Sebenarnya membanding-bandingkan bidang ilmu dengan tujuan mencari mana yang lebih baik adalah pekerjaan paling bodoh di atas bumi, itu pesan yang saya tangkap dari salah seorang dosen saya sewaktu kuliah S1.
Baiklah, saya
abaikan dahulu pesan di atas. Mengawali tulisan ini saya akan menulis semboyan:
“Chemical
Science is better than Chemical Engineering”. Alasan utama adalah
karena saya adalah lulusan kimia sains (Chemical Science = Ilmu Pengetahuan
Tentang Kimia = Ilmu Kimia). Jika di dalam tulisan ini, ada kesan
mengistimewakan kimia sains, itu adalah hak pribadi saya sebagai penulis blog.
Meskipun demikian, saya akan mencoba lebih obyektif dan mungkin tidak dapat
dipungkiri akan kurang adil nantinya. Bahkan seseorang yang menyandang banyak
bidang keahlian ilmu kimia sekaligus (teknik, sains, pendidikan), akan sangat
sulit baginya untuk bisa adil menghakimi. Soalnya persoalannya kompleks dan
sangat sulit untuk melakukan generalisasi. Selamat mencoba memilah dan memilih,
selamat membaca.
Saya sering
menemukan tulisan tentang perbedaan kimia murni atau kimia sains (MIPA) dengan
teknik kimia, semua dibahas oleh beberapa penulis yang sebagian besar latar
belakang ilmunya teknik kimia, kecuali tulisan ini: BINGUNG, MEMILIH KIMIA MIPA ATAU KIMIA TEKNIK? (silakan diklik dan
dibaca ya). Umumnya, analisis yang mereka bahas tidak semua tepat dari kacamata
saya sebagai seorang lulusan kimia sains. Bahkan, ada kesan bahwa para pembahas
itu mengistimewakan teknik kimia di atas kimia sains. Wajar, karena mereka
adalah lulusan teknik kimia. Saya tidak melarang mereka untuk memberi penekanan
pada publik dan mempertahankan opini yang telah terbangun selama ini bahwa
teknik kimia jauh lebih tinggi strata dan kompetensinya ketimbang kimia sains.
Nah kan? Namun saya tidak sepakat, dari kaca mata pribadi (-1.5) maupun dari
kaca mata ilmiah.
Sebagai
catatan, di dalam kehidupan sehari-hari kita dengan mudah (bahkan sering)
mengamati orang yang memiliki latar belakang ilmu teknik kimia menjadi seorang
pendidik dan bahkan menjadi seorang “Saintis”. Sebaliknya seorang kimia sains,
sering menjadi “Insinyur” di lapangan, khususnya dunia industri. Industri
tempat saya bergabung saat ini (2009 – sekarang), saya melihat bidang
produksinya dipimpin oleh lulusan kimia sains . Demikian juga dengan bidang
pengelolan limbah dipimpin oleh lulusan kimia sains sejak lama. Mengapa
demikian?
Jawabannya
adalah karena kimia sains jauh lebih baik dari teknik kimia.. Kalau melihat perbedaan
kurikulum, argumentasinya dapat dibangun dengan jelas. Dari analisis terhadap
kurikulum kimia sains dan kurikulum teknik kimia, kita akan mudah menyimpulkan
bahwa kimia sains memang lebih baik dari pada teknik kimia dalam hal keilmuan “KIMIA”.
Mengamati
porsi pelajaran kimia di dalam kurikulumnya, teknik kimia hanya sekitar 30-45 %
belajar kimia, selebihnya non-kimia. Muatan dominan adalah fisika dan
matematika. Itulah sebabnya, di lapangan kerja kimia banyak lulusan teknik
kimia yang kewalahan sendiri karena dasar ilmu kimianya sangat rendah (poor).
Hendaknya ini juga dipikirkan oleh para pemegang kebijakan di perguruan tinggi
teknik kimia. Tidak seperti lulusan kimia sains, memiliki kompetensi “mampu berenang”
di antara ruang-ruang unsur dan senyawa hingga tataran atom sekalipun. Bila ada
masalah berkaitan proses kimia, seorang lulusan teknik kimia cenderung
mengembalikannya ke logika fisika dan logika matematika. Padahal seharusnya
dikembalikan ke logika kimia. Penguasaan logika kimia amat sangat tergantung
dari kecakapan seseorang di dalam memahami konsep dasar ilmu kimia itu sendiri.
Kemudian, kita
harus menyadari bahwa kurikulum teknik kimia menekankan pada operasi lapangan.
Artinya, baru betul-betul paham kalau sudah berada di lapangan. Ilmu teknik
kimia adalah ilmu lapangan, maka jangan heran kalau ada lulusan sastra Inggris
menjadi kepala bidang proses pembuatan bahan kimia, saya melhatnya langsung dan
terbukti sukses mengelola dan memimpin setiap tindakan yang berhubunga dengan
proses kimia industri. Namun jangan harap seorang lulusan sastra Inggris bisa
menjadi kepala bidang penelitian dan pengembangan di bidang proses kimia
industri. Hehe, jelas tidak bisa!
Bagaimana
dengan kimia sains? Memang benar, ilmu operasi lapangannya sangat minim bahkan
untuk beberapa perguruan tinggi tidak mengajarkannya sama sekali kecuali dalam
beberapa mata kuliah pilihan berbasis teknologi industri, misal dahulu saya
belajar Elektrokimia Industri, Mikrobiologi Industri, Teknologi Enzim,
Teknologi Fermentasi, dan mata kuliah lain yang berhubungan dengan teknologi
atau industri. Lalu mengapa seorang lulusan kimia sains dapat berhasil di
lapangan? Ya, karena namanya juga ilmu lapangan, semakin lama di lapangan maka
akan semakin paham. Bila lulusan sastra Inggris saja bisa, apatah lagi lulusan
kimia sains, pasti lebih dahsyat. Inilah yang saya buktikan secara langsung
berdasarkan pengalaman dari mengamati lulusan kimia sains yang bekerja di
lapangan (proses industri kimia).
Seorang
lulusan kimia sains memiliki ilmu kimia 99 % sementara lulusan teknik kimia
hanya sekitar 30 – 40 % memiliki ilmu kimia, selebihnya berhubungan dengan
matematika, fisika, mekanika, dan ekonomi (persentase secara kasar diperoleh
dari membandingkan kedua kurikulum bidang ilmu). Bayangkan, bila seorang
lulusan kimia sains bekerja di sebuah industri dan ia juga memiliki kemampuan
matematika, fisika, dan ekonomi yang baik? Tentu akan lebih baik dari pada
lulusan teknik kimia. Tidak berlaku sebaliknya, seorang lulusan teknik kimia
akan sulit memperlajari teori kimia pada saat ia sudah berada di lapangan
(dunia industri). Membuka buku teks wajib anak kimia sains adalah mustahil
karena itu sangat teoritis, meskipun ilmu itu sangat diperlukannya. Jelas dari
sini bahwa kompetensi kimia sains mampu mengimbangi teknik kimia. Itulah
makanya saat ini teknik kimia tidak dianggap lagi sebagai suatu profesi sebagaimana
layaknya profesi insinyur.
Sementara itu di
sisi lain banyak juga lulusan kimia sains yang juga kebingungan ketika memasuki
lapangan kerja kimia, ia bingung karena bisa diibaratkan seperti katak yang
keluar tempurung. Wow, ternyata seperti ini ya kalau bahan kimia meledak!
Dooor. Dan akhirnya: “innalillah”. Kurikulum pendidikan tinggi kimia sains
cenderung diarahkan ke skala laboratorium tanpa ada penjelasan lebih lanjut
tentang perlunya “berada” di luar angkasa. Sebenarnya ini kurang tepat bila anggapan
bahwa penempaan kompetensi mahasiswa kimia sains dilakukan di laboratorium. Itu
sungguh tidak tepat! Sebab ketika bekerja nanti, lulusan kimia sains akan
dihadapkan pada masalah-masalah besar di dalam kehidupan yang mengharuskan mereka
berpikir menemukan solusi atas masalah-masalah besar tersebut. Jika sejak lama
masih di dalam tempurung, bisa-bisa ketika di dunia kerja akan kaget
sekaget-kagetnya, heh.
Pembahasan
saya di atas mungkin berlebihan. Ada opini dari pembaca yang menyimpulkan bahwa
tulisan ini cenderung ‘merendahkan’ lulusan teknik kimia. Tetapi sebenarnya ini
hanya gerakan penangkal opini saja. Di dalam teori kimia, ini hanyalah reaksi
saja, bukan aksi. Jika dilihat di dunia maya, amat banyak tulisan yang
merupakan kebalikan dari tulisan ini. Saya menyarankan kepada rekan-rekan
lulusan teknik kimia agar tidak berkecil hati jika tulisan ini tidak memuliakan
mereka. Apa yang saya tulis adalah fakta yang saya temukan langsung di dunia
nyata sejak bekerja di dunia industri pada tahun 2009 hingga sekarang, kemudian
saya bandingkan diskusikan dengan rekan-rekan lulusan kimia sains di seantero
nusantara.
Kesimpulan
yang paling mudah diterima adalah dengan mengatakan bahwa seorang saintis kimia
(lulusan kimia sains) dan insinyur kimia (lulusan kimia teknik) dapat saling
melengkapi. Bahkan tidak boleh ada anggapan bahwa salah satu dari keduanya
lebih baik. Saintis kimia dalam banyak kesempatan mampu sukses menjadi insinyur
kimia. Demikian juga dengan insinyur kimia dalam banyak kesempatan mampu sukses
menjadi seorang saintis. Ini berbeda dengan profesi lain seperti di dalam
bidang kesehatan ada dokter, apoteker, dan perawat, meskipun pekerjaaannya
saling melengkapi tetapi tidak boleh saling menggantikan karena ada peraturan
ketat yang mengaturnya. Kalau di antara teknik kimia, kimia sains, ataupun
pendidik (guru) kimia secara terbukti saling melengkapi dan dapat saling
menggantikan, sebab tidak ada aturan untuk itu. So, jangan merasa dan berpikir
saya lebih baik dari keahlian kimia lain.
Sejarah telah
bicara bahwa ada tumpang tindih antara “profesi” kimia sains (saintis) dengan
“profesi” teknik kimia (insinyur). Kita dapat melihat di sekitar kita bahwa
saintis juga mampu bekerja mendesain berbagai peralatan kimia dan
mengoptimalisasi prosesnya, pada saat bersamaan seorang insinyur juga mampu
melakukan penemuan-penemuan menakjubkan di dalam bidang kimia. Kita mengetahui
bahwa ada kepala pabrik yang berasal dari saintis kimia dan ada kepala balai
penelitian ilmu dasar yang dipimpin oleh insinyur kimia. Dan ini semua
terbukti, karena perjalanan waktu telah berbicara. Hanya saja, perlu kita
tanyakan diri sendiri, kita adalah saintis kimia atau insinyur kimia atau
separuh dari itu? Hee.
11 komentar:
terima kasih, mantap artikelnya.
www.kiostiket.com
Mantap artikelnya gan. Kebetulan ane juga lagi bingung mau milih jurusan teknik kimia atau kimia murni. Sangat membantu :D
Keren saya tambah bersemangat dgn artikel di atas
keren artikelnya,,
jadi ingin lebih serius mendalami kimia murni ... :D
Krennn .... tak ksih jmpol ni journal ....
Membuat q sdar bahwa q sbenar nya trsesat d jlan yg bnar yaitu jurusan ilmu kimia .... hehehe
nice , saya baru akan memasuki jenjang kuliah dan berniat masuk ke ilmu kimia
sukron, gan.. saya jadi lbh bersyukur berada dlm lingkup kimia murni dan akan mendalaminya lbh jauh lagi
Assalamualaikum wr wb, perkenalkan nama saya Dahrul Ichsan, Alhamdulillah saya juga lulusan kimia, maksud saya mengirimkan komentar ini ingin menanyakan bolehkah saya meminta contak person atau alamat email bapak? Ada yang ingin saya tanyakan dan tidak bisa saya ceritakan disini, kalau boleh balas komentar saya ini ya pak, sebelumnya terima ksh, wassalam
Bagi yg suka science, masuk jurusan kimia memang cocok, tp bagi yg suka teknik, mau tahu itung2an ekonomi pabrik dan bisa merancang pabrik kimia, maka masuk teknik kimia adalah yg cocok. Mengenai kesempatan masuk, jurusan TK lebih susah ketimbang Kimia murni dan ini fakta.
Semoga Berguna
Cahyo
@All
Bagi yang ingin berkomunikasi lebih lanjut, bisa menghubungi saya di julhasratman.d at gmail dot com atau di email kantor bisa juga (jul_daeli at app dot co dot id)
Posting Komentar