di atas dunia, tidak demikian. Terbengkalai dalam arti bahwa adanya
masalah yang berkesinambungan yang menjadi PR bagi kita semua umat Nabi.
Masalah keumatan itu atara lain seperti aqidah umat yang belum lurus, akhlaq umat
yang jauh dari tuntunan Islam, ibadah yang tidak disiplin. Jika berdiam diri
dengan hal ini, apakah kita layak disebut sebagai orang yang sudah cinta Nabi?
Dakwah adalah pekerjaan kita bersama yang
diwariskan Nabi kepada kita. Pekerjaan paling mudah untuk mencintai Nabi adalah
dakwah, tidak hanya asal shawalat. Sebab itu amat sangat terlalu “mudah”.
Dengan berdakwah, maka secara otomatis kita telah mengikuti kegiatan Nabi
semasa hidupnya. Dengan berdakwah berarti kita telah melakukan
pekerjaan-pekerjaan Nabi yang ingin dilakukannya seandainya saja umurnya masih
panjang, dengan kata lain bahwa dakwah adalah pekerjaan warisan dari Nabi untuk
kita semua para umatnya.
Dengan dakwah maka cinta kita kepada Nabi lebih
kuat dan lebih berwujud nyata, dakwahnya tak hanya sebatas kata-kata. Dakwah
adalah aktif memperbaiki umat, mencegah kemungkaran dan menganjurkan mereka mengerjakan
kebaikan dengan ucapan dan keteladanan yang terbaik dari sisi pendakwah (da’i).
Siapa yang tidak percaya diri untuk berdakwah dan belum ingin agar dirinya
disebut sebagai pendakwah maka itu berarti pula bahwa ia tidak percaya diri
mencintai Nabi dan mengikuti Nabi. Sebab itu, tidak ada pilihan lain selain
harus berdakwah. Kita harus berdakwah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar