Mengulang kisah pribadi, tidak bermaksud pamer melainkan sebagai motivasi dan pelajaran bagi siapapun (bagi yang mau mengambilnya sebagai pelajaran.
Saya pernah
memiliki pengalaman menjadi peserta lomba karya tulis ilmiah kesehatan antar
pelajar SMA tingkat provinsi, alhamdulillah setelah seleksi administrasi dari
belasan atau puluhan (atau mungkin juga ratusan, saya tidak tahu pasti)
akhirnya saya berhasil masuk babak final. Peserta yang masuk babak final hanya
berjumlah 6 orang, akan berlaga di hadapan juri dengan mempresentasikan karya
tulisnya, diakhiri dengan tanya jawab dengan dewan juri. Bayangkan, seorang
pelajar dari SMA ‘kampung’ dengan bahasa Indonesia ala kadarnya berhasil
menjadi juara pertama, itulah saya. Mungkin inilah satu-satunya prestasi
terbesar yang membuat orang-orang terdekat sangat bahagia karena prestasi saya
kala itu. Segala puji hanya bagi Allah.
Judul karya tulis
yang saya buat adalah: MENANGGULANGI POLUSI UDARA DEMI KESEHATAN LINGKUNGAN.
Setelah hari ini saya baca ulang, waduh karya tulis yang saya buat itu sungguh jelek,
penilaian saya. Syukurlah saya bukan jurinya, bisa-bisa kalau saya yang jadi
jurinya akan saya masukkan ke dalam tong (…isilah titik-titik ini…).
Seingat saya tema
karya tulis yang ditawarkan oleh panitia lomba ada tiga yakni tema tentang
narkoba, polusi, dan satu lagi saya lupa. Saya tertarik dengan tema polusi
sehingga memutuskan bahwa karya tulis yang saya ikutkan untuk lomba adalah
karya tulis ilmiah tentang polusi udara untuk kesehatan lingkungan.
Singkat cerita,
pada kesempatan ini saya akan membagikan kepada para pembaca yang budiman
beberapa alasan yang bersifat teknis prosedural mengapa saya berhasil menjadi
juara pertama. Alasan utama adalah karena Allah menghendakinya. Akan tetapi
alasan teknis yang akan saya uraikan ini dapat dianggap sebagai cara atau trik
atau tips menjadi pemenang lomba karya tulis ilmiah di bidang kesehatan,
khususnya kesehatan lingkungan.
1. Saya dibimbing
oleh dua orang guru yang luar biasa: seorang guru bahasa Indonesia yang cerdas
yang (alumnus Universitas Islam Sumatera Utara) dan guru Kimia yang
berprestasi, lulusan Universitas Negeri Medan (dahulu IKIP Medan), malah saat
ini sudah bergelar S2 Ilmu Lingkungan dari Universitas Negeri Padang. Pada titik
inilah membuat saya juga mencintai dunia “Kimia Lingkungan” dan “Biokimia”.
2. Saya rajin
berkunjung ke perpustakaan dan membaca buku-buku yang jarang diminati oleh
siswa lain, misalnya buku tentang Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan
karangan Otto Soemarwoto, buku biografi presiden AS, beberapa buku tentang
penemuan luar biasa dari ilmuwan zaman dahulu, dan lain-lain. Sewaktu SMP, saya
pernah diberi penghargaan oleh pihak sekolah karena menurut catatan sekolah, saya
adalah siswa paling sering berkunjung dan membaca di perpustakaan.
3. Saya berpedoman
pada sebuah buku penuntun pembuatan karya ilmiah remaja beserta beberapa contoh
karya ilmiah remaja di dalamnya. Inilah yang menjadi kekuatan saya dalam
mengelola skematika penulisan karya tulis ilmiah kesehatan. Buku ini saya
pinjam dari perpustakaan sekolah dalam waktu yang cukup lama, setiap minggu
selalu saya pinjam ulang, karena aturan di sekolah batas peminjaman hanya 7
hari (iya, hanya 7 hari kalau saya tidak lupa).
4. Pada saat
presentasi saya mengundang belas kasihan dewan juri dengan sedikit merendah,
mengatakan bahwa saya adalah siswa kampung, sungguh beruntung bisa berdiri di
sini di hadapan para pakar ilmu kesehatan dan pakar ilmu lingkungan. Memang,
hawa kampungan itu terlihat jelas misalnya dengan cara saya berbahasa Indonesia
yang sederhana (cukup gramatikal), dan juga media presentasi karya tulis ilmiah
saya yakni hanya ditulis tangan di atas kertas plastik bening menggunakan
spidol permanen, ditampilkan dengan OHP (Over Head Projector). Beda dengan
rekan lain yang diketik menggunakan komputer.
5. Beruntungnya,
saya tidak mendapat giliran yang pertama menyampaikan presentasi sehingga saya
punya waktu untuk belajar presentasi dari kompetitor finalis lomba yang tampil sebelum
giliran saya. Cara bicara, cara berdiri, cara melihat dewan juri dan audien,
cara menjelaskan, cara menjawab pertanyaan, dan sebagainya.
6. Pada saat
presentasi, saya ‘menyinggung’ (baca: merendahkan tema karya tulis dari peserta
lain) tema lain dengan menekankan bahwa tema yang saya angkat jauh lebih baik
dari dua tema lain, dalam arti bahwa apa yang saya tulis jauh lebih penting dan
signifikan. Kalau tema “narkoba”, saya yakin orang yang terjaga di dalam
keluarga, orangnya alim, orangnya baik-baik maka peluang terjerumus menggunakan
narkoba amat kecil, sedangkan kalau tema “polusi udara”, siapapun ia baik
ustadz, kiai, pendeta, biksu sekalipun akan tercemar apabila kondisi udara di
sekitar kita telah tercemar (polusi). Jadi, pada saat presentasi saya juga
bertindak sebagai marketer. Mempromosikan bahwa barang saya jauh lebih bermutu
dari yang lain.
7. Saya rajin shalat
dan berdoa. Harapan hanya digantungkan pada Allah. Sebagai siswa yang merasa
bukan siapa-siapa, tidak layak menjadi juara, dan kemudian bertawakal. Tapi ini
bukan berarti bahwa saya tidak berjuang maksimal ketika itu. Kebersihan hati
adalah kekuatan, percayalah! Sehingga kesimpulannya adalah apa yang saya raih
sebagai prestasi (juara I) bukanlah karena kemampuan atau kehebatan saya. Itu
adalah anugerah dari Allah. Itu keajaiban dari Allah, saya pun kaget dan tidak
menyangka pada saat juri mengumumkan bahwa saya adalah juara I.
Demikianlah kisah
saya menjadi juara I penulisan karya tulis ilmiah kesehatan tingkat provinsi.
Semoga bermanfaat dan menjadi masukan berharga bagi para pembaca blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar