“Terkadang bila
canda berlebih, suatu yang tak terkira sebagai
peluka, mohon maaf lahir batin, sungguh tak sengaja bila itu salah dan khilaf”
Kalimat di atas saya tulis di dalam akun
Twitter dan status Facebook beberapa bulan silam. Beberapa menit setelah saya
publish, seseorang berkomentar pada status Facebook saya bahwa salah seorang
temannya (yang saya tidak kenal dan juga berteman dengan orang tersebut di
Facebook) juga menulis kalimat yang persis seperti itu di dalam statusnya.
Sehingga karena melihat kesamaan itu, komentator facebook saya berasumsi bahwa
itu semacam pesan berantai yang diteruskan dari orang ke orang, tidak jelas
dari mana asalnya.
Membaca komentar di atas, saya langsung
menanggapi bahwa itu adalah murni saya tulis sendiri, bukan kopi pasta. Mungkin
secara kebetulan kami seide atau mungkin ada penyebab lain yang membuat tulisan
itu sama. Di dalam hati saya menduga, seorang follower saya memindahkan
‘kalimat’ tersebut ke dalam bentuk SMS dan mengirimkannya ke beberapa orang,
lalu seseorang menuliskan kembali isi SMS itu ke dalam status Facebooknya. Ah,
lupakan tentang cerita panjang dan berbelit tersebut. Mari kita lanjutkan ke
persoalan yang lebih serius.
Pemanfaatan TIK atau Teknologi Informasi dan Komunikasi, bukan lagi hal yang baru di
dalam kehidupan kita saat ini. Bahkan mungkin dalam waktu dekat, (maaf) untuk
“beol” pun kita akan segera menggunakan TIK, hehe (kebayang nggak ya?). Ya, itu
adalah dramatisasi betapa TIK sudah memasuki segala aspek di dalam kehidupan
manusia dewasa ini. TIK bukan lagi barang yang mahal, semua sudah mampu
memilikinya sesuai dengan dana yang tersedia dan spesifikasi yang sesuai dengan
kebutuhan manusia. Tidak hanya kalangan menengah ke atas yang menggunakan TIK
tetapi kalangan menengah ke bawah sudah menggunakannya, bahkan mungkin lebih
‘lebay’ dari pada golongan menengah ke atas. Yang saya maksud dengan lebay
adalah sesuatu yang berlebihan dan seperti menggilai sesuatu itu. Lihat saja
orang-orang yang baru pertama punya hape, atau orang-orang yang baru pertama
punya akun Facebook, perhatikan ke-lebay-an mereka.
TIK secara sederhana dipahami sebagai teknologi
yang mempersingkat waktu dan jarak dalam upaya memindahkan informasi atau
sekumpulan data atau dalam upaya memproses informasi atau data tersebut.
Singkatnya waktu dan jarak adalah salah satu keunggulan TIK. Inilah yang
seharusnya menjadi poin penting yang harus dimaknai oleh para juru dakwah
dimana pun mereka berada. Dakwah adalah ajakan yang sangat penting untuk
disampaikan, bila ingin menyingkat waktu dan jarak, agar efisien maka
gunakanlah TIK. Seperti kisah yang saya tuturkan di atas adalah salah satu
bukti bahwa TIK dapat membuat pesan cepat menyebar dalam hitungan detik. Kita
tentunya ingin agar kalimat dakwah cepat sampai kepada para objek dakwah.
Kebutuhan kita akan efisiensi penyampaian dakwah itu dapat dilakukan dengan
cara memanfaatkan TIK sebaik-baiknya.
Proses distribusi pesan kebaikan dan kebenaran di
zaman ini agaknya kalah cepat dengan distribusi pesan kebatilan. Mengapa?
Karena para dedengkot kebatilan telah selangkah lebih maju dari para juru
dakwah. Orang-orang kafir dan fasiq memanfaatkan TIK untuk mempercepat
kehancuran umat. Bila para juru dakwah tidak ikut berlomba di dunia maya, salah
satu bentuk aplikasi TIK, maka jangan harap kemenangan akan mudah diraih. Bukankah
Allah telah menjanjikan ‘Sulthan’ sebagai sebuah kekuatan menguasai. Jika TIK
adalah Sultan maka pergunakanlah ia. Jangan sampai kita ditertawai oleh
kebatilan lantaran mengharamkan TIK yang dalilnya dicari-cari tanpa dasar yang
kuat dan jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar