Bagi pembaca yang memiliki anak atau keponakan yang
masih kecil dan sudah berani untuk belanja makanan (membeli makanan ringan) di
kedai atau warung, ajari dua hal penting yang akan saya urai singkat berikut
ini.
Sebenarnya tulisan ini terinspirasi pada sore hari
tadi ketika saya sedang belanja di sebuah warung. Seorang anak berusia
sekitar 8 – 9 tahun dengan hati-hati membolak-balik bungkusan makanan ringan
yang akan dibelinya. Ternyata ia sedang mencari tanggal kadaluarsa makanan
kesukaannya tersebut. Setelah puas mencari dan belum ketemu dengan tanggal
tersebut (karena biasanya tanggal tersembunyi di dalam lipatan bungkusan
mungkin ia tidak melihatnya), lalu ia tanpa segan bertanya kepada pemilik
warung, ini masih lama nggak mbak? Pemilik warung sambil tertawa kecil menjawab;
“cari sendiri dunk, kan bisa baca!”. Saya yang dari tadi sibuk mengamati anak
itu, juga sedikit tersenyum dan langsung terinspirasi menulis tulisan ini.
Dalam hati saya bergumam, ini anak lumayan cerdas! Entah siapa yang
mengajarinya untuk memastikan tanggal kadaluarsa makanan sebelum membelinya. Saya
menduga itu diajari oleh orangtuanya di rumah atau mudah-mudahan itu juga
diajari di sekolahnya. Tulisan ini penting banget nih bagi guru SD, hmmm.
Tanggal kadaluarsa itu
apa?
Sebenarnya ini salah satu materi dalam mata
kuliah ilmu pangan, erat juga hubungannya dengan kimia bahan makanan. Dahulu sewaktu
kuliah S1, sempat belajar 2 SKS tentang “Teknologi Bahan Makanan” dan 2 SKS “Toksikologi
Bahan Makanan” tetapi memang saat itu saya tidak mendapatkan materi detil
tentang cara penentuan kadaluarsa dari dosennya (dosennya mungkin lupa atau
silabusnya agak beda ya, maklum). Barulah saat ini saya berselancar di internet
dan menelusuri literatur dari dalam dan luar negeri. Saya mudah memahami metode
penentuan kadaluarsa makanan karena dasar ilmu kimia pangan sudah ada, yah
minimal sok tahu dikit lah, masa’ sarjana kimia ndeso begitu. Baiklah,
sepertinya tulisan ini tidak perlu dibuat rumit, nanti mirip perkuliahan pula.
Akhirnya jadi ingat dengan ungkapan “dikatakan ilmuwan sejati jika setiap
penjelasan ilmiahnya mudah dipahami oleh siapapun”.
Secara sederhana tanggal kadaluarsa itu adalah
tanggal terakhir suatu produk makanan layak dikonsumsi dalam keadaan terbungkus
(belum dibuka), inilah definisi yang umum dipakai untuk menyatakan “shelf life”.
Layak dikonsumsi dalam arti kualitasnya sama dengan kualitas makanan pada saat
diproduksi. Persoalan kemudian adalah bagaimana jika makanan sudah dibuka
bungkusannya kemudian disimpan lagi , apakah tanggal kadaluarsanya masih
seperti itu? Oh tidak, tanggal kadaluarsanya tidak berlaku lagi. Makanan yang
sudah dibuka tanggal kadaluarsanya akan lebih pendek dari yang tertera pada
bungkusan.
Tanggal kadaluarsa hanyalah sebuah tanggal
prediksi, tetapi prediksinya bukan menggunakan “kirologi” atau ilmu kira-kira.
Ada ilmu khusus tentang penentuannya. Di dalam ilmu kimia pangan, dikenal adanya
metode penentuan kadaluarsa produk makanan yang secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan keakuratan atau ketepatan prediksinya. Jadi, tugas kita
sebagai konsumen harus percaya dengan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada
bungkusan makanan. Bagaimana cara menentukannya? Yah, ada ilmunya dunk, makanya
kuliah kimia pangan dulu dengan saya, gratis kok, hehe.
Menurut UU, tanggal kadaluarsa wajib
dicantumkan pada produk makanan yang penyimpanannya lebih dari 24 jam dan
selain dari produk makanan tertentu (saya lupa jenisnya, tapi sependek
pengetahuan saya produk garam dan gula tidak diwajibkan mencantumkan tanggal
kadaluarsanya). Tanggal kadaluarsa terdiri dari 3 jenis angka (tanggal, bulan,
dan tahun). Ada yang bertanya, mengapa hanya bulan dan tahun saja yang
tercantum? Jawabannya adalah karena menurut aturan yang berlaku (UU), jika
produknya mampu bertahan di atas 3 bulan setelah tanggal produksi maka tanggal
kadaluarsa hanya terdiri dari 2 jenis angka saja yakni bulan dan tahun saja.
Pesan saya adalah mari ajarkan anak sejak dini
tentang kimia pangan eh salah, bukan itu yang saya maksud. Ajarkan anak sejak
dini untuk mengetahui apa pengertian sederhana dari tanggal kadaluarsa dan tumbuhkan
sikap teliti terhadap tanggal kadaluarsa sebelum membeli produk makanan
tersebut. Ok? Contohlah anak yang saya ceritakan pada awal tulisan di atas. (Jika
ada pertanyaan lebih lanjut atau masih kurang mengerti dengan “teori kadaluarsa
versi saya di atas”, hubungi saya langsung).
Nah selain tanggal kadaluarsa, anak sejak usia
dini juga perlu diajari tentang kehalalan produk bila membeli produk makanan. Ini
sangat perlu diajarkan! Apalagi jika kita mengaku sebagai seorang muslim yang
ingin masuk surga. Jika sempat ada sedikit saja makanan haram masuk ke dalam
tubuh (dengan sengaja) maka proses menuju surga berpotensi terhambat, bahkan
boleh jadi bau surga tidak tercium, boro-boro bisa masuk ke dalamnya. Bagaimana
jika tidak sengaja atau tidak tahu? Makanya jangan disengaja dibeli deh, jangan
pula disengaja memakannya, serta kita mempunyai kewajiban mencari tahu apakah
makanan itu halal atau tidak. Jika cuek saja, nah ini yang jadi masalah. Cuek
itu sama juga dengan disengaja tidak mau tahu.
Bagaimana menentukan
halal atau tidak?
Menentukan halal tidaknya produk makanan hanya
Allah yang maha tahu. Namun sebagai manusia kita tidak mungkin bertemu dan
bertanya kepada Allah setiap membeli makanan, apakah ini dan itu halal nggak
ya. Itulah sebabnya Allah menurunkan Al Qur’an sebagai tuntunan hidup kita,
termasuk dalam urusan makan memakan. Di zaman ini ada para ulama sebagai
pewaris Nabi yang menuntun kita memahami dan menggunakan Al Qur’an. Di negeri
kita sudah ada MUI. MUI itu organisasi tempat berkumpulnya ulama Indonesia. Jadi, serahkan pada MUI (dalam hal ini LP POM
MUI) untuk menentukan kehalalan suatu produk makanan. Produk makanan dikatakan
halal apabila seluruh persyaratan yang ditetapkan LP POM MUI dapat dipenuhi.
Jika memenuhi syarat maka LP POM MUI akan mengeluarkan sertifikat dan nomor
registrasi halal dengan arti bahwa “Ulama menjamin 100 % bahwa produk itu HALAL”.
Nah, sejak sertifikat halal itu keluar maka produsen mencantumkan label halal
pada kemasan produk makanan tersebut.
Meskipun RUU Jaminan Produk Halal masih dibahas
di DPR (semoga saja segera disahkan ya, karena hingga tulsan ini tertulis setahu
saya masih dalam perdebatan). Di DPR itu ada dua golongan, golongan lurus dan
golongan tidak lurus. Golongan yang setengah-setengah lurus, ujung-ujungnya akan
bergabung dengan golongan tidak lurus, toh sama saja keduanya (makanya cuma ada
dua golongan saya sebutkan: lurus dan tidak lurus). Nah menurut saya, golongan yang
lurus di DPR itulah yang mendukung RUU JPH, saya yakin mereka itu dari partai
Islam. Partai Kita Semua!
Kembali kepada urusan halal tadi. Mari ajarkan
anak untuk melihat label halal pada bungkusan makanan. Yang tidak ada label
halal jangan dibeli meskipun makanannya enak dan taggal kadaluarsanya masih
lama! Beritahukan kepada anak bahwa yang tidak ada label halalnya memang tidak semuanya
berarti haram, tetapi ketiadaan label halal itu suatu pertanda kuat bahwa tidak
ada/belum ada jaminan dari MUI bahwa produk itu halal. Oleh sebab itu sebagai
manusia cerdas yang ingin masuk surga, kita lebih baik membeli produk yang
telah dijamin ulama bahwa itu halal. Jelas halalnya!
Memiliki kewaspadaan tentang kehalalan dan
kebaikan produk makanan yang akan dibeli dan dikonsumsi adalah pelajaran dini
yang harus diketahui dan dikokohkan dalam pribadi anak-anak muslim sejak usia
dini. Cerdas sebelum membeli produk makanan, itu harus didoktrin kepada anak.
Sampaikan dengan bijaksana hingga mereka memahami dan sadar bahwa itu adalah hal
yang sangat penting diperhatikan. Islam mengajarkan kita untuk memakan makanan
yang halal dan thayyib, demikian pesan inti dari tulisan ini. Terima kasih dan
mohon maaf bila penjelasan saya kurang mudah bagi pembaca untuk mengerti.
Ditulis oleh Jul Hasratman D. Musa, S1
FMIPA Kimia Universitas Andalas Padang, S2 MPIPA Kimia Universitas Jambi, Quality
Assurance Staff Lontar Papyrus Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar