Sudah tidak asing lagi kalau dalam beberapa
tahun terakhir di negeri ini, istilah kriminalisasi sering terdengar di media
massa. Saya yang tadinya sangat awam tentang dunia hukum dan kriminal, sekarang
menjadi sedikit lebih tahu, paling tidak berani berkomentar meskipun tidak
begitu berarti bagi orang-orang cerdas. Komentar saya tentang kriminalisasi
tidak banyak, cuma mengatakan bahwa orang-orang sekarang ini sudah semakin
cerdas merekayasa suatu keadaan agar orang yang dituju atau ditargetkan
terperosok dalam kasus kriminal. Kriminalisasi itu adalah sebuah proses
sistemik yang menargetkan seseorang menjadi kriminalis, tetapi tidak dalam
keadaaan sebenarnya, tidak benar kriminal.
Beda halnya dengan isterisasi, nah bagaimana
pula dengan istilah ini? Memang istilah ini adalah istilah baru, media massa
pun belum pernah (setahu saya) menyebutkannya. Mungkin cuma di blog ini saja
ada istilah isterisasi. Sama! Sama dengan kriminalisasi. Kalau kriminalisasi
adalah proses menuju kriminalis, maka isterisasi adalah proses menuju diperisteri.
Perlu dicatat, sebagaimana ciri khas kriminalisasi yaitu tidak sebenarnya maka
demikian juga dengan isterisasi, tidak dalam keadaan sebenarnya (intinya hanya
main-main, tidak benar serius). Target isterisasi adalah para perempuan, karena
tidak mungkin laki-laki bisa jadi isteri.
Kriminalisasi dan isterisasi sudah semakin
menjamur. Kalau kriminalisasi banyak muncul di berita televisi maka isterisasi
lebih heboh lagi. Mulai dari hotel mewah sampai tepi comberan ada. Tidak perlu
media massa untuk mempublikaskannya. Ah, jangan terlalu jauh-jauh berpikir,
isterisasi itu disebut orang zaman kini sebagai pacaran. Ia adalah seni
sekaligus proses sistemik yang menargetkan seseorang menjadi isteri, tetapi
tidak dalam keadaan sebenarnya. Kalau memang untuk jadi isteri, mengapa harus
melewati isterisasi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar