Ini
adalah lanjutan cerita saya tentang almarhum Ustadz Farhan di dalam dua postingan
sebelumnya di blog ini: Ustadz Farhan,Mengenangmu Kembali (Bagian 1) dan UstadzFarhan, Mengenangmu Kembali (Bagian 2). Alhamdulillah, ini adalah bagian
tulisan yang terakhir.
+++++
Kesibukan
kuliah dan mungkin bisa disebut sebagai kelelahan, ini membuat kehidupan saya
sedikit melalaikan banyak silaturrahim, termasuk dengan Ust. Farhan. Saya sudah
jarang menyempatkan waktu untuk berdiskusi dengan beliau, bahkan ketika dulu
pernah bertemu di suatu masjid (mungkin) hanya “just say assalamu’alaikum” saja
dan berjabat tangan seperlunya. Tidak ada diskusi panjang, tidak ada saling bertanya
kabar secara serius, tidak ada juga agenda privat bahasa Arab yang saya
rencanakan sebelumnya. Pokoknya, saya sibuk, sibuk, sibuk, dan sibuk. Dan baru
hari inilah saya tersadar, sepertinya saat itu Ust. Farhan bertanya dalam
hatinya: “ada apa dengan bang Jul?”.
Satu
agenda penting dari FPRJ Tanjung Jabung Barat pada tanggal 11 Maret 2012 yakni
Outbound untuk Pelajar se-Kabupaten Tanjab Barat, saya tidak ingat lagi untuk
menghadirkan Ust. Farhan, kemungkinan besar penyebabnya adalah karena saya
benar-benar lupa dengan beliau kala itu. Apalagi saya juga sedang disibukkan
dengan perasaan cengeng, hahhhh, dua orang saudara terbaik saya pergi
meninggalkan rimba akasia. Mereka pindah bekerja ke perusahaan lain dan
meninggalkan saya di Tebing Tinggi seperti akh Dadek Amin H. (Kakanda Dadek) ke
perusahaan tambang emas di Panyabungan Sumatera Utara dan akh Taufiq Hidayat ke
perusahaan fiberboard di Bayung
Lincir Sumatera Selatan. Saya sedih, lebih tepatnya galau karena merasa akan
bekerja lebih keras di dakwah kepemudaan tanpa mereka, meskipun sebenarnya
masih banyak juga rekan-rekan dakwah lain yang masih tinggal di Tebing Tinggi
ini. Dan ternyata benar, hasil kerja “kami” tidak sebagus ketika mereka berdua
masih berada di sini. Beruntung, Allah mengirimkan Ust. Arsyi Rahman Mohammad,
seorang hafizh alumnus UGM. Beliau masuk ke rimba akasia pada bulan November
2011, bergabung dengan perusahaan Sinar Mas Forestry (PT. Wirakarya Sakti).
Perjalanan
dakwah kepemudaan yang kami lakoni berikutnya tidak pernah melibatkan Ust.
Farhan, entah apa yang membuat saya lupa dengan beliau, lagi-lagi alasan
kuliahlah, lelahlah, capeklah. Saya tidak mengerti bagaimana itu semua bisa
terjadi. Termasuk di antaranya pada saat pelaksanaan agenda diskusi remaja dengan
topik “Asmara Usia Dini” yang diadakan FPRJ Tebing Tinggi pada tanggal 29 April
2012, saya juga tidak melibatkan Ust. Farhan. Padahal, nama “Muhammad Farhan”
tercantum jelas pada SK terakhir Dewan Pengurus Cabang FPRJ Tanjung Jabung
Barat terhitung mulai 1 Januari 2012, beliau diamanahkan di bidang Syiar dan
HUMAS FPRJ Tebing Tinggi. Surat Keputusan (SK) itu pun belum sempat saya
serahkan ke tangan Ust. Farhan hingga malaikat maut menjemput beliau.
Bulan Mei 2012
Hari
Sabtu dan Ahad tepatnya tanggal 19 – 20 Mei 2012, saya tidak ke Kota Jambi. Tidak
seperti biasanya pada dua hari di akhir pekan, saya mengikuti perkuliahan
Semester 2 di kampus Universitas Jambi. Tapi entah sebab apa yang membuat saya
tidak ke kampus saat itu, lupa. Kemungkinan alasannya karena malas. Selama dua
hari bermalas-malasan di dalam mess. Tidur bangun lalu makan dan makan ngantuk
kemudian tidur, kedua aktivitas itu yang dominan menguasai hari-hari libur
saya. Sebenarnya sih bukan libur, tapi meliburkan diri dan memutuskan untuk
menjadi pemalas, PEMALAS! Terlalu banyak memikirkan tugas kuliah, itulah yang
membuat saya semakin malas, hehe. Kok jadi lucu ya?
Kalau
melihat riwayat blog saya, Mei 2012 cuma mengirim tiga tulisan di dalam blog.
Salah satunya berjudul Si Ndeso Ngetwit. Itu adalah bulan dimana saya, seorang pemuda
Ndeso, sudah mulai serius menggunakan twitter (jangan lupa follow twitter saya ya).
Saya lebih banyak menatap HP bersama kicauan twitter ketimbang berhadapan
dengan laptop, membuat tugas, makalah, atau menulis segala macam. Dua hari
meliburkan diri adalah hal yang membuat perut mual, kepala pusing pada kemudian
hari, karena apa? Banyak kuliah tertinggal! Tentu saja berakibat tidak baik
bagi diri sendiri.
Tanggal
21 Mei 2012, Senin siang ketika saya masih di kantor. Tiba-tiba menerima
telefon dari salah seorang rekan kerja yang juga aktif di FPRJ Tebing Tinggi
(Pak Darul Nafis,S.Si). “Jul masih ingat dengan Farhan?” “iya, masih, ada apa?”,
“beliau meninggal”, “apa ‘rul? Maksud? Dengar darimana? Innalillahi wa inna
ilaihi raji’un” Langsung saja saya menutup telfon, berlari menuju ruangan
sebelah mencari Pak Darul. Kebetulan Pak Darul sedang berada di ruangan Pak
Ahmadi, S.Si (Pak Ahmadi, karyawan senior yang menjabat sebagai kepala bidang
kendali kualitas barang masuk), rupanya mereka sedang berbincang tentang
kecelakaan mobil yang terjadi hari Sabtu tanggal 19, dua hari lalu. Kecelakaan
itu terjadi di sekitar kilometer 12 menuju Jambi dari arah Kec. Tebing Tinggi, tidak
jauh dari gerbang Purwodadi. Kabarnya, mobil kijang yang ditumpangi sekitar 5
orang itu terbalik, kemungkinan penyebabnya adalah pecahnya salah satu ban
mobil sementara mobil dalam kecepatan tinggi, tekstur jalan tanah yang tidak
rata mungkin saja menjadi penyebab ban pecah. Pemuda berusia sekitar 20 tahun
itu terlempar keluar dari mobil. Lokasi duduknya di belakang pengemudi. Tidak
ada darah yang banyak mengucur, hanya saja separuh bagian kepala bagian
belakang memar parah. Sedangkan penumpang lain selamat, hanya luka-luka ringan.
Setelah
yakin mendengar bahwa satu-satunya korban meninggal di dalam tragedi naas itu
adalah sahabat saya, Ust. Farhan, mata saya langsung sedikit basah, sambil
terus bertanya kepada Pak Ahmadi tentang kronologis kecelakaan. Dalam keadaaan
gagap, iya gagap, saya bertanya lagi kok kenal Ust. Farhan? Dari jawaban Pak
Ahmadi, ternyata Ust. Farhan adalah guru privat Al Qur’an untuk anak-anaknya. Ust.
Farhan memiliki jadwal rutin mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak Pak Ahmadi
di rumah.
Saat
itu masih jam kantor, artinya saya tidak bisa keluar dari kantor. Kalaupun
bisa, untuk apa? Toh Ust. Farhan sudah dikebumikan pada hari Sabtu kemarin.
Saya sangat menyesali diri sendiri, mengapa sampai tidak mengetahui kejadian
itu segera setelah Ust. Farhan menghembuskan nafas terakhir. Sedih bercampur
marah, sedih karena kehilangan secara tiba-tiba, marah karena tidak ada seorang
pun yang mengabari kejadian itu kepada saya, ya, tidak seorang pun yang
memberitahukannya kepada saya. Seharusnya saya bisa ikut menyelenggarakan
ibadah fardhu kifayah atas jenazah Ust. Farhan bila mengetahui kabar itu segera.
Bahkan, jika masih berada di Kota Jambi, saya akan berupaya untuk kembali ke
Tebing Tinggi siang itu juga.
Dan
apa boleh buat, kejadian yang saya sesali itu telah berlalu. Sore Senin itu, segera
saja saya mengetik sms dan mengirimkan kabar duka ini kepada seluruh aktivis
dakwah FPRJ Tebing Tinggi, terutama yang pernah bertemu dan bekerja bersama
Ust. Farhan dalam agenda pesantren Ramadhan tahun 2011 yang lalu. Tidak lupa
mengajak mereka untuk takziah di rumah duka seusai isya.
Alhamdulillah,
hampir seluruh pengurus FPRJ Tebing Tinggi hadir pada acara takziah malam itu.
Seingat saya, kami tidak pernah berkumpul sebanyak itu, bahkan di dalam agenda
FPRJ sekalipun, kehadiran pengurus secara lengkap tidak pernah terjadi. Malam
itu terasa sangat spesial, ramai bersama sahabat dakwah. Ada duka yang juga berbalut
kehangatan ukhuwah dan solidaritas dari rekan-rekan dakwah FPRJ. Infaq
dikumpulkan oleh bendahara FPRJ, jumlahnya digenapkan dari kas FPRJ. Meski
tidak seberapa tapi mudah-mudahan bermanfaat bagi keluarga yang ditinggalkan.
Begitu
tiba di tempat takziah, saya langsung duduk di dekat Pak Haji Suratman. Setelah
menyalami beliau, saya ‘memarahi’ beliau karena tidak menginformasikan meninggalnya
Ust. Farhan kepada saya. Saya dengan mata yang berkaca-kaca mengucapkan nada
kesal kepada beliau. Beliau menjawab dengan terbata-bata, saya memastikan bahwa
beliau juga sedang sedih “Pak Jul, saya siang itu ke ladang, mendapat telfon
bahwa Farhan meninggal, saya kaget, setelah itu langsung menuju rumah duka,
saya tidak ingat apa-apa selain sedih yang mendalam, termasuk memberitahu Pak
Jul. Mohon maaf”. Ya, saya memang memaklumi jawaban pak Haji. Namun bagaimanapun juga, saya masih menyesali diri
karena tidak dapat mengikuti prosesi di detik-detik
akhir kepergian Ust. Farhan, sahabat yang juga guru saya.
Kesedihan
yang mendalam tampak pada wajah semua orang yang hadir takzia pada malam itu. Pak
Suratman menceritakan bahwa dua minggu sebelum Farhan meninggal, kakeknya telah
meninggal juga. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Saya tidak kuat
membayangkan perasaan sedih Ibunda Farhan beberapa hari setelah ini. Juga nenek
yang kehilangan suaminya (kakek Farhan) dan sekaligus kehilangan cucu
satu-satunya dalam waktu yang berdekatan. Membayangkan itu, kembali saya
meneteskan air mata untuk kesekian kalinya. Ya, Allah, sungguh Engkau maha
perkasa, maha mengetahui segala sesuatu. Kami yakin Engkau tidak pernah memberi
beban bagi hamba-hambaMu yang tidak kuat memikulnya. Engkau maha tahu! Duhai
Allah, jadikanlah kami hamba yang sabar atas apa saja musibah dunia, jangan
Engkau biarkan kami larut dalam kesedihan tanpa arahan dan bimbingan-Mu. Seusai
takziah, kami pamitan dengan nenek Ust. Farhan, sementara Ibu Ust. Farhan tetap
seperti biasa berada di dalam kamarnya.
Hari-hari
setelah ini, hanya dua wanita tua itu yang tinggal di dalam rumah kecil
berdinding papan, ada seorang Ibu yang buta dan seorang nenek yang sudah tua
renta. Sang Ibu dalam keadaan menderita buta, telah bertahun-tahun menjalani kehidupan
tanpa suami, beberapa pekan tanpa ayah, dan tentu saja mulai pekan ini tanpa
anak satu-satunya yang dibanggakannya itu. Demikian juga sang nenek akan terus menjalani
hari-hari tanpa suami, bertahun-tahun tanpa menantu, dan mulai pekan ini tanpa
cucu tercinta. Farhan sejak SD telah meninggalkan kampung halaman untuk
menuntut ilmu ke pesantren, sekitar 8 tahun merantau ke negeri Jawa tanpa
pernah pulang pada masa itu. Komunikasi via telfon pun tidak pernah. Barulah
pada tahun 2011, setelah Ust. Farhan lulus dari Madrasah Aliyah, beliau akhirnya
berkesempatan pulang kampung menemui Ibu, Nenek, dan Kakeknya di sini. Bersama
membangun asa dan menjadi tulang punggung keluarga. Dan hanya sekitar 1 tahun
setelah bersama, ternyata Allah mencukupkan kebersamaan itu melalui panggilan
ajal di tanggal 19 Mei 2012 untuk hamba yang disayangi-Nya, Ust. Farhan.
Selamat Jalan akhi, semoga kita dapat bertemu kembali di
jannatullah kelak, bila Allah mengizinkan. Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami,
berilah kami rahmat yang menjadikan kami semua layak berkumpul di negeri akhirat
yang penuh keindahan dan sukacita, kesudahan yang Engkau janjikan bagi hamba-hamba-Mu
yang beriman. Allahumma amin.
SELESAI
(jika ada informasi yang tidak benar tepat atau kurang tepat terkait almarhum, mohon memberitahukan penulis segera, kontak via komentar atau email langsung ke julhasratman@yahoo.co.uk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar