Sejak kecil
saat masih di pangkuan Ayah, seringkali aku kampanye: “aku suka hijau.”
Tak
mengerti mengapa menyukai hijau, padahal warna-warna lain sungguh menarik.
Aku suka
hijau meski tak mengerti lagi apa arti dari sebuah warna, termasuk hijau.
Atau mungkin
karena di kala itu Ayah membelikan sebuah kursi plastik mini berwarna hijau.
Kursi hijau
yang aku pakai waktu menonton televisi berwarna di ruangan rumah.
Ah,
entahlah aku terus tak mengerti hingga suatu waktu yang mengantarkan ilmu
hijau.
Hari ini aku
tetap suka hijau, ia lambang jiwa muda, jiwa yang merindukan keasrian.
Aku suka
hijau, blog ini pun dominan hijau tertata sekemampuan, aku suka hijau.
Masjid yang
sering aku singgahi, umumnya berwarna hijau
Walaupun
akhir-akhir ini ia tak lagi hijau karena warna favorit yahudi mendominasi,
kuning!
Aku tinggal
di rimba yang dari atas langit terlihat hijau, masih.
Tidak ada
kerusakan, tidak ada kerusakan, bumiku masih utuh hijau di sini.
Ada memang yang tak hijau, mushhafku yang penuh kenangan, ia berwarna cokelat.
Aku tak
pernah berniat mengganti dan mencari warna hijau favoritku, biarlah.
Kalau dalam
ilmu campur warna, cokelat itu adalah hijau yang ditambahkan merah.
Merah
bermakna semangat yang berkobar, kecintaan yang berapi-api.
Merah
melengkapi hijauku, hingga mushhafku tetaplah berwarna cokelat, baguslah.
Hijau,
kalau dulu dianggap warna, ya, hanya warna.
Sekarang
aku katakan hijau itu adalah pesan: Hari
Ini Jangan Abaikan Umat.
Bagaimana
denganmu kawan, apakah kamu suka hijau? Jawab saja di dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar