Berdiskusi adalah salah satu kegemaran saya,
apalagi bila diskusinya berbobot, wah bisa saja saya layani 24 jam tanpa stop,
hehe nggak shalat ya?! Ah, bercanda. Namun terus terang, saya amat menyukai berdiskusi
dengan siapapun, saya akan layani insyaAllah, tapi dengan catatan bahwa diskusi
tersebut harus positif, menarik, dan mampu menyemangati. Bercanda juga hobi
saya, siapa yang suka bercanda insyaAllah akan saya layani juga. Canda adalah
diskusi paling ringan yang pernah ada di atas bumi, seringan-ringan canda adalah
senyum. Dalam agama, senyum itu sama dengan bersedekah. Kesimpulannya berdiskusi adalah bersedekah.
Saling berdiskusi bermakna saling bersedekah dalam berbagai hal, terutama
pengalaman.
Dari strata sosial manapun, saya tidak akan
membedakan rekan diskusi, mulai dari pengemis (yang nota bene stratanya hanya terpaut setingkat
di bawah saya) hingga strata ekslusif semisal pejabat atau ilmuwan, itu stratanya sangat-sangat jauh di
atas saya, insyaAllah akan saya layani selagi mereka meluangkan waktu untuk
saya. Nah lho? Yah, begitulah memang. Cobalah sesekali kita bertemu, mari kita berdiskusi.
Kita habiskan waktu untuk saling bersedekah.
Baiklah, saya pikir paragraf di atas cukup
untuk memulai tulisan ini. Intinya saya akan cerita tentang hasil diskusi saya
dengan seorang penjual roti bakar (baca: pebisnis roti bakar). Panjang lebar
kami bercakap, hingga larut malam menjelang kedai rotinya tutup, kami masih terus
berdiskusi. Sesekali diskusi kami diselingi dengan datangnya para pembeli roti bakar khas Bandung itu. Saya tidak mau menyebutkan lokasi diskusi, tidak
perlu, cuma memberitahukan bahwa lokasinya persis di pinggir jalan. Yang ingin
disampaikan adalah salah satu materi diskusi yang cukup menambah wawasan saya sendiri
dan mungkin menginspirasi siapapun yang belum pernah mengetahuinya. Betapa
hebatnya pebisnis ini memikirkan strategi bisnisnya. Ikuti lanjutannya di bawah
ini.
Sang pebisnis ini berujar bahwa salah satu
strategi bisnis kalau berjualan adalah pemilihan lokasi yang tepat. Ya, saya
akui bahwa teori strategi bisnis tersebut juga dipercaya oleh banyak orang.
Orang bodoh dalam urusan bisnis macam saya juga mengetahui teori itu. Lokasi
yang tepat itu adalah yang ramai, misal pasar. Akan tetapi, lanjutnya, lokasi
yang tepat itu termasuk di antaranya adalah bagaimana posisinya jika berada di
tepi jalan, yakni posisi di sebelah kanan atau di sebelah kiri jalan? Nah,
bagaimana itu?
Sang pebisnis roti bakar ini menjelaskan pada
saya secara detil berikut contoh dan alasannya. Misalkan, jika barang jualannya
‘ringan’ atau barang yang cenderung dijadikan oleh-oleh (makanan) sebaiknya
berada di sebelah kiri jalan pulang menuju rumah atau kampung, jangan di
sebelah kanan. Seperti menjual roti bakar sebaiknya di sebelah kiri jalan
pulang atau di sebelah kanan menuju pasar. Mengapa di sebelah kiri? Ini untuk
memudahkan mereka berhenti. Bayangkan bila kita dari pasar dan ingin membeli
oleh-oleh dalam perjalanan pulang menuju rumah, tentu saja tempat belanja yang
kita prioritaskan adalah di sebelah kiri jalan. Menyeberang jalan adalah suatu pekerjaan
yang merepotkan. Ketika tidak ada lagi yang berjualan di sebelah kiri, barulah
kita memutuskan untuk berbelanja menyeberang jalan (sebelah kanan). Inipun
sangat jarang dilakukan, lebih baik tidak membeli bila harus menyeberang.
Sebaliknya jika menjual barang-barang
elektronik dan pakaian, sebaiknya di sebelah kiri jalan menuju pasar atau di
sebelah kanan jalan menuju pulang. Alasannya hampir sama dengan apa yang
dilogikakan di atas. Tujuan orang ke pasar adalah mencari barang-barang ‘berat’
dan tentu saja ketika mereka menuju pasar, mereka pasti memprioritaskan tempat
belanja yang mudah dijangkau, agar tak menyeberang jalan ya di sebelah kiri
menuju pasar.
Demikianlah diskusi saya dengan pebisnis roti
bakar pada suatu malam hingga tengah malam. Memang tidak hanya soal lokasi
bisnis ini saja yang kami diskusikan, topik yang lain banyak. Mudah-mudahan
tidak ada yang bingung dengan tulisan saya kali ini. Jika masih kurang
mengerti, silakan dibaca ulang, dipikirkan lagi ya. Logika berpikir sang
pebisnis roti tadi langsung saya tandai dalam ponsel sebagai sumber inspirasi
yang patut ditulis di dalam blog. Dengan harapan bahwa inspirasi ini mudah
dipahami oleh para para pembaca yang budiman. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar