SELAMAT DATANG DI SITUS BLOG HADZIHI SABILI - JEHADEMUSA

Minggu, 06 Januari 2013

Ustadz Farhan, Mengenangmu Kembali (Bagian 1)

Seingat saya, cerita tentang Ust. Farhan belum pernah saya tuliskan di blog ini, kecuali sekadar menyebut nama saja di postingan terdahulu (Mengenal FPRJ Tebing Tinggi). Kali ini saya akan bercerita tentang beliau, sejak pertama mengenalnya hingga kemudian kami semua berpisah dengan Ust. Farhan untuk selama-lamanya.

Almarhum Ust. Muhammad Farhan 
Suatu hari di tahun 2011, saya bersama ketua BAZIS perusahaan (Bp. H. Muhammad Rayhan Suratman) berkunjung ke sebuah pesantren dekat pabrik PT. Lontar Papyrus, Tebing Tinggi Tanjung Jabung Barat Jambi. Pesantren yang bernama Fathul ‘Ulum itu adalah pesantren sederhana, boleh dikatakan masih dalam tahap permulaan meskipun sudah bertahun-tahun didirikan, para pengajarnya pun masih tergolong pengajar sukarela demi mengembangkan dakwah di daerah ini. PT. Lontar Papyrus Pulp (Unit usaha Sinar Mas Group di bidang bubur kertas di Provinsi Jambi) melalui BAZIS dan Bidang HUMAS-nya (Public Affairs Team) juga sangat memperhatikan pesantren ini, dengar kabar bahwa setiap bulan memang ada dana untuk bantuan operasional pesantren tersebut. Kunjungan kami pada hari itu juga mengantarkan bantuan dan sambil berdiskusi dengan para pengajar pesantren. Beberapa hari sebelumnya, saya bersama akh Novrianto mengisi pelatihan tentang Spiritual Management System di hadapan siswa Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah milik pesantren sederhana itu.

Setelah agenda menyalurkan bantuan selesai dan berniat hendak pulang, pandangan saya tertuju ke arah lapangan pesantren. Meski saya tanpa memakai kaca mata minus 1,5, masih dapat melihat dengan agak jelas bahwa salah seorang pengajar muda sedang membimbing satu kelas siswa Madrasah Aliyah dalam mata ajar “peraturan baris-berbaris” di lapangan. Dengan berpakaian pramuka, mereka sangat serius dan tekun menerima arahan dari sang pengajar muda itu. Saya penasaran, siapakah pengajar muda itu? Menurut saya, ia tidak berbeda jauh umurnya dengan para siswa yang diajarnya. Lalu saya bertanya pada pimpinan pesantrennya (Ust. Ibnu Hajar), saat itu masih menemani kami. “Oh, itu, Ust. Muhammad Farhan, beliau mengajar Bahasa Arab dan sebagai pembimbing Pramuka di pesantren kita, selain itu juga mengajar beladiri” Ustadz Ibnu Hajar menjawab pertanyaan saya. Rupanya Pak Haji Suratman melanjutkan  jawaban Ustadz Ibnu Hajar “iya Pak Jul, itu Farhan, dahulunya juga sebagai ‘Anak BAZIS’ perusahaan kita, barusan lulus dari pesantren di Jawa atas prakarsa tokoh masyarakat setempat dan juga dukungan dari BAZIS perusahaan”.

Alhamdulillah, saya bertemu orangnya! Bertemu?
Iya, saya sudah lama mencari pemuda yang seperti itu. Seseorang yang berpotensi menjadi kader dakwah di masa depan, apalagi Farhan adalah warga yang lahir di daerah ini, bukan perantau seperti saya. Tentu akan memberi manfaat yang lebih luas bagi dakwah ke depannya. Inilah momentum yang amat sangat tepat bagi saya dan rekan-rekan lain untuk merekrut Ustadz Farhan menjadi bagian penggiat kegiatan dakwah kepemudaan di Tebing Tinggi, begitulah saya bergumam dalam hati. Saya langsung saja meminta nomor ponsel beliau dari Ust. Ibnu Hajar tanpa berupaya mendekati beliau di lapangan, maklum saja beliau sedang mengajar di lapangan. Mudah-mudahan di lain kesempatan bisa bertatap muka, bersilaturrahim secara langsung.

Pertemuan ini perlu ditindak lanjuti. Inilah komitmen saya dalam hati saat itu. Saya memberitahukan hal ini kepada salah seorang sahabat dakwah, Ust. Taufiq Hidayat, Ketua HUMAS FPRJ Tebing Tinggi. Apa yang menjadi niat saya tentu saja seiring dengan niatnya. Kami mencari waktu untuk bisa bertemu langsung Ust. Farhan. Sore hari sepulang bekerja dari pabrik (masih berseragam perusahaan, lengkap dengan helm khas pabrik), sekitar pukul 17.15 WIB berdua dengan akh Taufiq menuju rumah Ust. Farhan setelah sebelumnya berkenalan singkat via SMS dan membuat janji untuk bertemu. Alhamdulillah, sesuai dengan petunjuk Ust. Farhan, kami sangat mudah mencari alamatnya da sampai di sebuah rumah kecil berdinding papan, sangat-sangat sederhana. “Assalamu’alaikum”, seorang kakek menjawab salam kami: “Wa’alaikumussalam”. “Benar ini rumah Ust. Farhan Pak?”, “Iya benar, Farhannya lagi mandi”. Kemudian keluarlah seorang nenek dan mempersilakan kami masuk ke dalam rumah itu. Kami memperkenalkan diri kepada kakek dan nenek Ust. Farhan dan mengutarakan perihal maksud kedatangan kami. Sang Kakek sangat senang karena Farhan punya banyak yang mengenalnya. Kemudian sang kakek bercerita tentang Farhan kecil dan kebiasaannya. Farhan baru saja pulang dari Jawa tahun ini, lulus dari pesantren (kira-kira umurnya seusia tamatan SMA-red). Perbincangan menjadi cair hingga sang nenek menimpali “Farhan ini kalau mandi sering lama nak, sabar menunggu saja ya nak” sambil tertawa.

Dari tuturan kakek dan neneknya, Farhan adalah anak yatim, Ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Sementara Ibunda Farhan sudah sejak lama mengalami buta, kedua matanya tidak mampu melihat, saya menduga itu penyakit katarak yang sudah parah (ah, biarlah dokter yang punya kerjaan mendiagnosisnya). Sore itu kami memang tidak melihat Ibunda Ust. Farhan karena sedang istirahat di dalam kamar. Di dinding rumah kayu itu saya melihat ada kalender dan beberapa foto-foto, sepertinya ini adalah milik Farhan semua. Kalender itu bertuliskan “PESANTREN SULAMUL HUDA PONOROGO JAWA TIMUR”. Saya bisa menerka kalau itu adalah almamater Ust. Farhan. Ternyata setelah bertemu dan menanyakan langsung, Ust. Farhan mengiyakan. Tidak lama setelah itu (sebenarnya sih, lumayan lama), Ust. Farhan keluar dengan tampilan ‘cool’, namanya saja barusan mandi. Beliau menyapa kami dan kemudian terjadilah perkenalan secara lebih dalam, saya, akh Taufiq, dan Ust. Farhan.

Bersambung…

(jika ada informasi yang tidak benar tepat atau kurang tepat terkait almarhum, mohon memberitahukan penulis segera, kontak via komentar atau email langsung ke julhasratman@yahoo.co.uk)

Tidak ada komentar:

8 Tulisan Populer Pekan Ini