Berikut ini adalah tulisan yang diubah ulang di dalam BULETIN MASJID AL JIHAD, tim redaksi mengambil dari salah satu sumber dari internet, tetapi sayangnya tidak menyebutkan siapa nama penulis asalnya. Mudah-mudahan tulisan ini menjadi pahala yang mengalir bagi penulisnya.
Cinta Dan Benci Karena Allah
Sahabat
para pembaca “Al Jihad”,
Marilah
kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Azza wajalla, yang telah
menganugerahkan rasa cinta dan benci di hati para makhluk-Nya. Dan hanya Dia
pulalah yang berhak mengatur kepada siapakah kita harus mencintai dan kepada
siapa pula kita membenci.
Cinta
yang paling tinggi dan paling wajib serta paling bermanfaat mutlak adalah cinta
kepada Allah Ta’ala semata, diiringi terbentuknya jiwa oleh sikap yang hanya
menuhankan Allah Ta’ala saja. Karena yang namanya Tuhan (ILAHI) adalah sesuatu
yang membuat hati manusia condong kepadanya dengan penuh rasa cinta dengan mengagungkan
dan membesarkan-Nya, tunduk dan pasrah secara total serta menghamba kepada-Nya.
Allah Ta’ala wajib dicintai, sedangkan yang selain Allah Ta’ala dicintai hanya
sebagai konsekuensi dari rasa cinta kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah
SAW bersabda:
“Tali iman yang paling kuat adalah cinta
karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. At Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan
tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu
Dawud dan At-Tirmidzi)
Dari
dua hadits di atas kita dapat mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan
dan kesetiaan kita hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap
sesuatu yang dicintai Allah, membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridha
kepada apa yang diridhai Allah, tidak ridha kepada yang tidak diridhai Allah,
memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah, mencegah segala yang dicegah
Allah, memberi kepada orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak
memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.
Dalam
pengertian menurut syariat, dimaksud dengan al-hubbu fillah (mencintai karena Allah) adalah mencurahkan kasih
sayang dan kecintaan kepada orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah
ta’ala karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-bughdu fillah (benci karena Allah) adalah mencurahkan ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukan-Nya dan kepada orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada-Nya dikarenakan mereka telah melakukan perbuatan yang mendatangkan kemarahan dan kebencian Allah, meskipun mereka itu adalah orang-orang yang dekat hubungan dengan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling kasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara ataupun saudara keluarga mereka.” (Al-Mujadalah: 22).
Jadi,
para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta pengikut mereka di seluruh penjuru
dunia adalah orang-orang yang lebih berhak untuk kita cintai (meskipun kita
tidak punya hubungan apa-apa dengan mereka) dari pada orang-orang yang dekat
dengan kita seperti tetangga kita, orang tua kita, anak-anak kita sendiri,
saudara-saudara sedarah dengan kita, ataupun saudara kita yang lain, apabila
mereka itu membenci, memusuhi dan menentang Allah dan Rasul-Nya dan tidak memberikan
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya maka kita tidak berhak untuk mencintai
melebihi orang-orang yang berjalan di atas al-haq dan orang yang selalu taat
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Demikian
juga kecintaan dan kebencian yang tidak disyari’atkan adalah yang tidak
berpedoman pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Dan hal ini
bermacam-macam jenisnya di antaranya adalah: kecintaan dan kebencian yang
dimotivasi oleh harta kekayaan, derajat dan kedudukan, suku bangsa, ketampanan,
kefakiran, kekeluargaan dan lain-lain, tanpa memperdulikan norma-norma agama
yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata “Bahwasannya seorang mukmin wajib dicurahkan
kepadanya kecintaan dan kasih sayang meskipun menzhalimi dan mengganggu kamu,
dan seorang kafir wajib dicurahkan kepadanya kebencian dan permusuhan meskipun
selalu memberi dan berbuat baik kepadamu.”
Sesuai
dengan apa yang di katakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, marilah kita
berlindung kepada Dzat yang membolak-balikkan hati, supaya hati kita dipatri
dengan kecintaan dan kebencian yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Karena kadang orang-orang yang menentang Allah di sekitar kita lebih baik
sikapnya terhadap kita dari pada orang-orang yang beriman kepada Allah,
sehingga kita lupa dan lebih mencintai orang-orang kafir dari pada orang-orang
yang beriman. Naudzubillah min dzalik.
Dalam
pandangan ahlusunnah wal jamaah kadar kecintaan dan kebencian yang harus
dicurahkan terbagi menjadi tiga kelompok:
Orang-orang yang dicurahkan kepadanya kasih sayang dan kecintaan
secara utuh. Mereka adalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, melaksanakan ajaran Islam dan
tonggak-tonggaknya dengan ilmu dan keyakinan yang teguh. Mereka adalah
orang-orang yang mengikhlaskan segala perbuatan dan ucapannya untuk Allah
semata. Mereka adalah orang-orang yang tunduk lagi patuh terhadap perintah-perintah
Allah dan Rasul-Nya serta menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah dan
Rasulnya. Mereka adalah orang-orang yang mencurahkan kecintaan, kewala’an,
kebencian dan permusuhan karena Allah ta’ala serta mendahulukan perkataan
Rasulullah SAW atas yang lainnya siapapun orangnya.
Orang-orang yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi
lainnya. Mereka adalah orang yang mencampuradukan antara amalan yang baik
dengan amalan yang buruk, maka mereka dicintai dan dikasihani dengan kadar
kebaikan yang ada pada diri mereka sendiri, dan dibenci serta dimusuhi sesuai
dengan kadar kejelekan yang ada pada diri mereka. Dalam hal ini kita harus
dapat memilah-milah, seperti muamalah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
terhadap seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Himar. Saat itu Abdulllah
bin Himar dalam keadaan minum khamr maka dibawalah dia ke hadapan Rasulullah SAW,
tiba-tiba seorang laki-laki melaknatnya kemudian berkata: “betapa sering dia
didatangkan ke hadapan Rasulullah SAW dalam keadaan mabuk.” Rasulullah
bersabda: “janganlah engkau melaknatnya. Sesungguhnya dia adalah orang yang
cinta kepada Allah dan RasulNya (Shahih Al-Bukhari kitab Al-Hudud). Padahal
dalam riwayat Abu Dawud dalam kitab Al-Asyribah Juz 4 yang dishahihkan oleh Albani
dalam shahih Al-Jami Ash Shaghir hadits no. 4967 Rasulullah SAW melaknat khamr,
orang yang meminumnya, orang yang menjualnya, orang yang memerasnya dan orang
yang minta diperaskan, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan khamr
kepadanya.
Orang–orang yang dicurahkan kebencian dan permusuhan kepadanya secara utuh. Mereka adalah orang yang tidak beriman kepada rukun iman dan orang yang mengingkari rukun Islam baik sebagian atau keseluruhan dengan rasa mantap, orang yang mengingkari asma’ wa sifat Allah Ta’ala, atau orang yang melakukan hal-hal yang membatalkan keIslamannya. Terhadap orang ini wajib bagi kita untuk membenci secara utuh, karena mereka adalah musuh Allah dan Rasul-Nya. Cara membencinya adalah menurut takaran yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
Ada
beberapa faktor yang dapat mengokohkan kecintaan di jalan Allah, antara lain:
Memberitahukan kepada orang yang dicintai bahwa kita mencintai
karena Allah Ta’ala
Diriwayatkan
dari Abu Dzar Ra., bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila
ada seorang dari kalian mencintai temannya hendaklah dia datangi rumahnya dan
mengabarinya (temannya) bahwa ia mencintainya karena Allah Ta’ala.” (HR. Ibnul
Mubarak dalam kitab Az-Zuhdu, hal 712 dengan sanad shahih)
Saling memberi hadiah
Rasulullah
bersabda dalam riwayat Abu Hurairah Radhiallaahu anhu:
“Saling
memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari
dalam kitab Adabul Mufrad, hal 120 dan Baihaqi 6/169 dengan sanad hasan).
Saling mengunjungi
Rasulullah
bersabda dalam riwayat Abu Hurairah.
“Wahai
Abu Hurairah! berkunjunglah engkau dengan baik tidak terlalu sering dan terlalu
jarang, niscaya akan bertambah sesuatu dengan kecintaan.” (HR. Thabrani dan
Baihaqi dengan sanad yang shahih).
Saling menyebarkan salam
“Tidaklah
kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian beriman sehingga
kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu yang
apabila kalian melakukannya akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara
kalian.” (HR. Muslim 2/35).
Meninggalkan dosa-dosa
Dalam
hal ini Rasulullah bersabda:
“Tidaklah
dua orang yang saling mencintai karena Allah atau karena Islam kemudian
berpisah kecuali salah satu dari ke duanya telah melakukan dosa.” (HR. Bukhari
dalam kitabnya Al-Adab Al Mufrad hal. 84).
Meninggalkan perbuatan ghibah
(membicarakan sesuatu tentang saudaranya di saat tidak ada, sementara yang
dibicarakan itu adalah sesuatu yang tidak disukai/aib saudaranya, meskipun itu
fakta atau kebenaran). Allah berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan
(ghibah) sebagian yang lain, sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentunya kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tubat lagi Maha
Penyayang.” (Al-Hujurat ayat 12).
Semoga
Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang tunduk patuh hanya kepada Allah.
Semoga kecintaan dan kebencian kita selalu sesuai dengan apa yang telah
disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Apalagi
yang kita harapkan kecuali mendapatkan kecintaan dari Allah, mendapatkan
kemuliaan dari Allah, mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya, meraih manisnya Iman, mendapatkan kesempurnaan
iman dan masuk ke dalam SurgaNya yang tinggi. Semoga Allah selalu
memberkahi dan merahmati kita. Allahumma Amin.
(Tim
Redaksi Buletin Al Jihad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar